Pemindahan ke IKN Nusantara Bukan Jaminan Pemerataan Pembangunan

JAKARTA – Tanggal 17 Agustus 2024 bisa menjadi tonggak sejarah di era Presiden Joko Widodo. Ya, untuk kali pertama upacara peringatan HUT Kemerdekaan RI direncanakan digelar di Ibu Kota Indonesia yang baru, Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kalimantan Timur.

Menurut Plt Wakil Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara (OIKN), Raja Juli Antoni, meski masih dilakukan secara hybrid, perayaan HUT Ke-79 Kemerdekaan Republik Indonesia di IKN merupakan upacara selamat datang kepada ibu kota baru.

Dia mengungkapkan, untuk di IKN akan dihadiri Presiden Joko Widodo bersama dengan Presiden Terpilih Prabowo Subianto, sedangkan di Jakarta digelar bersama Wakil Presiden Ma'ruf Amin dengan Wakil Presiden Terpilih, Gibran Rakabuming Raka.

“Ini adalah upacara transisi untuk mengucapkan selamat datang kepada ibu kota baru. Tahun 2025 upacara baru sepenuhnya berlokasi di IKN,” ujar Raja Juli, Sabtu 15 Juni lalu.

Meski akhirnya mampu menjadi tempat upacara HUT Kemerdekaan RI ke-79, pembangunan IKN Nusantara yang menelan anggaran Rp501 triliun memantik kontroversi publik. Bahkan, dalam debat capres menjelang Pilpres 2024, Anies Baswedan melontarkan kritikan terhadap proyek IKN.

Anies menyatakan, meninggalkan Jakarta dan memindahkan ibu kota tidak akan secara otomatis menyelesaikan masalah yang ada, melainkan harus diselesaikan secara langsung. Apalagi, dalam prosesnya termasuk pembuatan UU IKN tidak melewati dialog publik.

“Inilah salah satu contoh yang tidak melewati dialog publik yang lengkap. Oke? Sehingga dialognya sesudah jadi UU,” tukasnya, 12 Desember 2023 silam.

Apa yang menjadi sorotan Anies mungkin ada benarnya. Peneliti Pusat Riset Politik BRIN, Dini Suryani mengungkapkan, berdasarkan dari hasil penelitian yang dilakukannya, banyak hal dalam proses penyiapan IKN sendiri yang dibuat dengan sangat cepat dan terburu-buru. Contohnya, dokumen Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) yang normalnya dibuat dalam waktu 1 tahun, untuk IKN selesai hanya dalam 3 bulan.

Selain itu, masyarakat adat di kawasan terkait banyak yang mengaku tidak dilibatkan sepenuhnya saat masa-masa awal IKN ditetapkan. Beberapa di antaranya mengaku awalnya senang melihat jalanan mereka diperbaiki. Akan tetapi, tidak sedikit yang kaget karena tiba-tiba patok batas tertanam di depan halaman rumahnya.

“Ketika IKN hadir jalan dibuka kemudian bagus, mereka senang karena ekonomi jadi lebih lancar. Tetapi ketika terkait rumah lain lagi karena ini konsultasi publiknya minim. Jadi ketika KIPP, titik nol dibangun tiba-tiba di depan rumah salah satu narsum kami sudah ada patok padahal itu rumah pribadi. Dia kaget karena merasa tidak pernah diberi tahu. Jadi untuk masyarakat sekitar mix feeling di satu sisi senang, di sisi lain insecure nasib ke depan,” terang Dini, Sabtu 15 Juni 2024.

Proyek IKN Bukan Kehendak Rakyat

IKN (Foto: Dok. Antara)

Dekan Fakultas Manajemen Pemerintahan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), Halilul Khairi menilai, rencana pemerintah pemindahan ibu kota ke IKN dilakukan bukan atas kehendak dan permintaan rakyat. Sebab, saat Presiden Jokowi berkampanye dulu, tidak pernah menyinggung soal wacana pemindahan ibu kota. Belakangan ketika menjabat, wacana tersebut mencuat kemudian direalisasikan dengan dimulainya proyek pembangunan IKN.

Seharusnya, kata dia, pemerintah mempertanyakan dahulu ke rakyat soal wacana pemindahan ibu kota, sebagai bentuk meminta persetujuan dan pandangan dari masyarakat. Adapun mekanismenya, pemerintah bisa melakukan melalui DPR yang notabene adalah representasi dari kedaulatan rakyat.

“Konsepnya ketika pemerintah menyusun strateginya itu, harus mendapat persetujuan dari rakyat. Melalui apa? Melalui DPR sebagai lembaga representasi kedaulatan, karena rakyat yang 270 juta tidak mungkin dikonsultasikan,” tutur Halilul.

Dia juga menyoroti fungsi DPR yang dinilai kurang berperan sebagai lembaga legislasi dalam menghimpun aspirasi dan pandangan masyarakat terkait rencana pemindahan ibu kota. Halilul menegaskan, DPR merupakan wadah bagi masyarakat yang perlu selalu bertanya kepada rakyat terkait setiap kebijakan yang akan diambil oleh pemerintah.

“Tanya kepada rakyat. DPR itu digaji dari uang rakyat untuk apa? Untuk datang bertanya, untuk dibayar. Reses itu saya dengar sampai ratusan juta loh. Nah setelah ditanya, dia buat kebijakannya itu untuk dijalankan oleh presiden. Karena presiden tidak berwenang membuat kebijakan yang berkaitan dengan tujuan rakyat,” beber Halilul.

