OpenAI, Larang Pengembang Bot yang Meniru Calon Presiden Partai Demokrat
JAKARTA - OpenAI yang didukung oleh Microsoft telah melarang pengembang bot yang meniru Calon Presiden Demokrat, Congressman Dean Phillips. Ini merupakan tindakan pertama pembuat ChatGPT sebagai respons terhadap penggunaan salah dari alat kecerdasan buatan (AI) dalam kampanye politik, demikian dilaporkan Washington Post, pada Sabtu 20 Januari.
"Baru-baru ini kami menghapus akun pengembang yang dengan sengaja melanggar kebijakan penggunaan API kami yang melarang kampanye politik atau meniru seseorang tanpa izin," kata Seorang juru bicara OpenAI dikutip VOI dari Reuters.
Dean.Bot, yang ditenagai oleh ChatGPT milik OpenAI, dibuat oleh pengusaha Silicon Valley, Matt Krisiloff dan Jed Somers. Mereka memulai super PAC bernama We Deserve Better yang mendukung Phillips, menjelang pemilihan pendahuluan New Hampshire pada Selasa, 23 Januari.
Super PAC ini telah menerima 1 juta dolar (Rp15,6 miliar) dari manajer hedge fund miliarder Bill Ackman, yang menyebutnya sebagai "investasi terbesar yang pernah saya buat untuk mendukung seseorang yang mencalonkan diri," dalam sebuah unggahan di platform media sosial X.
Baca juga:
- Friar Paolo Benanti, Ahli Kecerdasan Buatan dari Vatikan, Dorong Regulasi Etika AI Global
- PUBG MOBILE TikTok LIVE Fest 2023 Digelar di Bali, Dihadiri Selebriti dan Kreator Ternama
- Microsoft Ungkap Serangan Siber oleh Kelompok yang Disponsori Rusia
- CEO OpenAI Rencanakan Investasi Miliaran untuk Pabrik Semikonduktor Global
Super PAC ini mengontrak perusahaan rintisan kecerdasan buatan, Delphi, untuk membangun bot tersebut. OpenAI kemudian menangguhkan akun Delphi pada Jumat malam, dengan mencatat bahwa aturan OpenAI melarang penggunaan teknologinya dalam kampanye politik. Delphi kemudian menonaktifkan Dean.Bot setelah suspensi akun tersebut, demikian laporannya.
We Deserve Better belum merespon permintaan komentar, sementara Delphi tidak dapat segera dihubungi untuk memberikan komentar.
Dean.Bot, yang dilengkapi dengan pernyataan penyangkalan yang menjelaskan bahwa itu adalah alat AI, dapat berinteraksi dengan pemilih secara real-time melalui situs web, menjadi salah satu penggunaan awal dari teknologi yang muncul ini, yang para peneliti katakan dapat menyebabkan kerusakan signifikan pada pemilihan, demikian dilaporkan oleh Washington Post.