Kisah Penyelamatan Empat Bocah yang Terjebak 40 Hari di Hutan Amazon
JAKARTA - Tiada yang menginginkan terjebak di tengah Hutan Amazon. Barang siapa yang tak sengaja terjebak di sana, niscaya takkan selamat. Namun, peringatan itu tak berlaku bagi empat orang bocah asal Kolombia: Lesly Jacobo Bonbaire (13 tahun), Solecni Ranoque Mucutuy (Sembilan tahun), Tien Noriel Ronoque Mucutuy (empat tahun), dan Christian Neryman Ranoque (satu tahun).
Keempatnya mampu lolos dari petaka. Pesawat yang ditumpangi jatuh dan mereka mampu bertahan di rimba Amazon selama 40 hari.
Hidup sebagai pilot penerbangan perintis adalah pekerjaan berisiko. Hernando Murcia mengakuinya. Namun, pengalaman mumbuatnya terbiasa. Ia bahkan terbiasa terbang menghubungkan antara satu wilayah di Amazon ke wilayah lainnya.
Ia pun mau mengambil risiko besar ke suatu wilayah paling berisiko, asal perusahaannya tempatnya bernaung, Avianline Charters merestui. Murcia mendapatkan tugas menerbangkan pesawat Cessna ke wilayah Araracuara.
Ia mulanya mendapatkan misi menjemput anggota perusahaan multi nasional. Namun, pihak militer menginstruksikan Murcia untuk mengangkut tetua adat, Herman Mendoza dan satu keluarga suku Huitoto.
Mereka adalah Magdalena dan empat orang anaknya, Lesly, Solecni, Tien, dan Christian. Nyawa mereka terancam karena menjadi target kelompok pemberontak. Pesawat yang ditumpangi Murcia dan keluarga suku Huitoto lepas landas pada pukul 07:00 pagi.
Proses lepas landas itu berjalan lancar. Mereka yang berada di atas Cessna tak memiliki firasat apa-apa. Magdalena dan anak-anaknya pun ingin segera cepat sampai ke San José del Guaviare. Namun, masalah muncul kala mereka berada di atas wilayah Caqueta.
Mesin pesawat yang mereka tumpangi tiba-tiba mati. Murcia mencoba tak panik. Ia mencoba menerapkan tindakan sesuai jalurnya. Ia mengirimkan pesan mayday. Ia meminta untuk melakukan pendaratan darurat di sungai.
Nasib tiada yang tahu. Pesan itu nyatanya jadi kabar terakhir dari Murcia dan keluarga suku Huitoto. Berita itu segera jadi berita hangat di Kolombia. Khalayak umum ingin supaya pemerintah segera bergerak melakukan evakuasi. Syukur-syukur korban bisa selamat semuanya.
“Ketika sebuah pesawat jatuh di Kolombia, tanggung jawab untuk menemukannya biasanya berada di tangan Otoritas Penerbangan Sipil, yang akan mengatur pengiriman tim penyelamat oleh militer dan angkatan udara. Namun, wilayah Amazon yang luas dan bahaya yang unik membuat awalnya dianggap terlalu berisiko untuk mengirim seseorang dengan berjalan kaki.”
“Hanya angkatan udara yang dikerahkan, dan mereka mengirim pesawat pengintai ke atas hutan dekat Cachiporro, dengan harapan dapat menemukan reruntuhan atau kemungkinan korban selamat. Sementara itu, Freddy Ladino, pendiri Avianline Charters, mengirimkan beberapa pesawatnya yang lain untuk melakukan upaya pencarian. Namun, baik Avianline maupun angkatan udara tidak melihat tanda-tanda kecelakaan: tidak ada puing, tidak ada asap, tidak ada jalur yang terlihat melalui kanopi hutan hujan,” ungkap William Ralston dalam tulisannya di The Guardian berjudul Forty Days Lost in the Rainforest: Colombia’s Miracle Rescue (2024).
Empat Bocah Bertahan Hidup
Pemerintah pun bergerak melakukan misi penyelamatan. Tim SAR pun diturunkan. Militer tak lupa dilibatkan. Mau tak mau pemerintah juga mengandalkan ratusan sukarelawan dari kelompok masyarakat setempat.
Masalah muncul. Banyaknya kelompok yang turun tangan justru menghambat pencarian. Kejadian kekeliruan sering terjadi. Ambil contoh saat kelompok militer menemukan sisa perapian. Temuan itu diduga dibuat oleh para korban, tapi setelah ditelusuri justru bekas dari elemen sukarelawan.
Pencarian korban mulai mendapatkan hasil pada 15 Mei 2023. Personel tim SAR berhasil bangkai pesawat yang jatuh. Pesawat tersebut ditemukan dalam posisi vertikal menghunjam ke tanah. Bagian baling-balingnya terpisah dari fuselage (badan pesawat).
Tak jauh dari pesawat tim SAR menemukan ada tiga mayat. Mayat itu masing-masing adalah Magdalena, Murcia, dan tetua suku, Mendoza. Misteri menyeruak. Keempat anak tak ada dalam lokasi. Mereka dianggap telah masuk ke dalam hutan. Suatu langkah yang dianggap paling berbahaya.
Semuanya karena belantara Amazon dipenuhi oleh hewan buas macam ular anaconda dan jaguar yang dapat memangsa mereka. Rakyat Kolombia pun mulai putus asa. Beberapa di antara mereka mulai mencoba membantu dengan menyewa jasa ‘orang pintar.’
Upaya itu dianggap opsi penting. sebab, kepercayaan setempat masih mempercayai hal mistik. Saran coba diikuti. Istimewanya jejak telapak kaki anak-anak ditemukan berkat jasa orang pintar. Jejak itu menuntunnya ke arah empat orang anak pada hari ke-40 pencarian.
Keempatnya dalam kondisi menyedihkan. Mereka kurus dan kedinginan. Tim SAR pun mengorek fakta bahwa ibunya baru meninggal dunia pada hari ke-4. Ibunya yang sekarat berpesan untuk pergi mencari bantuan.
Amanat itu dilakukan dengan baik oleh Lesly. Ia ambil peranan besar menjaga adik-adiknya. Ia mengenal hutan dengan baik. Hal itu bukan hal aneh karena masyarakat adat Huitoto belajar berburu, memancing, dan mengumpulkan makanan di hutan sejak usia dini.
Baca juga:
Ia mampu mencarikan makanan untuk adik-adiknya sehingga dapat selamat, dari biji-bijian dan buah-buahan. Berita penyelamatan mereka kemudian menghebohkan seisi Kolombia.
“Carlos Rincon, dokter militer yang memeriksa anak-anak tersebut, mengatakan bahwa mereka selamat dengan hanya luka-luka kecil dan lecet. Dalam foto-foto yang dirilis oleh pemerintah pada hari Jumat, anak-anak tersebut tampak kurus kering dan dokter mengatakan bahwa mereka belum menerima makanan padat. Ia mengatakan bahwa ia memperkirakan mereka dapat keluar dari rumah sakit dalam waktu dua hingga tiga minggu.”
“Menteri Pertahanan Ivan Velasquez, yang merupakan salah satu pejabat yang mengunjungi anak-anak tersebut. Ia memuji anak tertua, Lesly 13 tahun, karena telah memastikan kelangsungan hidup adik-adiknya,” ujar Genevieve Glatsky dalam buku Colombian Children Rescued From Jungle Are Said to Be in Good Health (2023).