Pembentukan Panitia Khusus Angket Haji: Evaluasi Dilandasi Dendam Politik?

JAKARTA – Pembentukan Panitian Khusus (Pansus) Angket Haji oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bertujuan sebagai evaluasi agar penyelenggaraan haji di tahun-tahun berikutnya menjadi lebih baik. Namun, sejumlah pengamat menilai pansus haji kental dengan aroma politis.

DPR RI telah menyetujui pembentukan pansus haji dalam sidang paripurna ke-21 masa persidangan V, pada 9 Juli 2024. Adalah Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar yang mengetok palu tanda setuju setelah menanyakan ke peserta sidang.

“Kini saatnya kami menanyakan kepada sidang dewan apakah pembentukan dan susunan nama-nama keanggotaan pansus angket pengawasan haji sebagaimana yang diusulkan dapat kita setujui?” tanya Muhaimin, yang juga menjadi Ketua Tim Pengawas Haji 2024.

Ketua Timwas Haji DPR RI Abdul Muhaimin Iskandar saat mengecek tenda jemaah haji di Arab Saudi. (ANTARA/HO-DPR)

Pertanyaan tersebut kompak dijawab “setuju” oleh peserta sidang yang hadir. Dijelaskan Cak Imin, anggota pansus haji 2024 diisi oleh 30 orang anggota DPR. Komposisi pansus haji tersebut berisi tujuh anggota dari PDIP, sedangkan masing-masing empat orang dari Golkar dan Gerindra. PKB, Nasdem, Demokrat, PKS masing-masing tiga orang. Dua orang lainnya dari PAN dan satu dari PPP.

Namun di sisi lain, pansus haji dinilai kental bernuansa politis, bahkan dianggap sebagai ajang untuk menuntaskan dendam pribadi di masa Pemilihan Presiden 2024.

“Mereka (Gus Imin dan Gus Yaqut) berasal dari rahim organisasi yang sama yaitu Nahdlatul Ulama (NU). Namun pada Pemilu 2024 keduanya berbeda pilihan politik dan cenderung berseberangan,” kata Direktur Eksekutif Lembaga Survei dan Konsultan Indopol, Ratno Sulistiyanto dalam keterangannya.

Masalah Penyelenggaraan Haji yang Berulang

Tim pengawas haji (timwas haji) DPR yang dipimpin langsung Muhaimin Iskandar menemukan beberapa permasalahan memprihatinkan yang terulang di tiap penyelenggaraan haji di Tanah Suci. Mulai dari masalah pemondokan, katering, tenda, akses air dan toilet, kesehatan, dan transportasi yang tidak hanya mendera jemaah haji regular, namun juga jemaah haji khusus.

Selain itu, masalah jemaah haji ilegal yang tidak menggunakan visa haji resmi juga menjadi sorotan. Tidak sedikit jemaah yang menggunakan bisa umrah yang overstay, visa kunjungan, maupun visa ziarah yang justru menyalahi aturan.

Satu permasalahan utama dalam penyelenggaraan haji tahun ini adalah adanya tambahan kuota sebesar 20.000 jemaah baru yang diberikan Pemerintah Arab Saudi.

Namun anggota timwas haji DPR, Wisnu Wijaya, mengatakan ada dugaan penyalahgunaan tambahan kuota haji oleh Kementerian Agama pimpinan Yaqut Cholil Qoumas yang terindikasi melanggar UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.

Mengutip laman resmi DPR, dalam rapat Panja terkait penetapan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPH) 1445 h/2024 M bersama Menteri Agama pada 27 November 2023 menyepakati kuota haji Indonesia sebanyak 241.000 jemaah, dengan rincian jemaah haji regular sebanyak 221.720 orang dan jemaah haji plus 19.280 orang.

Tenda jemaah haji asal Indonesia yang beristirahat mirip barak pengungsian di Mina, Arab Saudi, Senin (17/6/2024). (ANTARA/HO-Humas DPR RI)

“Namun demikian dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi VIII DPR bersama Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah pada 20 Mei 2024 terungkap Kementerian Agama menetapkan secara sepihak kuota haji reguler menjadi 213.320 dan kuota haji khusus menjadi 27.680. Dengan kata lain, mengurangi jatah kuota haji reguler sebanyak 8.400 orang karena dialihkan untuk jemaah haji khusus,” beber Wisnu.

Dengan begitu, Wisnu menilai tindakan sepihak Kemenag terindikasi melanggar UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah. Pada Pasal 64 Ayat (2) disebutkan bahwa kuota haji reguler 92 persen dan kuota haji khusus sebesar 8 persen dari total kuota haji Indonesia. Artinya, jika kuota haji sebanyak 241.000 maka kuota haji khusus seharusnya hanya 19.280 orang.

