Illegal Drilling Semakin Marak, Ganggu Aktivitas Operasional Hulu Migas

JAKARTA - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) mengungkapkan kegiatan operasional hulu migas akhir-akhir ini terganggu dengan kembali maraknya aktivitas illegal drilling. Pasalnya dalam dalam kurun waktu 1 (satu) bulan telah terjadi rangkaian kecelakaan akibat aktivitas ilegal tersebut.

Padahal, SKK Migas dan KKKS tengah berupaya melakukan program dan kegiatan operasional yang lebih masif dan agresif di tahun 2024 dibandingkan tahun lalu demi meningkatkan produksi minyak dan gas guna mencapai target APBN 2024

Kepala Divisi Program dan Komunikasi SKK Migas, Hudi D. Suryodipuro, mengatakan, keberadaan sumur ilegal yang tidak memenuhi standar health, safety & environment (HSE) telah memunculkan persoalan kecelakaan dan kerusakan lingkungan lingkungan.

Dikatakan Hudi, meskipun penanganan aktivitas illegal drilling bukanlah tugas dan tanggung jawab SKK Migas dan KKKS, namun ketika terjadi kecelakaan di aktivitas illegal drilling, maka SKK Migas dan KKKS ikut terdampak, karena akan diminta bantuan dan dukungannya oleh instansi terkait untuk melakukan penanganan guna menghentikan kebakaran maupun pencemaran yang terjadi.

“Tidak itu saja, bahkan karena ketidaktahuan masyarakat, ketika ada kecelakaan di lokasi illegal drilling, maka seringkali masyarakat meminta SKK Migas untuk menangani dan menindak, sedangkan terkait penertiban illegal drilling bukanlah tugas dan tanggung jawab SKK Migas," terang Hudi yang dikutip Sabtu 18 Mei.

Hudi menambahkan bahwa jika dibiarkan, aktivitas illegal drilling akan meluas dan dalam jangka panjang, akan menimbulkan persepsi negatif terhadap upaya peningkatan investasi hulu migas di Indonesia.

“Karena aktivitas illegal drilling, sebagian terjadi di wilayah kerja KKKS, yang kemudian ketika SKK Migas dan KKKS melakukan penanganan untuk menghentikan kebakaran maupun pencemaran lingkungan, maka biaya-biaya yang timbul akan diambilkan dari biaya operasional KKKS, jika kecelakaan akibat aktivitas illegal tersebut terus terjadi maka tentu semakin banyak biaya yang harus dikeluarkan oleh KKKS," beber dia.

Tidak hanya biaya, kata dia, tetapi juga SKK Migas dan KKKS harus mengalokasikan sumber daya manusia (SDM) untuk menangani dampak dari kecelakaan illegal drilling, akibatnya tentu saja akan mengganggu operasional KKKS, sehingga kerja keras SKK Migas dan KKKS untuk mencapai target produksi dan lifting menjadi semakin berat.

Hudi menyampaikan harapan dari industri hulu migas agar instansi terkait dan aparat penegak hukum (APH) dapat melakukan penindakan yang tuntas atas kegiatan illegal drilling.

“Dalam 1 (satu) bulan terakhir, kami mencatat ada kejadian yang menyebabkan kecelakaan dari aktivitas yang melanggar hukum tersebut di Blora Jawa Tengah, Musi Banyuasin Sumatera Selatan, Batanghari Jambi dan lainnya," katanya.

Hudi juga memberikan apresiasi kepada aparat penegak hukum yang telah menutup dan menghentikan aktivitas ilegal tersebut dan berharap langkah tegas tersebut dapat terus dilakukan untuk menekan dan memberikan efek jera bagi para pelaku illegal drilling.

Asal tahu saja, berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), pada tahun 2021 tercatat kurang lebih 8.000 sumur ilegal di Indonesia dengan taksiran menghasilkan minyak sebesar 2.500 – 10.000 barel minyak per hari atau barrel oil per day (bopd).

Lebih lanjut, Hudi menyampaikan bahwa jika mengacu Undang Undang Minyak dan Gas Tahun 2001, kegiatan penambangan yang diperbolehkan hanya melalui Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).

"Ketentuan ini menegaskan bahwa aktivitas penambangan sumur yang dilakukan selain KKKS harus ditindak tegas secara hukum agar tidak ada lagi masyarakat yang menjadi korban jiwa," pungkas Hudi.