Qantas Setuju Bayar Denda Rp1,05 Triliun untuk Skandal Penerbangan Hantu
JAKARTA - Maskapai penerbangan Australia Qantas menyatakan bahwa pihaknya setuju untuk membayar denda sebesar 66 juta dolar AS atau setara dengan Rp1,05 triliun (asumsi kurs Rp16.023 per dolar AS).
Denda yang dijatuhkan kepada Qantas ini menyusul tuduhan maskapai tersebut menjual tiket untuk penerbangan yang telah dibatalkan atau ‘penerbangan hantu’.
Dikutip dari Channel News Asia, pembayaran denda sebesar 66 juta dolae AS atau Rp1,05 triliun yang dikenakan kepada Qantas harus menunggu persetujuan dari pengadilan.
Pengawas persaingan usaha Australia mengatakan Qantas telah mengakui bahwa mereka menyesatkan konsumen dengan mengiklankan kursi di puluhan ribu penerbangan, meskipun penerbangan tersebut dibatalkan.
Qantas juga akan memberikan kompensasi sebesar 13 juta dolar AS atau setara Rp208 miliar (asumsi kurs Rp16.023 per dolar AS) kepada 86.000 calon pemumpang yang terkena dampak pembatalan dan kegagalan penjadwalan ulang.
“Tindakan Qantas sangat buruk dan tidak dapat diterima. Banyak konsumen yang membuat rencana liburan, bisnis, dan perjalanan setelah memesan penerbangan hantu yang dibatalkan,”ujar Ketua Komisi Persaingan dan Konsumen Australia, Gina Cass-Gottlieb dikutip dari Channel News Asia, Senin, 6 Mei.
Sementara itu, Qantas mengatakan dalam beberapa kasus, pelanggan memesan penerbangan yang telah dibatalkan dua atau lebih hari sebelumnya.
Kepala eksekutif Qantas Vanessa Hudson mengatakan maskapai ini mengecewakan pelanggan dan tidak memenuhi standar perusahaan.
“Kami tahu banyak pelanggan kami yang terkena dampak dari kegagalan kami memberikan pemberitahuan pembatalan tepat waktu dan kami dengan tulus meminta maaf,” katanya dalam sebuah pernyataan.
Maskapai penerbangan nasional Qantas yang telah lama dijuluki sebagai “Spirit of Australia telah menjalankan misi untuk memperbaiki reputasinya.
Baca juga:
Maskapai ini juga menghadapi reaksi buruk dari konsumen yang dipicu oleh melonjaknya harga tiket, klaim layanan yang ceroboh, dan pemecatan 1.700 staf lapangan selama pandemi COVID-19.
Sebelumnya, Qantas membela penjualan kursi pada penerbangan yang dibatalkan. Mereka berargumen bahwa alih-alih membeli tiket untuk kursi tertentu, pelanggan membeli sekumpulan hak dan janji bahwa maskapai penerbangan akan melakukan yang terbaik untuk mengantarkan konsumen ke tempat yang mereka inginkan tepat waktu.
Sekadar informasi, Qantas tercatat membukukan laba tahunan sebesar 1,1 miliar dolar AS pada tahun lalu, dan membatasi pemulihan finansial besar-besaran setelah turbulensi perjalanan selama bertahun-tahun akibat pandemi Covid-19.
Sementara, Kepala eksekutif veteran Alan Joyce mengumumkan pensiun dini di tengah rentetan kritik pada bulan September tahun lalu.