Obligasi El Salvador Meroket di Tengah Kontroversi Kebijakan Bitcoin

JAKARTA - Di tengah kritik tajam dan keraguan global terhadap kebijakan Bitcoin yang kontroversial, El Salvador justru mencatatkan lonjakan signifikan dalam nilai obligasinya. Presiden Nayib Bukele, yang sering kali dipandang eksentrik karena pendekatan finansialnya yang tidak ortodoks, kini mulai menuai hasil dari langkah-langkah inovatifnya. Hal ini menimbulkan optimisme di kalangan investor asing terhadap negara kecil di Amerika Tengah ini, meskipun banyak pihak masih meragukan kelayakan kebijakan tersebut.

Menurut data dari Bloomberg, obligasi El Salvador melonjak tajam setelah pemerintah negara tersebut menawarkan pembelian kembali obligasi yang jatuh tempo pada tahun 2027 hingga 2052. Langkah ini merupakan bagian dari restrukturisasi utang yang bertujuan untuk menghemat biaya serta mendorong inisiatif konservasi dan keberlanjutan.

Bukele secara resmi mengumumkan penawaran pembelian utang eksternal tersebut pada Jumat lalu melalui media sosialnya, mengundang pemegang obligasi untuk berpartisipasi secara sukarela dalam proses tersebut. "Hari ini kami meluncurkan penawaran pembelian utang eksternal kami yang jatuh tempo dari 2027 hingga 2052," tulis Bukele di akun Twitter resminya. Dengan langkah ini, pemerintah El Salvador berharap dapat menata kembali beban utang mereka serta memperbaiki citra ekonomi negara di mata dunia.

Dikutip dari Decrypt, James Bosworth, pendiri firma analisis risiko politik Hxagon, mengatakan, "El Salvador adalah investasi dengan risiko tinggi, tetapi imbal hasil yang diharapkan juga tinggi. Banyak investor yakin bahwa Bukele memiliki dana yang cukup untuk membayar kembali utang, serta dukungan politik untuk meloloskan anggaran yang diperlukan guna menjaga stabilitas finansial negara.” Hal ini menjadi pertaruhan besar bagi Bukele dan timnya dalam mempertahankan stabilitas ekonomi yang rapuh.

Meski begitu, kritik tetap datang dari lembaga internasional seperti Dana Moneter Internasional (IMF), yang berulang kali mengecam kurangnya transparansi dalam pengelolaan anggaran negara, dengan kebijakan Bitcoin sebagai bukti utama dari ketidakprofesionalan tersebut. Lembaga ini menegaskan bahwa ketergantungan pada aset kripto yang sangat fluktuatif dapat menimbulkan risiko besar bagi stabilitas ekonomi jangka panjang El Salvador.

Sejak tahun 2021, di bawah kepemimpinan Bukele, El Salvador membuat langkah berani dengan menjadikan Bitcoin sebagai alat pembayaran yang sah, di samping dolar AS. Kebijakan ini memaksa bisnis di negara tersebut untuk menerima Bitcoin, asalkan mereka memiliki infrastruktur teknologi yang mendukung. Langkah ini memicu reaksi beragam, dengan beberapa pihak menyebutnya sebagai langkah revolusioner, sementara yang lain menganggapnya sebagai perjudian yang sembrono.

Kritik juga datang dari berbagai akademisi dan politisi internasional, termasuk anggota parlemen Amerika Serikat, yang menuding Bukele mengabaikan risiko besar dengan menaruh kepercayaan pada aset kripto yang sangat fluktuatif. Mereka menyoroti bahwa volatilitas harga Bitcoin dapat mengganggu stabilitas keuangan negara dan menambah beban ekonomi bagi warganya.