Tim Hukum PDIP Soal Sidang Pendahuluan di PTUN Hari Ini: Proses Sengketa Pemilu Tak Hanya di MK

JAKARTA - Tim Hukum PDI Perjuangan (PDIP) menyebut sengketa pemilu juga bisa ditangani di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Sehingga, mereka siap membeberkan sejumlah bukti kecurangan yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku pihak tergugat.

Hal ini disampaikan Ketua Tim Hukum PDI Perjuangan Gayus Lumbuun sebelum mengikuti sidang pendahuluan pemeriksaan kelengkapan administrasi. Adapun perkara ini terdaftar dengan nomor perkara 133/G/TF/2024/PTUN.JKT.

“Sekarang saya ulangi lagi jalur proses sengketa pemilu itu tidak hanya di MK bahwa putusan MK sudah final dan binding kita hormati, tetapi ada dua lainnya bagaimana proses pemilu ini berlangsung apakah ada kesalahan-kesalahan terjadi," kata Gayus kepada wartawan di Gedung PTUN, Jakarta Timur, Kamis, 2 Mei.

Gayus menyebut sidang yang berjalan akan diisi pemeriksaan administrasi persidangan. “Antara lain siapa pemberi kuasa, siapa menerima kuasa, bentuk-bentuk apa yang diajukan itu persidangan hari ini,” tegasnya.

Persidangan disebutnya juga bakal dilakukan secara tertutup. “Kami yang terkait nanti apa saja yang dikehendaki untuk dipahami oleh PTUN dan oleh pihak tergugat akan terungkap nanti dasar-dasarnya kevalidan dari pihak terkait itu bisa,” ujar Gayus.

Gayus memastikan timnya sudah menyiapkan berbagai bukti dan saksi terkait kecurangan yang terjadi. Di antaranya soal KPU sebagai tergugat menggunakan PKPU Nomor 19 Tahun 2023 atau aturan lama ketika menerima putra Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres pendamping Prabowo Subianto.

Lebih lanjut, Gayus berharap PTUN bisa mengabulkan gugatannya. Kalau sudah begini, pelantikan pasangan terpilih Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka bisa ditunda oleh MPR RI.

“Rakyat yang diwakili di Senayan di legislatif yaitu MPR wadahnya seluruh rakyat mempunyai keabsahan berpendapat itu ada di sana diwakili. Dia akan memikirkan apakah sebuah produk yang diawali dengan melanggar hukum itu bisa dilaksanakan, kami berpendapat, ya, bisa iya, juga bisa tidak, karena mungkin MPR tidak mau melantik, ini yang perlu diquote," ujarnya.

"Kalau rakyat menghendaki tidak melantik karena memang didapati diawali oleh perbuatan melanggar hukum penguasa, nah, itu sangat bisa mungkin terjadi. Jadi, bisa tidak dilantik," pungkas Gayus.

Bucket Files: