Archa Suguhkan Ten, Suara Spiritualisme dari Tanah Maluku

JAKARTA - Archa, grup musik asal Maluku memperkenalkan karya musik terbaru pada 10 Agustus kemarin berjudul Ten. Lagu ini adalah cerita tentang manusia.

Beranggotakan Delon Imlabla (bass), Jemmi Radjabaycolle (flute, tahuri, sequencer), Eirene Marpay (kalabasa, marakas, bells), dan Ryan Suneth (djembe, tifa, darbuka) mengeksplorasi instrumen-instrumen tradisi/modern. Merekamengutamakan kekuatan vokal dengan lirik dalam bahasa-bahasa tanah di Maluku sebagai bahan garapan untuk memenuhi ruang dengar kita dengan bunyi-bunyi yang mereka sebut “musik spiritual”.

Tanpa perlu progresi rumit, fokus pendengar diarahkan menuju sebuah dimensi. Lewat petikan gitar dan musik latar dalam “frekuensi spiritual” yang intens, tetabuhan mulai masuk perlahan. Ritmis yang sederhana, bahkan mudah diikuti oleh bunyi “klak klok ” mulut dari seorang bocah 4 tahun yang ikut mendengarkan. Ia rapalkan ritmisnya berbarengan dengan lagu Ten.

Lagu Ten mengalun tanpa terasa hampir lima menit berlalu. Larik-larik pertama dari lima bait dalam lirik lagu Ten semuanya mengambil bentuk pertanyaan reflektif. Berangkat dari kesadaran kultural, lagu ini dengan sadar mengajak manusia untuk memandang jauh ke masa mendatang sambil mengatur dengan teliti langkah-langkahnya hari ini.

“Lagu Ten adalah refleksi terukur tentang tragedi sebagai sebuah kemungkinan. Mata air bisa saja berubah menjadi air mata, bila tanah habis terampas. Sejak semula, bumi adalah ibu yang melahirkan anak-anak manusia sebagai saudara. Akan tetapi persaudaraan itu pun dapat dengan mudahnya berubah menjadi perseteruan sia-sia, bila anak-anak manusia lupa pada ikatan sakral dan nilai-nilai luhur itu, lalu sibuk berlomba mengejar siapa paling besar di antara mereka,” jelas Jemmi dalam siaran tertulis.

Lirik lagu Ten ditulis dalam bahasa Teuwa, bahasa tua dari Yamahaipate, Negeri Ulahahan, di Pulau Seram. Chalvin Papilaya (1992-2023) menulis lirik lagu ini lalu menggarap musiknya bersama Archa yang waktu itu masih berformat trio (Delon Imlabla, Chalvin Papilaya, Art Waifitu).

“Dalam naskah terjemahan bahasa Indonesia yang ia tinggalkan, ada beberapa kata dan frasa-frasa kunci tetap disalinnya dalam bahasa Teuwa. Baru pada percakapan panjang dengan Art Waifitu, adik juga sahabat Chalvin, yang menemaninya selama di Negeri Ulahahan, Archa mendapat kejelasan tentang arti kata-kata, frasa, juga konteks kultural dan maknanya,” tutur Jemmi.

Ten berarti menangis, dan itulah nyanyian pertama semua anak manusia. Lagu ini dipersembahkan kepada pendengar dan kepada kehidupan yang tak sekali dua kali harus kita tangisi, tetapi tetap kita cintai dan kita perjuangkan—seharusnya.