DJP Jelaskan Mekanisme Peraturan Pajak Baru UMKM
JAKARTA – Pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 164 Tahun 2023 tentang tata cara pengenaan pajak penghasilan atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu dan kewajiban pelaporan usaha untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak.
Dan telah diundangkan pada 29 Desember 2023 dan mulai berlaku pada tanggal tersebut.
PMK ini merupakan aturan pelaksanaan atas Pasal 57, Pasal 62, dan Pasal 63 Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022 tentang penyesuaian pengaturan di bidang pajak penghasilan dan perubahan atas peraturan menteri keuangan nomor 197/PMK.03/2013 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan nomor 68/PMK.03/2011 tentang batasan pengusaha kecil pajak pertambahan nilai.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menjelaskan, teknik pengaturan pajak usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 164 Tahun 2023.
Terdapat dua hal utama yang diatur dalam PMK tersebut, yaitu teknis pengaturan PPh final wajib pajak peredaran bruto (omzet) tertentu dan relaksasi batas waktu pengukuhan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Dengan diterbitkannya PMK Nomor 164 Tahun 2023 Pemerintah memperjelas dan mempermudah berbagai ketentuan teknis terkait pengenaan PPh Final bagi wajib pajak omzet tertentu.
“Sebagaimana telah ditetapkan dalam aturan sebelumnya, wajib pajak UMKM dikenakan tarif PPh final 0,5 persen atau dapat memilih tarif umum berdasarkan Pasal 17 ayat (1) UU PPh,” ungkap Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Dwi Astuti.
Aturan yang baru ini lebih mempertegas keharusan wajib pajak dengan omzet tertentu sampai dengan Rp4,8 miliar per tahun untuk melakukan pelunasan PPh Final terutang sebesar 0,5 persen dari omzet usaha untuk setiap masa pajak.
Pelunasan PPh Final terutang dapat disetor sendiri oleh wajib pajak atau melalui mekanisme pemotongan atau pemungutan oleh pihak lain.
Dalam hal wajib pajak bertransaksi dengan pemotong/pemungut PPh maka harus menunjukkan surat keterangan agar dipotong PPh final sebesar 0,5 persen. Sementara khusus bagi wajib pajak orang pribadi UMKM yang memiliki omzet kurang dari Rp500 juta setahun, maka harus menyerahkan surat pernyataan agar tidak dilakukan pemotongan pajak.
Sementara dalam hal ini bagi wajib pajak yang memilih untuk dikenai tarif umum Pasal 17 ayat (1) UU PPh, wajib pajak terlebih dahulu harus menyampaikan pemberitahuan kepada DJP paling lambat akhir tahun pajak dan baru dikenai pajak penghasilan berdasarkan Pasal 17 ayat (1) UU PPh pada tahun pajak berikutnya.
Adapun bagi wajib pajak yang baru terdaftar dapat memilih dikenai tarif Pasal 17 ayat (1) UU PPh sejak tahun pajak terdaftar dengan menyampaikan pemberitahuan pada saat mendaftarkan diri.
“Dalam kesempatan ini kami mengingatkan kewajiban pelaporan SPT Tahunan untuk seluruh wajib pajak UMKM termasuk UMKM yang omset setahunnya kurang dari Rp500 juta untuk tetap menyampaikan SPT Tahunan, yang mungkin selama ini kewajiban tersebut belum sepenuhnya dilaksanakan dengan baik,” tegas Dwi.
Baca juga:
Selain itu, penerbitan PMK Nomor 164 Tahun 2023 juga mengatur relaksasi batas waktu pengukuhan sebagai PKP untuk wajib pajak UMKM yang omzetnya sudah melebihi Rp4,8 miliar.
Relaksasi diberikan terkait batas waktu untuk mengajukan pengukuhan sebagai PKP.
“Dalam aturan sebelumnya, wajib pajak harus melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP paling lambat akhir bulan berikutnya. Dengan aturan ini, kami berikan relaksasi menjadi paling lambat akhir tahun buku yang bersangkutan.” tambah Dwi.