Dia menekankan, sejatinya baik DPR maupun presiden tidak memiliki visi dan misi, yang ada hanyalah visi dan misi negara yang dititipkan oleh rakyat. Artinya, tujuan pemerintah adalah mencapai tujuan negara, sehingga akan berbahaya jika negara justru memiliki tujuan yang berbeda dengan rakyatnya.

“Jadi hadirnya pemerintah itu adalah untuk mengelola kehidupan bersama dalam rangka mencapai tujuan negara. Dia menyusun strategi, menyusun pilihan-pilihan kebijakan untuk mencapai tujuan negara tadi,” imbuhnya.

Menilik ke belakang, proses penyusunan dan pengesahan UU IKN sebagai landasan hukum proyek IKN memang tergolong cepat. Mengacu pada laman resmi DPR RI, pada 7 Desember 2021, Panitia Khusus (Pansus) RUU IKN memulai pembahasan resmi dengan melibatkan berbagai kementerian terkait.

Ketua Pansus, Ahmad Doli Kurnia memaparkan bahwa dalam rapat kerja pada tanggal tersebut, pembahasan mencakup dialog dengan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, Menteri Keuangan, Menteri ATR BPN, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Hukum dan HAM.

Tanggal 18 Januari 2022, dalam pembicaraan tingkat I, disepakati bahwa Ibu Kota Negara akan diberi nama “Nusantara” dan selanjutnya disebut Ibu Kota Nusantara. Gerak cepat DPR dan pemerintah inilah yang kemudian memicu uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Tanggal 25 April 2022, MK menggelar sidang perdana pengujian formil UU IKN karena dianggap kurang partisipasi publik. Pemohon pada sidang ini termasuk Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dan Yayasan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI)

Dari laporan yang tercantum di laman resmi MK, dalam sidang tersebut, para pemohon menyatakan bahwa pembentukan UU IKN tidak melibatkan partisipasi secara nyata, sesuai dengan ketentuan yang dijelaskan dalam Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020.

Sayangnya, DPR seperti tak bergeming dan tetap melanjutkan proses revisi. Rapat Paripurna DPR RI Ke-7 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2023-2024 yang digelar 3 Oktober 2023 resmi mengesahkan RUU tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN) menjadi Undang-Undang (UU).

Pemindahan Ibu Kota Negara Bukan Jaminan Pemerataan

Bendera merah putih berkibar di kawasan Monumen Nasional (Monas) Jakarta. (X @TMCPoldaMetro)

Menteri PPN/Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa mengatakan bahwa pemindahan ke IKN berdasarkan adanya pemusatan tunggal di Pulau Jawa, terutama DKI Jakarta. Menurut dia, Pulau Jawa telah menjadi magnet tunggal untuk pertumbuhan perekonomian di Indonesia sejak zaman kolonial.

“Ada teori investasi, enggak akan mempan. Teori investasi itu gagal untuk mewujudkan pemerataan kalau secara struktural kondisinya seperti yang kita warisi dari kolonial, di mana hanya ada satu magnet tunggal, magnet dominan,” katanya.

Alasan lain adalah kegagalan penyebaran penduduk lewat kebijakan transmigrasi, dimana penyebaran penduduk hanya berhasil di wilayah Sumatera Barat, sedangkan di Kalimantan dan Papua gagal. Hal ini yang dianggap pemerintah menimbulkan ketimpangan sumber daya manusia, khususnya antara Jawa dan luar Jawa di bagian timur Indonesia.

“Karena memang magnet Pulau Jawa itu luar biasa. Keluarga yang dikasih lahan transmigrasi hanya bertahan selama subsidi sembako jalan terus. Setelah itu pikiran rasional mereka muncul. Bagi yang mampu akhirnya pergi ke Jawa,” tutur Suharso.

Sementara itu, Senior Lecturer in International Politics and Global Security's Studies at Murdoch University, lan D. Wilson menilai konsep pembangunan IKN merupakan suatu hal yang menarik. Tapi, dia belum dapat memahami bagaimana pemerintah mewujudkan pertumbuhan dan pemerataan RI melalui IKN. Menurutnya, banyak kasus pemindahan ibu kota yang tidak berhasil.

“Misalnya Brasilia, itu sangat menarik karena menjadi salah satu inspirasi Presiden Soekarno tentang kemungkinan untuk memindahkan ibu kota Indonesia ini. Tetapi yang banyak dicatat dan ditulis panjang lebar, Brasilia menghadapi banyak masalah, dalam soal cita-cita untuk mengkoreksi inequality bisa dikatakan tak berhasil,” ungkapnya.

Ian menyatakan, persoalan tersebut akan menjadi masalah yang sama dalam pemindahan ibu kota baru di negara-negara lainnya. Karena itu, hal ini juga menimbulkan pertanyaan baru tentang bagaimana demokrasi Indonesia dengan pembangunan IKN.

“Bagaimana ini mencerminkan pengharapan politik Indonesia. Bagaimana ini akan menentukan kualitas dan substansi Indonesia di masa depan. Terus terang bagi saya agak mengkhawatirkan untuk satu hal, bahwa kalau kami melihat apa yang terjadi di negara lain yang bikin ibu kota baru,” imbuhnya.