Mafia Impor China Bikin Industri Tekstil Anjlok, Pengusaha Minta Pertangungjawaban Ditjen Bea Cukai

JAKARTA - Para pelaku industri kecil dan menengah (IKM) serta pekerja tekstil dan produk tekstil (TPT) mendesak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai bertanggung jawab atas banjir produk ilegal China akibat mafia impor.

Ketua Ikatan Pengusaha Konveksi Berkarya (IPKB) Nandi Herdiaman menyebut, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Askolani dan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menjadi pihak yang harus bertanggung jawab atas kondisi IKM dan industri TPT nasional saat ini. Bea Cukai selama ini dianggap membiarkan penyelundupan pakaian impor ilegal melalui sejumlah modus.

"Askolani seakan membiarkan penyelundupan melalui modus impor borongan, pelarian HS dan under invoicing dilakukan oleh jajaran di sekelilingnya," ujar Nandi dalam keterangan tertulisnya, Sabtu, 6 Juli.

Selain itu, Nandi juga menuding bahwa Menkeu Sri Mulyani telah membiarkan Bea Cukai dijadikan sarang persekongkolan mafia impor. Para IKM dan pekerja TPT pun mendesak aparat penegak hukum untuk menindak para pihak yang terlibat dalam impor ilegal.

"Termasuk, perusahaan logistik rekanan Bea Cukai yang barangnya selalu masuk jalur hijau," katanya.

Di sisi lain, para IKM dan pekerja tekstil yang terlibat dalam aksi unjuk rasa di Bandung pada Jumat, 5 Juli 2024, mendorong pemerintah untuk mencabut Permendag Nomor 8 Tahun 2024 dan kembali memberlakukan Permendag 36/2023 yang dianggap lebih berpihak melindungi produk tekstil dalam negeri.

Mendag Zulhas diminta lebih aktif dalam menyita berbagai barang impor ilegal yang diperjualbelikan secara online maupun offline. Bahkan, mereka juga mendesak agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk langsung turun tangan menyelesaikan persoalan industri TPT nasional dan impor ilegal.

Sebelumnya, industri tekstil dan produk tekstil (TPT) nasional mengalami kontraksi pada Juni 2024 ini. Sekretaris Direktorat Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Kris Sasono Ngudi Wibowo menyebut, salah satu penyebab utama di industri TPT adalah maraknya produk-produk tekstil impor yang seringkali berupa barang ilegal.

Banjir produk impor dinilai makin menjadi-jadi semenjak Permendag 8/2024 yang merelaksasi kegiatan impor berlaku. Alhasil, industri tekstil menjadi satu-satunya subsektor yang mengalami kontraksi berdasarkan Indeks Kepercayaan Industri (IKI) dari Kemenperin pada Juni 2024.

"Dari 23 subsektor yang dipotret melalui survei indeks kepercayaan industri (IKI) ini, satu di antaranya kontraksi. Yang kontraksi ada di Direktorat Jenderal IKFT, khususnya ada di KBLI 13 yaitu industri tekstil," ujar Kris yang dikutip Jumat, 28 Juni.

Sebagai upaya penyelamatan, Kemenperin telah bersurat kepada Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk merumuskan kebijakan pengamanan beberapa komoditas, termasuk TPT, melalui instrumen Bea Masuk Antidumping (BMAD) dan Bea Masuk Tindak Pengamanan (BMTP).

Rencana pemberlakuan kedua instrumen ini juga dibahas dalam rapat terbatas (ratas) kabinet bersama Presiden Joko Widodo (Jokowi) beberapa waktu lalu.

"Kami terus melakukan rapat intens dengan Kemenkeu dan masih menunggu hasilnya," kata dia.

Meski begitu, belum ada keterangan pasti kapan BMAD dan BMPT tersebut diberlakukan, termasuk besaran nilainya. Namun, Kemenperin berharap kebijakan tersebut berlaku secepatnya dengan besaran yang maksimal.