Deklarasi Pemilu Damai oleh PSHT: LaNyalla Dorong Keterlibatan Aktif Masyarakat, Tegaskan Keberagaman dalam Kesatuan

MADIUN- Ketua DPD RI AA LaNyalla Mahmud Mattalitti hadir dalam acara "Deklarasi Pemilu Damai" yang diselenggarakan oleh Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT), organisasi bela diri silat terbesar di Indonesia. LaNyalla, yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Pembina PSHT, menekankan pentingnya peran PSHT dalam memastikan jalannya pemilihan umum (Pemilu) dengan damai, langsung, umum, bersih, dan sukses di Indonesia.

Acara deklarasi yang berlangsung di Stadion Wilis, Madiun, pada Minggu 26 November, menjadi forum bagi LaNyalla untuk menyampaikan pesan penting mengenai tanggung jawab semua warga negara dalam menjamin kualitas proses demokrasi. Ia menyoroti kebebasan warga negara dalam menentukan pilihannya serta pentingnya ruang yang adil dan bebas dari kecurangan bagi peserta Pemilu.

LaNyalla menyadari bahwa Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) tidak dapat bekerja sendiri untuk memastikan pemilu berkualitas, terutama dengan sebaran tempat pemungutan suara yang mencapai lebih dari 820 ribu di seluruh Indonesia. Oleh karena itu, keterlibatan aktif dari elemen-elemen masyarakat, termasuk organisasi sosial kemasyarakatan seperti PSHT, menjadi kunci untuk mengawal dan memastikan suksesnya Pemilu.

"Tentu Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) tidak akan mampu bekerja sendiri untuk memastikan pemilu berkualitas. Apalagi dengan sebaran jumlah tempat pemungutan suara sebanyak 820 ribu lebih di seluruh Indonesia," kata LaNyalla.

Ketua Umum PSHT, Moerdjoko, menegaskan sikap netralitas organisasi terhadap partai politik, sambil memberikan kebebasan kepada anggotanya untuk berpartisipasi dalam kegiatan politik, baik sebagai pemilih maupun sebagai calon. Dalam wacana politik, PSHT mengedepankan nilai-nilai keberagaman dalam kesatuan, dan deklarasi ini menjadi bentuk konkret dari komitmen tersebut.

“Sikap politik PSHT kenegaraan, kita menjunjung tinggi Pancasila, UUD 45, negara kesatuan dan Bhineka Tunggal Ika. Bahwa PSHT tidak berafiliasi tidak bergantung, tidak mengikat dengan partai politik manapun, tidak terikat, kita netral, kita harus menjaga tradisi dari PSHT,” kata Moerdjoko.

PSHT memberikan kebebasan kepada warganya untuk berpolitik, mau memilih maupun dipilih. "Mari aturan kita tepati dan jadikan pemilu damai,” katanya.

LaNyalla juga menyoroti polarisasi yang terjadi akibat Pemilihan Presiden Secara Langsung (Pilpressung), menekankan bahwa sistem ini tidak sesuai dengan karakter bangsa Indonesia yang majemuk. Ia mencatat bahwa sejak era reformasi, Indonesia mengalami perubahan signifikan dalam budaya dan identitasnya, menuju arah yang lebih individualis dan liberal.

Sejak Era Reformasi yang ditandai dengan Perubahan Undang-Undang Dasar 1945, bangsa Indonesia seolah berubah menjadi bangsa lain. Bangsa yang tercerabut dari akar budaya dan jati dirinya, menjadi bangsa yang semakin individual dan liberal serta materialistis pragmatis.

"Padahal kita sebenarnya sudah punya sistem asli. Yaitu Pemilu yang dilaksanakan untuk memilih wakil rakyat. Yang nanti duduk di DPR RI. Sedangkan utusan-utusan lain, yaitu utusan golongan-golongan dan utusan daerah, yang duduk di MPR RI, tidak dipilih melalui Pemilu tetapi harus diutus dari bawah. Mereka semua inilah, anggota DPR, anggota utusan golongan dan anggota utusan daerah yang menjadi penjelmaan rakyat yang utuh dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampe Rote," kata LaNyalla.

"Mereka inilah yang akan bermusyawarah di MPR RI, untuk merumuskan Haluan Negara, dan memilih Presiden untuk menjalankan Haluan Negara tersebut. Sehingga Presiden adalah Mandataris dari Penjelmaan Rakyat tersebut. Artinya Presiden adalah petugas rakyat," katanya.

Tetapi karena praktik penyimpangan yang terjadi di era orde baru, sistem rumusan pendiri bangsa itu kita buang dan kita ganti dengan sistem barat yang individualis dan liberal. Padahal seharusnya, saat reformasi, yang kita benahi adalah penyimpangan yang terjadi di era orde baru. Bukan mengganti sistem bernegara dengan mengadopsi sistem liberal ala barat.

"Inilah yang sekarang sedang saya perjuangkan. Agar bangsa ini kembali ke sistem bernegara sesuai rumusan pendiri bangsa, yang kita sempurnakan dan perkuat, agar penyimpangan yang terjadi di era orde lama dan orde baru tidak terulang," ujarnya.

Di akhir sambutan, LaNyalla mengajak bangsa ini membangun kesadaran kolektif untuk kembali kepada Pancasila. Kembali menerapkan Demokrasi Pancasila. Sehingga kedaulatan tetap di tangan rakyat, yang berada di lembaga tertinggi negara.

Dalam penutupan sambutannya, LaNyalla mengajak seluruh bangsa untuk membangun kesadaran kolektif yang kembali kepada Pancasila dan menerapkan Demokrasi Pancasila. Ia menekankan pentingnya mengembalikan kedaulatan kepada rakyat dan memperkuat sistem bernegara sesuai dengan rumusan pendiri bangsa.

Acara ini dihadiri oleh tokoh-tokoh penting seperti Capres Anies Baswedan, Anggota DPD RI Tamsil Linrung, Pangdam V Brawijaya Mayor Jenderal TNI Farid Makruf, Wakapolda Jatim Brigjen Pol Akhmad Yusep Gunawan, Wali Kota Madiun Maidi, Ketua KPU Provinsi Jawa Timur, Ketua Bawaslu Provinsi Jawa Timur, serta Dewan Ketua Pusat PSHT Issoebijantoro. Deklarasi Pemilu Damai oleh PSHT diharapkan menjadi langkah nyata dalam mendukung proses demokrasi yang berkualitas dan damai di Tanah