Perbedaan PBB P2 dan PBB P3 dari Wewenang hingga Tarifnya

YOGYAKARTA – Di Indonesia, kepemilikan hak, penguasaan, dan perolehan manfaat suatu tanah akan dikenai pajak yang dinamaka dengan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Pajak PBB ini wajib dibayarkan oleh pemilik tanah dan bangunan. PBB sendiri memiliki dua sistem pengenaan yakni PBB P2 dan PBB P3. Lalu apa pengertian dan perbedaan PBB P2 dan PBB P3?

Perbedaan PBB P2 dan PBB P3

Secara umum PBB P2 dan PBB P3 adalah dua sistem pengelolaan dalam PBB. Dua sistem tersebut muncul sejak adanya Undang Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang disahkan 15 September 2019 lalu.

Sebelum disahkan PDRD, pungutan yang dilakukan di seluruh sektor PBB merupakan wewenang daerah. Namun saat ini wewenang dibagi menjadi dua yakni untuk pusat dan daerah. Secara umum perbedaan PBB P2 dan PBB P3 ada pada wewenang, objek, dan tarif masing-masing sistem. Berikut penjelasannya.

  1. Wewenang

Yang paling membedakan antara PBB P2 dan P3 adalah wewenang pemungutnya. Wewenang PBB P3 adalah pemerintah pusat, sedangkan PBB P2 wewenangnya ada pada pemerintah daerah.

  1. Objek Pajak

Pajak yang dikenakan pada PBB P2 maupun P3 memiliki objek yang berbeda. Objek P2 diatur di Pasal 24 UU No. 1 Tahun 2022. Dalam UU tersebut dikatakan bahwa objek PBB P2 adalah bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.

Ada beberapa hal yang dikecualikan dalam objek PBB P2. Objek yang dikecualikan merupakan kepemilikan, penguasaan, dan/atau pemanfaatan atas beberapa hal yakni sebagai berikut.

  • Kantor pemerintah, kantor pemerintahan daerah, dan kantor penyelenggara negara yang tercatat sebagai barang milik negara atau barang milik daerah.
  • Bumi dan/atau bangunan yang dimanfaatkan untuk kepentingan umum bidang keagamaan, panti sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional, yang bukan untuk kepentingan profit
  • Dimanfaatkan untuk makam, peninggalan purbakala, atau yang sejenis.
  • Hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak
  • Digunakan oleh perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik.
  • Dipakai badan atau perwakilan lembaga internasional yang ditetapkan dengan peraturan menteri
  • Untuk jalur kereta api, moda raya terpadu (Mass Rapid Transit), lintas raya terpadu (Light Rail Transit), atau yang sejenis
  • Bumi dan/atau bangunan tempat tinggal lainnya berdasarkan NJOP tertentu yang ditetapkan oleh kepala daerah
  • Bumi dan/atau bangunan yang dipungut pajak bumi dan bangunan oleh pemerintah.

Sedangkan objek PBB P3, diatur di Pasal Peraturan Menteri Keuangan No. 186/PMK.03/2019 (PMK-186/2019). Berdasarkan Permen tersebut objek PBB P3 diklasifikasikan menjadi beberapa yakni sebagai berikut.

  • Objek pajak PBB sektor perkebunan
  • Objek pajak PBB sektor perhutanan
  • Sektor Pertambangan Minyak dan Gas Bumi
  • Sektor Pertambangan untuk Pengusahaan Panas Bumi
  • Sektor Pertambangan Mineral atau Batubara
  • Sektor lain selain yang telah disebutkan di atas yang ada di wilayah perairan NKRI meliputi pedalaman, perairan kepulauan, laut terutorial, Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, atau perairan di dalam Batas Landas Kontinen Indonesia dan selain objek PBB Perdesaan dan Perkotaan.
  1. Tarif

Berdasarkan aturan baru yakni Undang Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HKPD) Nomor 1 Tahun 2022, tarif maksimal untuk PBB-P2 yakni 0,3 persen. Besar nominalnya juga bervariasi karena menyesuaikan kebijakan pemerintah daerah (pemda) setempat.

Sedangkan untuk PBB-P3 tarif yang dikenakan lebih besar dan dikenai tarif tunggal yakni sebesar 0,5 persen.

Itulah beberapa perbedaan PBB P2 dan PBB P3. Kunjungi VOI.id untuk mendapatkan informasi menarik lainnya.