Di sisi lain, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menegaskan kesiapannya mengikuti proses evaluasi penyelenggaraan haji lewat Pansus Haji.

"Ya kita ikuti saja. Itu proses yang disiapkan konstitusi kan. Jadi kita ikuti saja," ujar Menag Yaqut, dikuti dari laman Kemenag.

Ia juga menyampaikan kesediaannya untuk memberikan laporan penyelenggaraan haji. "Jadi semua proses akan kita laporkan kan. Mulai dari persiapan sampai pelaksanaan ibadah haji akan kita sampaikan. Apa adanya," imbuhnya.

Cak Imin vs Gus Yaqut?

Pembentukan pansus haji sebenarnya adalah hal yang wajar jika melihat segala permasalahan dalam penyelenggaraan haji, yang selalu berulang hampir setiap tahunnya. Harapannya, jemaah haji Indonesia bisa mendapat pelayanan lebih baik di tahun-tahun yang akan datang.

Namun, pansus haji menjadi dipandang berbeda karena publik menilai ada aroma politis di dalamnya. Ada nuansa balas dendam, kabarnya.

Muhaimin Iskandar termasuk yang paling getol menggaungkan supaya dibentuknya Pansus Haji. Di saat yang sama, publik membuka kembali lembaran Pemilu 2024. Saat itu, Gus Imin dan Menag Yaqut diketahui berseberangan meski keduanya sama-sama dari organisasi NU.

Saat Pilpres 2024, Cak Imin kabarnya tidak mendapat dukungan dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang diketuai Yahya Cholil Staquf alias Gus Yahya, yang tidak lain kakak dari Menag Yaqut. Sedangkan Gus Yaqut juga dinilai berperan penting dalam kemenangan Paslon 02 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka di basis NU Jawa Timur dan Jawa Tengah.

Pada Pilpres 2024 pasangan Anies Baswedan-Cak Imin di Jawa Timur hanya meraih 4,49 juta suara, tertinggal jauh dari suara Paslon 02 yang melesat mencapai 16,7 juta suara. Ini fakta menarik bahwa Prabowo-Gibran mampu menang telak di lumbung suara PKB. Bagi Cak Imin, hasil Pilpres dan Pileg 2024 di Jawa Timur adalah tragedi.

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) periode 2021-2026 Yahya Cholil Staquf (kanan) bersama Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menghadiri penutupan Muktamar NU ke-34 di UIN Raden Intan, Lampung, Jumat 24 Desember 2021. (ANTARA/Hafidz Mubarak A)

“Dalam politik apapun dapat dijadikan alasan. Nah, terkait perbedaan pandangan tentang pembagian kuota haji, Cak Imin melihat ini sebagai celah untuk ‘memberi pelajaran’ bahkan boleh dibilang sebagai serangan balik kepada Gus Yaqut,” ujar Direktur Eksekutif Lembaga Survei dan Konsultan Indopol, Ratno Sulistiyanto dalam keterangannya.

Hal senada juga diungkapkan pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Zaki Mubarak. Ia menilai pembentukan pansus haji adalah hal positif jika melihat berbagai permasalahan yang terjadi, mulai dari keterlambatan penerbangan haji, penyalahgunaan visa, hingga yang paling parah alokasi kuota haji tambahan yang menyalahi aturan.

Tapi ia tidak menampik pembentukan pansus ini kental nuansa politis jika melihat hubungan Cak Imin dan Menag Yaqut yang memanas terkait dinamika internal PKB.

“Kubu Gus Yaqut dan Gus Yahya membaca timwas haji dan pansus-nya Cak Imin sebagai serangan balik, dengan menghantam Kementerian Agama. Sudah ditunggangi interest politik tertentu. Jadi nuansa politisnya kuat, jika itu benar sangat disayangkan,” ujar Zaki.

Zaki menilai sangat tidak pantas jika perselisihan internal mereka diseret ke dalam pansus karena justru akan merusak citra NU. Menurutnya, perseteruan keluarga besar Nahdliyin diselesaikan baik-baik secara internal.

Untuk itu ia mendorong masyarakat untuk terus memantau pansus haji yang dimotori Cak Imin. Ia berharap jangan sampai pansus keluar dari jalurnya, yaitu semata-mata demi perbaikan pelayanan haji.

"Sebaiknya pula para politisi bekerja profesional dan menjaga integritasnya dengan tidak mempolitisasi Pansus Haji demi kepentingannya sendiri. Pengawasan publik karenanya sangat penting," kata Zaki lagi.