Raja Ampat Butuh 107 Tambat Labuh untuk Kelestarian Terumbu Karang

RAJA AMPAT - Yayasan Konservasi Indonesia menyebutkan kawasan konservasi perairan Raja Ampat di Papua Barat Daya membutuhkan setidaknya 107 tambat labuh atau mooring agar ekosistem terumbu karang tidak rusak akibat aktivitas lego jangkar.

Direktur Program Papua Konservasi Indonesia Roberth Mandosir mengatakan Raja Ampat adalah jantung terumbu karang dunia, sehingga perlu dijaga dan dilindungi secara baik.

“Perhitungan jumlah kebutuhan tambat labuh tersebut berdasarkan akses, sebaran lokasi menyelam, dan jalur pelayaran kapal-kapal pariwisata,” kata Roberth dikutip ANTARA, Sabtu, 8 Juni.

Raja Ampat memiliki kawasan konservasi seluas 1,99 juta hektare dengan titik penyelaman sekitar 300 lokasi.

Gugusan kepulauan Raja Ampat yang ditetapkan sebagai geopark dunia oleh UNESCO ini memiliki 553 spesies karang, 1.661 spesies ikan, 4 spesies penyu, 14 spesies mamalia laut, 7 spesies lumba-lumba, 6 spesies paus, satu spesies duyung, dan 25 spesies mangrove.

Pada 7 Juni 2024 dua tambat labuh dipasang di Raja Ampat yang merupakan bagian dari tahapan program Raja Ampat Mooring System (RAMS).

Pemasangan tambat labuh sebagai strategi untuk mempertahan keanekaragaman terumbu karang agar tetap stabil dan sehat di kawasan konservasi perairan Raja Ampat.

 

Penjabat (Pj) Gubernur Papua Barat Daya Mohammad Musa’ad mengatakan dua tambat labuh itu dipasang di kawasan konservasi area III Selat Dampier sebagai salah satu dari tujuh kawasan konservasi di perairan kepulauan Raja Ampat.

RAMS adalah jejaring fasilitas tambat labuh yang diperuntukkan bagi moda transportasi laut terutama yang dipergunakan untuk kepentingan pariwisata.

“Tujuan mooring agar kapal-kapal wisata tidak membuang jangkar dan merusak terumbu karang sebagai modal utama pariwisata dan perikanan, terutama adalah 'piring makan; masyarakat Raja Ampat,” ucap Musa’ad.