Warga Gaza Jual Cincin Nikah untuk Beli Makanan: Cuma Dapat Tepung, Bawang Bombai dan Beras

JAKARTA - Perang antara Hamas dan Israel yang sudah memasuki hari ke-127 menyebabkan warga kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, bahkan menjual emas pun tidak cukup untuk sekadar membeli makanan untuk bertahan hidup.

Sejak perang pecah pada 7 Oktober 2023 lalu, korban tewas warga Palestina di wilayah kantong Palestina tersebut telah mencapai 27.947 jiwa dan 67.459 lainnya luka-luka, mengutip Al Jazeera 10 Februari.

Saeed Hamoda menyambangi toko perhiasan Abu Harb di Kota Rafah, mencoba tawar-menawar untuk harga cincin emas yang ingin dijualnya, guna membeli makanan dan pakaian untuk keluarganya.

Penduduk Beit Lahya di utara Jalur Gaza ini terpaksa mengungsi ke selatan akibat perang, membuatnya tidak memiliki penghasilan selama empat bulan belakangan. Setelah tabungannya ludes, ayah dua anak ini terpaksa menjual emas milik istrinya, termasuk cincin nikah, untuk bertahan hidup.

"Kami hidup dalam penderitaan. Kami tidak dapat membayangkan bahwa kami akan menghadapi hari seperti itu," kata Hamoda kepada The National News, seperti dikutip 9 Februari.

Kamp pengungsi warga Palestina di Gaza selatan. (Sumber: UNRWA/Ashraf Amra)

"Tidak mudah bagi istri saya untuk memberikan perhiasannya kepada saya karena itu sangat berharga baginya, namun kami ingin memberi makan anak-anak kami," ungkapnya.

Karena harga bahan pokok sangat mahal, uang yang diperoleh Hamoda dari menjual emas tidak cukup untuk memberi makan keluarganya selama seminggu.

"Semuanya sangat mahal, bahkan harga cincin ini hanya memungkinkan saya membeli 3kg tepung, 1kg bawang bombai, dan 1kg beras," paparnya.

Sementara itu, Abu Nidal Abu Harb, seorang pedagang emas di toko tersebut, mengaku rutin membeli logam mulia dari warga Gaza.

"Orang-orang datang untuk menjual emas mereka, meninggalkan rumah mereka dari utara ke selatan," kata Abu Harb kepada The National.

"Bantuan yang diterima pengungsi tidak mencukupi. Hal ini memaksa mereka untuk menjual perhiasan mereka," jelasnya.

Satu keluarga Palestina di reruntuhan rumah mereka di Gaza. (Sumber: WFP/Ali Jadallah)

Sedangkan, Hamdan Kishta, seorang pedagang di toko perhiasan lain di Kota Rafah, mengatakan warga Gaza datang ke tokonya untuk menjual emas, namun sangat sedikit yang datang untuk membelinya.

"Kami mencoba membantu masyarakat dengan memberi mereka harga yang bagus dan membeli emas dari mereka," terang Kishta.

"Saya melihat betapa sedihnya orang-orang menjual perhiasan mereka," sambungnya.

Diketahui, warga Gaza menggunakan uang yang mereka kumpulkan untuk membeli tenda atau menyewa rumah, karena tabungan mereka hampir habis.

Di luar wilayah kantong yang terkepung, harga emas tetap tinggi. Namun di Gaza, harga emas jatuh karena kekurangan uang tunai, kata Kishta.

Sebelum perang dimulai pada Bulan Oktober, satu gram emas 24 karat dijual di Gaza dengan harga sekitar 45 dolar AS, namun kini turun menjadi sekitar 30 dolar AS.

Terpisah, Fadel Adwan, dari Kamar Dagang di Gaza dan pendiri Serikat Emas di Jalur Gaza, mengatakan situasi ekonomi di Gaza sangat memprihatinkan.

"Orang-orang menjual cincin kawin mereka, yang bagi mereka memiliki nilai sentimental. Namun, tentu saja memberi makan anak-anaknya lebih penting," jelasnya.

"Kami berharap jumlah bantuan bertambah agar masyarakat bisa bertahan dan tidak terpaksa menjual emasnya," tambahnya.