Sayangnya, Mengganyang Malaysia Bukan Solusi Paling Tepat

JAKARTA - Pendukung sepak bola Indonesia bukan satu-satunya yang mengalami kekerasan oleh oknum pendukung sepak bola Malaysia. Beberapa suporter dari Myanmar dan Vietnam pernah mengalami kekerasan fisik juga. Sementara Singapura pernah mengalami kekerasan verbal oleh suporter negeri jiran tersebut. 

Kekerasan yang menimpa suporter Indonesia memantik amarah masyarkat Indonesia. Di media sosial Twitter, tagar #ganyangmalaysia melambung. Agaknya oknum suporter Malaysia yang melanggar aturan itu memang harus diganyang. 

Insiden yang dialami warga negara Indonesia terjadi sebelum laga Kualifikasi Piala Dunia 2022 yang digelar Selasa (19/11) di Stadion Bukit Jalil bergulir. Saat itu korban baru saja makan malam di Jalan alor bersama rekan-rekannya sekitar pukul 02.00 dini hari. Selesai makan, mereka berjalan menuju sebuah restoran cepat saji yang terletak di kawasan Bukit Bintang. 

Tiba di lokasi, korban dan seorang bernama Fuad mulai berpisah dengan rombongan lain karena beda tempat penginapan. Mungkin setelah mengetahui bahwa mereka bukan warga negara Malaysia, gerombolan oknum itu menyeret korban untuk dibawa ke suatu tempat. 

Namun korban menolak. Penolakan itu membuat gerombolan orang berbahasa Melayu melakukan tindak kekerasan. Mereka mengeroyok, menendang, dan menyeret korban serta merampas tas milik Fuad.

Beruntungnya korban berhasil menyelematkan diri ke tempat rekannya yang menginap di Hotel Sungai Wang. Mereka juga mendapat pertolongan dari suporter timnas Indonesia yang lain dan dua orang fans johor. Mereka lalu diantar ke rumah sakit dan melapor polisi setempat. 

Kepala Satgas Perlingdungan WNI KBRI untuk Malaysia Yusron B Ambary mengamini adanya insiden tersebut. Bahkan selain pengeroyokan, juga diduga terjadi kasus penusukan terhadap suporter Indonesia. 

"Namanya Fuad, saya sudah bertemu orangnya. Paspornya dirampas, tas Fuad dirampas," kata Yusron saat dihubungi Sesmenpora Gatot S Dewa Broto di hadapan wartawan, Kamis (21/11) dikutip cnnindonesia.com. 

Menanggapi peristiwa ini, Ketua Umum Paguyuban Suporter Timnas Indonesia, Ignatius Indro mengatakan bisa saja pihak Indonesia melaporkan keberatan ini kepada FIFA, namun menurutnya hal itu justru tidak akan menyelesaikan masalah. 

"Cuma kalau ini kan masalahnya akhirnya jadi aksi balas membalas saja, ini gak ada ujung pangkalnya," katanya kepada VOI hari ini (22/11). 

Menurutnya yang lebih perlu dilakukan adalah kedua pemerintah dalam hal ini Menteri Olahraga Indonesia dan Malaysia, duduk bersama mencari jalan keluar. Salah satunya yang bisa dilakukan menurut Indro adalah membuat prosedur tetap (protap). 

"Protapnya itu tidak hanya di stadion mas. Mungkin dari bandara menuju hotel, hotel menuju stadion, stadion balik hotel, lalu dari hotel ke bandara lagi. Itu yang kira-kira perlu dilakukan kedepannya," jelasnya. 

Dirasakan negara lain

Suporter Indonesia bukan satu-satunya pernah diserang. Tahun lalu, Fans klub sepak bola Myanmar dilaporkan diserang oleh sekelompok orang Malaysia. Mirip-mirip peristiwa yang menimpa Fuad. Peristiwa itu terjadi pada laga AFF Suzuki Cup yang digelar November 2018. Tak jelas apa motifnya, padahal tim Malaysia berhasil memenangkan pertandingan atas Myanmar dengan skor 3-0. 

