Kerajaan Demak: Sejarah, Raja-raja, dan Peninggalannya
JAKARTA - Kesultanan Demak menjadi salah satu kerajaan yang cukup penting di Pulau Jawa. Sebelum berdiri sendiri, kerajaan ini bernaung di bawah wilayah kekuasaan Majapahit. Ketika kerajaan yang berpusat di Jawa Timur ini runtuh, Demak dan daerah lainnya melepaskan diri.
Demak menjadi cikal bakal kerajaan Islam di Jawa maupun nusantara. Dalam buku sejarah yang ditulis Nana Supriatna, disebut Kerajaan Demak mulai berdiri pada awal abad ke -16. Pendirinya adalah Raden Patah, seorang putra mahkota Majapahit.
Raden Patah merupakan anak Raja Terakhir Majapahit Brawijaya V dari permaisuri bernama Siu Ban Ci. Ibu Raden Patah berdarah Cina yang sudah menganut ajaran Islam.
Raden Patah atau yang mempunyai nama lain Raden Bagus Kasan, memimpin Kerajaan Demak dari 1500 hingga 1518 Masehi. Diberi gelar Panembahan Jin Bun berasal dari bahasa Cina yang artinya orang kuat.
Di tangan kepemimpinan Raden Patah, Kerajaan Demak menjadi sental penyebaran agama Islam di Jawa, yakni lewat pengaruh Wali Songo. Wali Songo terjun dari desa ke desa, dari daerah yang satu ke daerah lainnya untuk mengajarkan agama Islam.
Pasca kepemimpinan Raden Patah, Kerajaan Demak mengalami beberapa periode pergantian raja. Wilayah kekuasaannya juga semakin meluas, meliputi sepanjang pantai utara Pulau Jawa.
Raja-raja Demak
Kerajaan Demak pernah dikuasai oleh lima raja. Setiap raja memiiki karakter kepemimpinan yang berbeda-beda. Setiap periodenya juga terjadi gejolak politik yang berbeda-beda.
Raden Patah
Raden Patah duduk di tahta agung Kerajaan Demak dari tahun 1500-1518. Pendiri kerajaan tersebut mampu membawa Demak mengalami perkembangan pesat.
Salah satu karir gemilangnya yakni menjalankan penyebaran agama Islam dengan masif di Tanah Jawa, lewat peran Wali Songo. Pada masa kekuasaan Raden Patah, wilayah kerajaan semakin luas.
Daerah yang masuk wilayah kekuasaan Demak, di antaranya Pati, Rembang, Jepara, Semarang, Selat Karimata, hingga beberapa daerah di Kalimantan masuk ke dalam wilayahnya. Selain itu, pelabuhan-pelabuhan penting juga berada di bawah kekuasaannya, seperti pelabuhan Jepara, Gresik, Tuban, Sedayu, dan Jaratan.
Pati Unus
Pada tahun 1518, Raden Patah wafat. Tahta Kerajaan Demak diwariskan kepada putranya yang bernama Pati Unus. Pati Unus terkenal sebagai panglima perang yang berani dan tangguh.
Pati Unus pernah mendapatkan misi sulit, yakni diberi mandat ayahnya untuk membebaskan Malaka dari kekuasaan Portugis. Pelayaran Kerajaan Demak juga cukup terancam dengan berlabuhnya Portugis di Nusantara.
Pati Unus berangkat dengan gagah untuk bertempur dengan Portugis. Namun pasukannya kalah persenjataan. Tak patah arang, putra mahkota Demak tersebut kemudian memblokir akses Portugis. Upaya tersebut berhasil membuat Portugis kehabisan bahan pangan.
Berkat aksinya yang pemberani tersebut, Pati Unus dijuluki Pangeran Sabrang Lor. Pati Unus memimpin Kerajaan Demak dari 1518 – 1521. Pada tahun 1521, ia wafat dalam sebuah pertempuran di Malaka.
Sultan Trenggono
Karena Pati Unus tidak mempunyai anak, kepemimpinan Kerajaan Demak kemudian dipegang oleh adiknya yang bernama Sultan Trenggono. Sultan Trenggono memimpin kerajaan dari tahun 1521 – 1546.
Ketika dikuasai oleh Sultan Trenggono, Kerajaan Demak meraih masa kejayaannya. Sultan Trenggono dikenal sebagai pemimpin yang bijaksana dan bernyali besar. Ia berhasil membuat wilayah Kerajaan Demak semakin luas, yakni mencapai Jawa Barat dan Jawa Timur.
Sunan Prawoto
Raja Demak kemudian digantikan oleh Sunan Prawoto, anak dari Sultan Trenggono. Di masa kepemimpinann Sunan Prawoto, Kerajaan Demak berada di fase kemunduran.
Di masa ini, konflik lama antara Pangeran Surowiyoto dan Sultan Trenggono memanas. Perseteruan dua kakak-beradik tersebut masih berlanjut hingga berimbas ke Sunan Prawoto.
