7 Terdakwa Kasus Korupsi Pengadaan Disdik Sumbar Didakwa Rugikan Negara Rp5,2 Miliar
SUMBAR - Sidang perdana dugaan korupsi proyek pengadaan pada Dinas Pendidikan (Disdik) Sumatra Barat (Sumbar) digelar hari ini, Kamis 3 Oktober.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Pitria Erwina Cs mendakwa tujuh terdakwa dalam kasus ini bersalah merugikan negara atas tindakan rasuah yang dilakukan.
"Perbuatan para terdakwa secara bersama-sama telah merugikan kerugian negara atau perekonomian negara sebesar Rp5.522.079.927," kata JPU Pitria dalam dakwaan yang dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri (PN) Padang, Kamis 3 Oktober, disitat Antara.
Adapun para terdakwa yang terdiri dari tujuh orang berasal dari pihak Disdik Sumbar, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumbar, dan rekanan.
Terdakwa dari Disdik Sumbar yakni Kepala Bidang Pembinaan SMK sekaligus Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Raymon; Rusli Pejabat Pelaksana Teknisi Kegiatan (PPTK) Ardion, dan guru SMK; Syaiful Abrar.
Selanjutnya dari Pemprov Sumbar mantan Kepala Unit Kerja Pengadaan Barang dan Jasa (UKPBJ) Pemrov Sumbar,
Doni Rahmat Samulo.
Kemudian dari pihak rekanan yakni Direktur CV Inovasi Global, Syarifudin; Direktur CV Bunga Tridara, Erika; Wakil Direktur CV Bunga Tridara; Suherwin.
Mereka menjalani sidang didampingi penasihat hukum masing-masing, kecuali terdakwa Syafrudin yang tidak didampingi oleh pengacara.
JPU mendakwa ketujuh terdakwa dengan dakwaan primer melanggar Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Kemudian dakwaan subsider melanggar Pasal 3 UU 31 Tahun 1999, Juncto (Jo) pasal 18, Jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.
Dalam dakwaannya, JPU menjelaskan perkara itu berawal ketika Disdik Sumbar melaksanakan pengadaan peralatan praktik utama untuk siswa SMK di Prmprov Sumbar pada 2021, yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI dengan pagu anggaran sebesar Rp18,072 miliar.
Pengadaan terbagi dalam empat paket pengadaan, yakni pengadaan untuk sektor industri, kedua sektor ketahanan pangan, ketiga kemaritiman, dan terakhir untuk sektor pariwisata. Namun dalam pelaksanaannya, ternyata proses tender tidak dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Dalam pekerjaan itu, sebenarnya sudah ada pelaksanaan tender awal yang dilakukan oleh Kelompok Kerja (Pokja) V hingga ditentukan perusahaan pemenang. Hanya saja hasil tender itu kemudian dibatalkan untuk diulang kembali, Pokja V malah diganti dengan Pokja VII yang ditunjuk untuk menangani proyek.
Diduga dalam proses tender itu telah terjadi "persekongkolan" atau manipulasi antara para terdakwa, sehingga proyek akhirnya dimenangkan oleh perusahaan yang dipinjam oleh terdakwa Syaiful Abrar ke terdakwa lainnya.
Baca juga:
- Ingatkan Impunitas Israel, Qatar Tegaskan Apa yang Terjadi di Gaza Upaya Genosida
- Jadi Ketua MPR RI, Ahmad Muzani Ajak Pimpinan dan Anggota Hidup Sederhana Patuhi Konstitusi
- Kunjungi Daerah Terdampak Badai Helene, Biden Setujui 100 Persen Biaya Pemulihan Ditanggung Pusat
- Buruh Plastik di Tennessee AS Tersapu Banjir Gegara Bos Paksa Masuk Kerja saat Badai Helene
Terdakwa Syaiful Abrar yang merupakan guru SMK meminjam perusahaan CV Inovasi Global, CV Bunga Tridara, PT Indotek Sentral Karya, dan CV Sikabaluan Jaya untuk mengikuti tender.
Akibatnya, JPU mendakwa perbuatan para terdakwa itu telah melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang menimbulkan kerugian negara.
Dalam proses penyidikan sebelumnya, salah satu terdakwa yakni Syarifudin telah mengembalikan uang kepada Kejaksaan sebesar Rp60 juta sebagai barang bukti.
Sidang akan dilanjutkan pada 14 Oktober 2024 dengan agenda mendengarkan eksepsi (keberatan) dari pihak terdakwa terhadap dakwaan JPU.
Pada bagian lain, dalam sidang perdana itu sejumlah terdakwa melalui kuasa hukumnya mengajukan penangguhan penahanan ke Pengadilan.
Menanggapi hal itu hakim sekaligus Pejabat Humas Pengadilan Padang Juandra mengatakan pihaknya akan mempelajari permohonan penangguhan penahanan itu.
"Permohonannya akan diteliti dan dipelajari terlebih dahulu, nanti Ketua Pengadilan yang akan memutuskan apakah (permohonan) diterima atau tidak," katanya.