Silau Gunung Emas Papua dalam Kematian Kennedy
DALLAS - Hari ini, 56 tahun lalu, Presiden ke-35 Amerika Serikat (AS) John Fitzgerald Kennedy tewas ditembak. Pembunuhan 22 November 1963 itu diselimuti banyak teori konspirasi. Termasuk kabar tentang Central Intelligence Agency (CIA) yang berada di balik pembunuhan. Bukan cuma Kennedy. CIA konon juga berencana membunuh Proklamator Indonesia Sukarno. Gunung emas di Papua, konon melatari segalanya.
Kennedy berada dalam iring-iringan mobil kepresidenan. Dari limosin terbuka yang ditumpangi, Kennedy melambai kepada rakyatnya. Saat iring-iringan itu melewati Texas School Book Depository, sebuah tembakan terdengar dari arah jendela lantai enam. Sebuah peluru mengenai Kennedy di bagian belakang. Tembakan itu disusul dengan tembakan lain yang mengenai belakang kepala Kennedy.
Penembakan membuat suasana berubah kacau. Iring-iringan mobil pecah. Menurut informasi, setidaknya ada tiga tembakan yang terdengar kala itu. Tembakan ketiga adalah tembakan yang mengenai Gubernur Texas Brill Connally. Kennedy dan Connally langsung dilarikan ke Rumah Sakit Parkland. Pukul 13.00 atau 30 menit dari penembakan, Kennedy dinyatakan tewas.
Dokter mengaku tak dapat berbuat banyak, sebab Kennedy sampai ke rumah sakit dalam keadaan kritis. Amat dekat dengan kematian. Lambaian Kennedy di Dallas hari itu jadi sapaan terakhir sang presiden untuk rakyatnya. Kennedy juga tercatat sebagai presiden AS keempat yang tewas dibunuh di tengah masa tugasnya.
Pukul 07.23, beberapa jam sebelum kematian Kennedy, Lee Harvey Oswald berangkat ke tempat kerjanya: Texas School Book Depository. Di sana, Oswald bekerja bersama seseorang bernama Buell Wesley Frazier. Sang kolega sempat bertanya kepada Oswald tentang bungkusan panjang berbalut kertas yang dibawanya. Tentu saja Oswald berbohong. "Oh, hanya tirai," jawab Oswald.
Menurut investigasi, Kennedy tewas oleh peluru berukuran 6,5 milimeter yang dimuntahkan senapan Italia, Mannlicher-Carcano M91. Senapan yang menurut Oswald adalah 'tirai'. Senapan itu dibeli Oswald dengan harga 19,95 USD atau Rp281 ribu dalam kurs yang berlaku saat itu.
Pukul 13.15 atau 45 menit usai penembakan, senapan itu ditemukan di tumpukan buku di lantai enam Texas School Book Depository. Oswald kemudian ditangkap di belakang gedung sebuah bioskop, satu jam setelah senapannya ditemukan. Sebelum ditangkap, Oswald melakukan perlawanan dengan menembak polisi.
Motif pembunuhan Oswald tak jelas. Ia bahkan tak pernah diadili atas pembunuhan yang dituduhkan padanya. Malahan, dua hari setelah ditangkap, Oswald ditembak mati dalam siaran langsung di televisi oleh seorang pemilik klub malam bernama Jack Ruby. Penembakan terhadap Oswald terjadi ketika ia dipindahkan dari markas besar polisi ke penjara Dallas County.
Penembakan itu sempat menimbulkan kekisruhan luar biasa dalam proses pemindahan Oswald. Polisi dan wartawan, serta warga yang berkumpul kebingungan. Tembakan terhadap Oswald dilakukan dari jarak dekat dan mengenai perut. Oswald pun dilarikan ke Rumah Sakit Parkland. Oswald tak tertolong dan mengembuskan napas terakhirnya di tempat yang sama dengan Kennedy.
Pada Oktober 2017, Arsip Negara AS merilis 2.891 dokumen yang menggambarkan sejumlah fakta lain terkait pembunuhan Kennedy. Perilisan tersebut merupakan perintah dari Presiden Donald Trump. Soal Oswald, misalnya. Sebuah memo dari CIA menyebut Oswald sempat berbicara dengan seorang pejabat badan intelijen rusia, Komitet Gosudarstvennoy Bezopasnosti (KGB) di Kedutaan Besar Rusia di Meksiko.
Fakta itu didapat dari hasil penyadapan telepon yang dilakukan CIA. Dalam memo itu disebutkan bahwa pada 28 September 1963, Oswald berbicara dengan seorang bernama Vaery Vladimirovich Kostikov. Ia diidentifikasi sebagai pejabat KGB yang bekerja untuk sebuah departemen yang bertanggung jawab terhadap sabotase dan pembunuhan.