Pangeran Surowiyoto kemudian dibunuh oleh Sunan Prawoto di pinggir sebuah sungai. Peristiwa tersebut membuat julukan Pangeran Sekar Sedo ing Lepen tersandang pada Pengeran Surowiyoto.
Arya Penangsang
Sunan Prawoto berkuasa tidak lama. Pada tahun 1547, Arya Penangsang membunuh raja tersebut. Arya Penangsa merupakan putera dari Pengeran Sekar. Setelah itu, ia naik menjadi raja kelima Demak.
Masa kepemimpinan Arya Penangsang berlangsung tidak lama. Pengikutnya, menghabisi nyawa Pangeran Hadiri atau Penguasa Jepara, Suami Ratu Kalimanyamat. Semenjak peristiwa itu, adipati-adipati di bawah Demak menolak Arya Penangsang.
Adipati Pajang, Jaka Tingkir (Hadiwijaya), menjadi salah satu pihak yang berkonflik dengan Arya Penangsang. Adipati Pajang melakukan pemberontakan untuk mengambil alih kekuasaan Kerajaan Demak pada tahun 1554.
Tidak di tangan Adipati Pajang, kematian Arya Penangsang justru berada di tangan Sutawijaya, anak angkat Jaka Tingkir. Kerajaan Demak lengser setelah terbunuhnya Arya Penangsang. Jaka Tingkir kemudian mendirikan kerajaan Pajang dan menggeser pusat pemerintahan di sana.
Peninggalan Kerajaan Demak
Selam masa kekuasannya, Kerajaan Demak mewariskan banyak peninggalan baik benda maupun nonbenda. Penginggalan-peninggalan tersebut tersebar di beberapa wilayah di Jawa Tengah.
Masjid Agung Demak
Masjid Agung Demak berdiri sejak tahun 1479 M. Salah satu masjid tua di Indonesia ini terletak di Kauman, Demak, Jawa Tengah. Raden Patah mendirikan masjid ini bersama Walisongo.
Pada abad ke-15, bangunan ini menjadi tempat para ulama, dan pusat pembelajaran. Meski terbilang tua, masjid ini masih aktif sampai sekarang. Banyak wisatawan yang datang dari dalam kota maupun luar kota yang datang untuk ibadah atau berziarah.
Arsitektur Masjid Agung Demak kental dengan ornamen budaya Jawa. Tampilan bangunannya sangat artistik. Interiornya memakai material berbahan kayu yang disertai dengan ukiran.
Di area Masjid Agung Demak, terdapat museum yang mengarsipkan sejarah Masjid Demak. Raden Patah juga diistirahatkan di kompleks masjid ini. Makan tersebut membuat banyak orang berbondong-bondong berziarah.
Makam Sunan Kalijaga
Peninggalan lain Kerajaan Demak yakni makam Sunan Kalijaga, salah satu Walisongo. Sunan Kalijaga punya peran besar dalam penyebaran agama Islam di Pulau Jawa, khususnya di Jawa Tangah.
Selama masa penyebaran, Sunan Kalijaga mendatangi banyak tempat. Ia mendapat mandat setara dengan kepala daerah, yang membawahi beberapa desa. Dalam kedudukannya tersebut, ia berwenang mengatur segala urusan desa.
Keberadaan makam Sunan Kalijaga ini mengundang banyak orang datang ke Demak untuk berziarah. Banyak orang yang berdoa, serta berselawat.
Lawang Bledek
Lawang Bledek merupakan pintu petir yang terdapat di Masjid Agung Demak. Di pintu tersebut terdapat ukiran bergambar makhluk aneh, yang konon merupakan bentuk dari petir atau bledek.
Ki Ageng Selo adalah orang yang memahat pintu tersebut pada tahun 1466 M. Menurut sebuah sejarah, tokoh yang terkenal mampu menangkap petir ini merancang pintu tersebut menggunakan kekuatan supranaturalnya.
Ki Ageng memberikan pintu tersebut kepada Raden Patah untuk dipasang sebagai pintu utama Masjid Agung Demak. Karena usianya yang tua, pintu tersebut kini sudah tidak terpasang lagi. Pintu tersebut disimpan di museum masjid.
Soko Guru
Soko guru atau soko tatal merupakan tiang penyangga Masjid Agung Demak. Tiang tersebut berupa kayu berjumlah 4. Pembuatan tiang tersebut dilakukan oleh Sunan Kalijaga, Sunan Jati, Sunan Ampel, dan Sunan Bonang.
Soko guru tersebut berlambang sebagai keharmonisan atau persatuan. Sementara itu, letaknya yang berada di tengah masjid memiliki arti sebagai kekuatan. Karena usianya yang tua, renovasi sudah dilakukan pada beberapa material masjid.
Ikuti terus berita terkini dalam negeri dan luar negeri di VOI.