Seperti diwartakan foxsportasia.com, sebanyak 20 penggemar Myanmar, termasuk wanita, yang sedang menunggu bus di Kuala Lumpur, diserang oleh sekitar 30 warga Malaysia yang secara fisik dan verbal.

Menurut pengakuan fans Myanmar para penyerang meneriakkan "babi" kepada mereka ketika beberapa dari mereka melarikan diri dari tempat kejadian. Beberapa orang lain sampai terluka dalam kejadian tersebut dan harus dilarikan ke rumah sakit.

Menurut laporan, tiga orang wanita penggemar Myanmar ditendang hingga mengalami cedera seriu dan perlu penanganan medis. Selain itu ponsel para pendukung Myanmar juga digasak oleh para penyerang. 

Ketiga wanita yang terluka yakni Nyi Nyi, Myint Soe yang mengalami cedera sementara Aung Myo Thu menderita cedera pada tangan dan kaki. "Sangat buruk. Itu terjadi setiap kali kami bermain di Malaysia dan bahkan jika kami kalah," kata salah satu fans Myanmar. 

Selain Myanmar, suporter Vietnam juga pernah mengalami hal serupa. Mereka diserang oleh pendukung Malaysia pada laga semifinal Piala Suzuki 2014 lalu. Dari kasus tersebut lima orang pendukung Malaysia ditangkap karena melakukan penyerangan terhadap suporter Vietnam. 

Penyerangan itu membuat Menteri Olahraga Malaysia Khairy Jamaluddin meminta maaf atas insiden yang terjadi di Stadion Shah Alam itu. Ia menyaksikan sendiri bagaimana para pendukung Vietnam diserang oleh sekelompok penggemar Malaysia. 

"Tidak ada alasan untuk perilaku kekerasan ini. Fan yang melakukan pelanggaran tersebut tidak mewakili Malaysia. Permintaan maaf saya tulus atas nama Malaysia oleh karena perbuatan dari sekelompok kecil penjahat tak bertanggung jawab ini," kata Jamaluddin seperti dinukil straitstimes.com.

Perlakuan tidak mengenakan juga pernah dialami oleh suporter Singapura. Pada laga SEA Games 2017 di Kuala Lumpur suporter Malaysia membuat marah pendukung Singapura dengan meneriakkan "Singapura anjing" selama pertandingan.

Hal itu disesalkan Komite Penyelenggara Malaysia (Masoc) itu sendiri. Pasalnya rekaman itu beredar di internet dan itu sangat disesalkan, karena bertentangan dengan semangat sportivitas olahraga sepak bola. 

"Setiap insiden yang bertentangan dengan semangat kebersamaan dan persatuan ini, terutama yang menghina negara-negara peserta lainnya dalam bentuk apa pun, sangat disesalkan," kata komite dalam sebuah pernyataan dikutip straitstimes.

"Para penggemar didesak untuk menahan diri agar tidak mengucapkan celaan agama atau penghinaan rasial setiap saat," tambahnya.

Kembali lagi kepada kasus penyerangan suporter Indonesia, Ketua Umum Paguyuban Suporter Timnas Indonesia, Ignatius Indro mendorong Pemerintah Indonesia dan PSSI bekerjasama dengan pemerintah Malaysia untuk menggelar investigasi. "Menghukum seberat-beratnya siapapun yang bertanggung jawab atas kejadian tersebut," kata Indro kepada VOI.

Selain itu ia juga mendorong Komisi X DPR RI, PSSI, dan Kemenpora serta seluruh pemangku kepentingan untuk duduk bersama membuat payung hukum untuk suporter. "Salah satu urgensinya adalah memaksa seluruh stake holder sepak bola Indonesia untuk melakukan edukasi terhadap suporter hingga ke akar rumput," katanya.