Politikus PDIP Tolak Draf RUU Daerah Khusus Jakarta soal Gubernur dan Wakilnya Ditunjuk Presiden

JAKARTA - Badan Legislasi (Baleg) DPR menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) No. 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi (Pemprov) Daerah Khusus Jakarta atau RUU Daerah Khusus Jakarta dibahas ke tingkat selanjutnya.

Dalam draf RUU Daerah Khusus Jakarta, Pasal 10 menyatakan Gubernur dan Wakil Gubernur Daerah Khusus Jakarta ditunjuk dan dibehentikan oleh Presiden dengan memperhatikan usul atau pendapat DPR. Politikus PDI Perjuangan (PDIP) Masinton Pasaribu menyatakan ketidaksetujuannya.

"Setelah Jakarta tidak lagi menjadi Daerah Khusus Ibukota. Saya tidak setuju jika Gubernur dan Wakil Gubernur Daerah Khusus Jakarta DITUNJUK, DIANGKAT dan DIBERHENTIAN oleh Presiden," tulis Masinton dalam akun media sosial X-nya, Selasa 5 Desember.

Anggota DPR dapil DKI Jakarta II meliputi Jakarta Selatan, Jakarta Pusat dan Luar Negeri ini tidak menjelaskan lebih jauh alasan ketidaksetujuannya. Dia juga tidak menuturkan skema yang selayaknya menurut dirinya.

Adapun dalam RUU Daerah Khusus Jakarta disepakati disepakati menjadi RUU inisiatif DPR. Pengambilan keputusan tersebut dilakukan dalam Rapat Pleno Baleg di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin 4 Desember.

Dalam rapat itu, dari 9 fraksi yang menyampaikan pandangan mini, sebanyak 8 fraksi menyetujui dan 1 menolak.

Sebanyak 8 fraksi yang menyetujui dengan catatan, yakni Fraksi PDIP, Golkar, Gerindra, NasDem, Demokrat, PAN, PPP, dan PKB. Sementara, 1 fraksi menolak dari PKS.

Terkait Gubernur dan Wakil Gubernur yang diatur dalam Pasal 10 RUU Daerah Khusus Jakarta. Fraksi Gerindra berpandangan Gubernur dan Wakil Gubernur perlu ditunjuk, diangkat dan diberhentikan oleh Presiden tetap memperhatikan usul atau pendapat DPRD Provinsi Daerah Khusus Jakarta.

"Hal tersebut salah satunya dalam rangka untuk mengakomodasi usulan Badan Musyawarah Suku Betawi 1982 yang beberapa waktu lalu melakukan RDPU di Baleg, dan merupakan bentuk implementasi dari partisipasi masyarakat yang bermakna (meaningful participation) sebagaimana yang diatur dalam Pasal 96 UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan," ujar anggota Baleg DPR dari Fraksi Gerindra, Heri Gunawan, disitat dari situs resmi DPR.