Kemelut Dana Hibah KONI Jateng, Alex Harijanto Minta Bona Ventura Tanggung Jawab
SEMARANG - Pengurus Provinsi (Pengprov) Taekwondo Jawa Tengah harus nombok untuk kebutuhan Pemusatan Latihan Daerah (Pelatda). Tidak kepalang tanggung, jumlahnya sekitar Rp1,2 miliar.
Ketua Pengrov TI Jateng Grand Master Alex Harijanto meminta KONI Jateng mengganti dana yang telah dikeluarkan sesuai pengajuan serta RAB yang telah diberikannya.
"Kami diminta membuat RAB untuk diajukan ke KONI Jateng. Tapi hanya dibantu dana yang jumlahnya jauh dari kebutuhan yang kami ajukan. Itupun tidak ada komunikasi sebelumnya," kata Alex Harijanto, dalam pernyataan tertulis kepada VOI.
Lebih lanjut dikatakan dirinya berharap KONI Jateng berkomitmen dan mengganti sepenuhnya dana talangan yang dikeluarkan Pengprov TI Jateng selama Pelatda tahun 2023 untuk babak kualifikasi PON 2024, termasuk try out ke Korea.
”Kami berharap dana talangan ini bisa dikembalikan KONI Jateng. Jika dana itu balik, saya berani pasang target taekwondo bisa meraih 10 emas di PON Aceh-Sumut,” ujar Alex.
Dia menilai KONI Jateng harus transparan dan akuntabel dalam mengolah keuangan organisasi dari dana hibah pemerintah provinsi. Ketua KONI Jateng Bona Ventura tidak boleh lari dari tanggung jawab.
"Jika tidak mampu lebih baik mundur," tandas Alex yang mengantar tim taekwondo Indonesia meraih tiga medali perak dan satu perunggu di Olimpiade Barcelona 1992.
Bona sendiri hingga kini belum bisa dihubungi VOI untuk dimintai komentar tentang pernyataan Alex tersebut.
Alex juga menekankan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Republik Indonesia perwakilan Jawa Tengah dan Inspektorat Provinsi Jateng patut mengaudit ulang penggunaan dana hibah KONI Jateng tahun 2023.
Terutama dana yang disalurkan untuk cabang olahraga. Pasalnya dalam penyaluran dana ke cabor KONI Jateng tidak transparan.
"Model ini dilakukan KONI Jateng dalam penyaluran dana ke sejumlah cabor. Pengurus cabor tidak berani mengungkapkan masalah ini karena sebagian besar mereka masuk jajaran pengurus KONI Jateng," ungkap Alex.
Menurutnya sistem penyaluran dana hibah ke cabor yang tidak transparan membuat prestasi Jateng merosot tajam pada PON Papua 2021. Apalagi menyisakan silpa hingga Rp 5 miliar lebih dari dana hibah tahun lalu sebesar Rp 85 miliar.
"Itu menunjukkan manajemen keuangan di KONI Jateng untuk pembinaan olahraga sangat buruk," ujarnya.
Dia mengatakan jika dana hibah digunakan dengan baik dan benar untuk pembinaan olahraga di Jateng tentu tidak akan ada silpa Rp 5 miliar.
Pernyataan Alex itu sekaligus menanggapi Badan Audit Internal (BAI) KONI Jateng Sri Busono di media yang menyebut dalam pengelolaan dana hibah dari pemerintah provinsi Jateng tidak bisa sakarepe dewe. Namun harus dirancang dan dimintakan persetujuan kepada pemberi (pemerintah).
Baca juga:
"Kalau mau fair harus audit dari pihak luar atau independen. Bukan internal yang keberpihakannya terhadap KONI Jateng tak bisa dipungkiri," tukasnya.
Menurut Alex kegagalan Jateng di PON Papua 2021 dengan menempati peringkat 6 klasemen perolehan medali merupakan prestasi terburuk sepanjang sejarah Jateng di PON. Hasil tersebut sangat memalukan karena menunjukkan KONI Jateng gagal melakukan pembinaan olahraga.
"Saya pernah mendengar KONI Jateng beralasan kalau kegagalan di PON Papua lalu dikarenakan kurangnya perhatian dan dukungan dari gubernur atau pemerintah provinsi Jateng. Tentu ada sebab kenapa gubernur bersikap demikian. Tidak lain karena KONI Jateng tidak akuntable," ungkap Alex.
Tahun lalu diberikan dana hibah, malah ada silpa sampai Rp 5 miliar dari anggaran sebesar Rp 85 miliar. Ini bukti KONI Jateng tidak mampu mengolah keuangan yang akuntable. "Ketua KONI harus tanggung jawab. Mundur saja jika tidak mampu," cetus Alex.
Menurutnya, pada PON di Aceh-Sumut mendatang, Jateng bisa ''kepeleset'' ke urutan ke-7 atau 8 jika KONI tidak serius menyelesaikan masalah yang dikeluhkan pengurus cabor.
''Target taekwondo di PON Aceh-Sumut nanti 10 medali emas, tapi dengan catatan KONI harus mengganti uang kami Rp 1,2 miliar yang digunakan untuk pelatda, persiapan Pra-PON dan pembelian peralatan,'' jelas Alex.
Dia menambahkan, pihaknya tidak akan menggelar TC PON jika KONI Jateng tidak segera mengganti dana Rp 1,2 miliar.
''Saya dan pengprov TI sudah mengeluarkan banyak uang untuk pelatda taekwondo Jateng. Bahkan pada PON di Papua 2021 lalu, saya juga nombok Rp 400 jutaan, tapi KONI Jateng diam saja,'' ungkapnya.
Alex juga menyoroti dukungan dana pemerintah provinsi Jateng yang minim kepada pembinaan olahraga di Jateng. Salah satu bukti, pemprov Jateng hanya menggelontorkan dana Rp 85 miliar untuk KONI Jateng.
Padahal Jawa Barat, DKI Jakarta dan Jatim rata-rata menggelontorkan dana sebesar Rp 300 miliar lebih. Dan itu menurut Alex masih dirasa kurang bagi ketiga daerah tersebut.
Alex juga menyoroti sistem pembinaan atlet menghadapi PON Aceh-Sumut 2024. Menurutnya model pembinaan yang dibuat KPNI Jateng dengan periodesasi persiapan atlet sesuai skala prioritas cabor tidaklah tepat.
"Seharusnya cabor yang peluangnya meraih medali emas tipis, diberi waktu persiapan yang panjang, tidak sebaliknya. Kenyataannya sekarang, bagi cabor yang hanya berpeluang meraih medali perak dan perunggu diberi batasan waktu lebih pendek dari cabor prioritas. Ini tidak benar," paparnya.
''Kalau Jateng memang harus puas di ranking 6 besar PON, ya sudah kita tidak usah ngoyo atau kerja keras melakukan TC PON Aceh-Sumut 2024,'' tandasnya.
Hal senada dikatakan Ketua Harian Pengprov TI Jateng, Agus Soewito. Menurutnya, pihaknya menyayangkan KONI Jateng tidak bisa memenuhi kebutuhan pelatda dan TC atlet taekwondo PON Aceh-Sumut.
''Hasil komunikasi dengan pengurus KONI Jateng, beberapa hari lalu, kami dijanjikan akan diberikan dana sesuai rekapan yang dibuat KONI Jateng. Namun jumlahnya masih jauh dari kebutuhan. Untuk persiapan ke PON Aceh-Sumut, kami membutuhkan dana Rp 2,5 miliar, tapi kami dijanjikan akan diberi Rp 1,9 miliar,'' tuturnya.