Realisasi Investasi Capai Rp829,9 Triliun, Airlangga Dorong Aliran Dana ke Padat Karya

JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan realisasi investasi semester I 2024 cukup bagus lantaran mencapai Rp829,9 triliun atau naik 22,3 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.

"Ya tentu kan bagus saja, namanya naik ya bagus," jelasnya kepada awak media, Senin, 29 Juli.

Selain itu, Airlangga menyampaikan pada beberapa tahun terakhir terdapat aliran investasi yang signifikan pada industri Baja yang merupakan industri yang membutuhkan investasi besar dalam aset modal, namun hal tersebut belum dibarengi dengan realisasi penciptaan lapangan kerja secara langsung.

"Kan investasi yang terakhir kan kita lihat semuanya di industri baja. Baja itu industri yang capital intensive," ucapnya.

Oleh sebab itu, Airlangga menyampaikan bahwa perlu terus mengembangkan industri padat karya di samping industri padat modal, seperti industri tekstil dan fesyen. Langkah ini diperlukan mengingat realisasi investasi yang masuk berfokus pada industri padat modal.

"Jadi harus dibarengi dengan investasi yang labor intensive (padat karya)," ujarnya.

Airlangga menyampaikan pemerintah tengah mengembangkan industri semikonduktor di tanah air dan sedang memasuki fase terakhir, yaitu testing berupa pengetesan dan pabrikasi.

"Salah satu labor intensive kan terkait dengan di semikonduktor tapi di fase terakhir, testing dan pabrikasi. Nah ini yang terus lagi kita dorong," tuturnya.

Untuk mendukung industri padat modal, Airlangga menyampaikan pemerintah telah mempersiapkan politeknik, untuk mendukung smelter di Morowali, Sulawesi Tengah, pemerintah mendirikan Politeknik Industri Logam Morowali.

“Nah pada waktu di (kementerian) perindustrian kan kita bangun politeknik di Morowali. Kita juga harus bangun misalnya petrokimia di Cilegon, Banten,” kata dia.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta W. Kamdani menyoroti kualitas dan produktivitas pekerja yang dihasilkan dari investasi. Dalam paparannya, selama lima tahun terakhir besaran investasi tak mencerminkan serapan tenaga kerja.

Pada 2019, realisasi investasi yang masuk ke Indonesia sebesar Rp 809,2 triliun mampu menyerap 1.033.835 pekerja atau 1.277 pekerja per triliun. Setahun setelahnya, 2020, realisasi investasi Rp 826,3 triliun mampu menyerap 1.156.361 pekerja atau 1.371 pekerja per triliun.

Pada 2021, investasi sebesar Rp 901 triliun menghasilkan 1.207.893 pekerja atau 1.340 pekerja per triliun. Pada 2022, investasi sebesar Rp1.207 triliun menyerap 1.305.001 pekerja atau 1.081 pekerja per triliun. Sementara itu, pada 2023, investasi sebesar Rp1.418, 9 triliun yang masuk menghasilkan 1.823.543 pekerja atau 1.285 pekerja per triliun.

Padahal, pada 2013, dengan investasi sebesar Rp398,3 triliun, lapangan kerja yang dihasilkan bisa menyerap 1.829.950 pekerja. “Kecenderungan penyusutan daya serap tenaga kerja yang tinggal seperempat hanya dalam sembilan tahun,” tulis Shinta.