Oswald konon menelepon Kedutaan Besar Rusia dan berbicara dalam bahasa Rusia yang terbata-bata. Tak banyak detail yang terungkap. Namun, yang jelas Oswald bertanya tentang "sesuatu yang baru terkait telegram ke Washington," tertulis dalam memo.
Rencana pembunuhan Soekarno
Selain tentang 'plot' pembunuhan Kennedy dan dugaan keterlibatan Oswald dalam operasi KGB, dokumen yang dirilis Arsip Negara AS itu juga mengungkap wacana pembunuhan CIA terhadap sejumlah pemimpin negara saat itu, termasuk Sukarno.
Dalam arsip bertajuk Investigasi Keterlibatan CIA dalam Rencana Pembunuhan Pemimpin Asing, terungkap hasil penyelidikan Eksekutif Direktur Komisi CIA hingga tahun 1975. Pada halaman kelima dokumen tersebut, komisi penyelidikan memaparkan hasil interogasi dengan Wakil Direktur bidang Perencanaan CIA kala itu, Richard Bissell.
"Bissell juga diinterogasi mengenai diskusi di dalam badan tersebut mengenai kemungkinan upaya pembunuhan Presiden Sukarno dari Indonesia yang prosesnya sudah sampai pada titik identifikasi siapa yang bisa direkrut untuk upaya ini," tertulis dalam dokumen itu.
Namun, dokumen itu juga menjelaskan bahwa rencana tersebut tak pernah dicapai. Dokumen setebal 83 halaman itu juga menjelaskan pernyataan Bissel yang menegaskan bahwa CIA sama sekali tak terkait dengan kematian Sukarno pada 21 Juni 1970.
"Rencana itu tidak pernah tercapai, tidak pernah disempurnakan pada titik yang tampaknya memungkinkan," tertulis dalam dokumen tertanggal 30 Mei 1975 itu.
Gunung emas di Papua
Sebuah teori konspirasi lain mengaitkan pembunuhan Kennedy, rencana pembunuhan Sukarno, dan gunung emas di Ertsberg, Papua. Nama Allen Dulles, Direktur CIA kala itu dikaitkan dengan teori konspirasi ini.
Keterkaitannya bermula dari temuan gunung emas oleh tiga geolog asal Belanda: Jean Jacques Dozy, AH Colijn, dan Franz Wissel. Ketiganya bekerja untuk Netherland New Guinea Petroleum Company yang bermarkas di Babo, Papua Barat. Berdasar pertimbangan politik, temuan itu dirahasiakan hingga 1959.
Belanda sadar, temuan gunung emas akan berdampak besar pada situasi politik dan berpotensi mengubah masa depan Papua. Namun, sejatinya informasi temuan itu juga diketahui Allen Dulles. Allen adalah adik kandung dari Menteri Luar Negeri Amerika Serikat saat itu, John Foster Dulles.
Konon, keluarga Dulles memiliki hubungan dekat dengan pengusaha minyak besar asal AS, Rockefeller. Allen yang juga berprofesi sebagai pengacara diketahui sering membantu perusahaan minyak AS dan Belanda yang bermasalah dalam investasi di wilayah Indonesia.
Operasi penguasaan tambang emas di Papua pun dimulai. Greg Poulgrain, penulis buku Bayang-bayang Intervensi, Perang Siasat John F Kennedy dan Allen Dulles atas Sukarno menjelaskan, Kennedy dan Allen secara tak langsung berperan dalam proses bergabungnya Papua Barat ke Indonesia.
Hal ini diungkap Greg saat membedah bukunya di Kantor Pusat LIPI, 2017 lalu. Sebagaimana ditulis Detikcom, Poulgrain menjelaskan bagaimana Kennedy maupun Allen sama-sama berkeinginan menjadikan Papua Barat sebagai bagian dari wilayah Indonesia.
Namun, keduanya bertolak belakang soal strategi. Kennedy ingin menjalankan program pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat di Papua Barat bersama Sukarno. Sedangkan Allen tak sepakat. Berbagai strategi dilakukan Allen untuk menghentikan rencana Kennedy. Salah satunya dengan menghalangi pemberian bantuan untuk Indonesia.
Pemberian bantuan itu rencananya akan dibahas dalam kunjungan Kennedy ke Indonesia pada 1964. "Namun Kennedy tak pernah sampai di Papua karena dia tewas terbunuh," kata Greg.