Hasil Riset Tunjukkan Prakerja Bermanfaat Menjawab Tantangan Pasar Kerja
JAKARTA - Hasil riset tiga lembaga penelitian; DEFINIT, Centre for Innovation Policy and Governance (CIPG), dan Svara Institute menunjukkan bahwa Program Kartu Prakerja memberikan manfaat positif bagi penerimanya. Temuan kebermanfaatan ini tidak hanya berlaku pada skema semi bansos 2020-2022, namun juga pada Skema Normal 2023. Pemerintah berencana melanjutkan Prakerja karena dinilai memberikan dampak yang signifikan kepada angkatan kerja Indonesia.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto meyakini program Prakerja akan tetap berlanjut di tahun mendatang meski pemerintahan berganti. Terutama karena manfaat dan dampak yang sudah dihasilkan Prakerja.
"Anggaran ke depan ditentukan oleh pemerintahan sekarang. Jadi dalam siklus anggaran pemerintah sekarang bisa menitipkan program keberlanjutan. Kalau kita ajukan program unggulan termasuk Prakerja dalam APBN 2025, maka program berlanjut," kata Airlangga dalam acara Diseminasi Riset Prakerja “Continuous Improvement, Evidence-driven Decision Making” yang diselenggarakan oleh Prakerja dan Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) di Auditorium MM UI Salemba, Kamis, 23 November.
Dalam diskusi yang dimoderasi oleh Guru Besar FEB UI Bambang Brodjonegoro, Airlangga juga meyakini Prakerja bisa menjadi program yang menjembatani antara pekerja dan lapangan kerja yang tantangan ke depannya mayoritas pekerjaan akan beralih ke sektor digital. Saat ini Prakerja juga menyediakan pelatihan digital seperti Program Talenta Artificial Intelligence (AI) bekerja sama dengan Microsoft.
Hal ini relevan dengan tantangan pasar kerja yang dipaparkan oleh platform LinkedIn dan portal kerja Pintarnya dalam acara tersebut.
"Sepuluh dari lima belas pekerjaan yang paling cepat perkembangannya di Indonesia adalah yang membutuhkan keahlian digital," kata Trisha Suresh, Head of Public Policy & Economics Graph, Southeast Asia LinkedIn.
Direktur Eksekutif Prakerja, Denni Puspa Purbasari memaparkan, sejak diluncurkan pada 2020, hingga saat ini manfaat Prakerja telah dirasakan oleh 17,5 juta orang dari 514 kabupaten dan kota di Indonesia.
Denni menambahkan sebagai program baru, Prakerja juga selalu mengembangkan diri dengan terbuka kepada lembaga-lembaga riset untuk selalu memberikan penilaian dan masukan atas apa yang dikerjakan.
"Kami sering disurvei. Itu penting untuk continuous improvement Prakerja," kata dia.
Country Director ADB Indonesia Jiro Tominaga mengatakan pihaknya selalu berkomitmen untuk membantu pengembangan program Prakerja dengan membiayai survei yang dilakukan lembaga independen. Hal itu sejalan dengan Prakerja yang memenuhi 8 dari 17 tujuan pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs).
Pendiri lembaga riset DEFINIT, Bagus Santoso memaparkan dalam hasil risetnya bahwa 98,8 persen responden merasa sangat puas mengikuti pelatihan yang diberikan program Prakerja, baik secara tatap muka maupun daring.
"Mereka juga merasa jangka waktu pembelian pelatihan pertama selama 15 hari sudah sesuai," kata Bagus dalam paparannya.
Temuan dalam riset yang didonori Asian Development Bank (ADB) tersebut juga menunjukan bahwa responden merasa dana pelatihan yang mereka terima sebesar Rp3,5 juta dan insentif pasca pelatihan Rp600 ribu menarik. Dalam risetnya yang dilakukan 8-30 Juni 2023, Bagus menggunakan metodologi adaptasi model Kirkpatrick dengan teknis analisis kuantitatif dan kualitatif melalui word cloud, dengan total responden sebanyak 2.972 orang.
Sementara dalam temuan lembaga riset CIPG yang didukung pula oleh ADB, mereka memaparkan bahwa keberadaan Prakerja yang diluncurkan di saat pandemi COVID-19 sangat bermanfaat dalam proses pemulihan ekonomi nasional. Deputy for Knowledge and Innovation CIPG, Mona L. Usmani memaparkan temuannya bahwa kondisi ekonomi adalah yang lebih terpukul dibanding kesehatan selama pandemi COVID-19.
"87 persen responden tidak terlalu khawatir akan kena COVID-19. Sehingga kami melihat ketika krisis dampak ekonomi memang lebih terasa ketimbang kesehatan mereka sendiri," papar Mona.
Karena itu, mereka yang terdaftar dalam Prakerja merasa sangat terbantu dengan adanya program yang dibentuk pemerintah kala itu. Dalam risetnya, CIPG mengambil sampel 385 responden yang surveinya dilakukan pada Desember 2022 sampai Januari 2023.
Riset ini juga dilakukan dengan metode wawancara untuk pendalaman, di mana para responden diberikan pertanyaan saat mereka sebelum dan sesudah mendapatkan Prakerja dengan kondisi ekonomi mereka di saat pandemi.
Baca juga:
Sedangkan riset ketiga yang dikemukakan oleh Svara Institute menyoroti mengenai ketersediaan dan aksesibilitas jaringan internet dalam menunjang pelatihan Prakerja yang digelar secara online selama pandemi COVID-19.
"Untuk Prakerja, konsisten kami masih menemukan korelasi yang positif dan signifikan lalu saat ditambahkan dengan BTS (Base Transceiver Station) ini juga positif untuk meningkatkan kompetensi, produktivitas, daya saing dan entrepreneurship skills," kata peneliti senior SVARA Institute, Widdi Mugijayani.
Tiga hasil riset mengenai Prakerja itu pun ditanggapi oleh sejumlah panelis, yaitu Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Teguh Dartanto; Kepala IASEB FEB UI Turro Selrits Wongkaren; Kepala Prodi Magister Ekonomi Kependudukan dan Ketenagakerjaan FEB UI, Diahhadi Setyonaluri; dan Ekonom Senior, Vivi Alatas. Mayoritas dari mereka mengapresiasi keberadaan Prakerja yang bisa menjadi jembatan untuk menciptakan generasi muda untuk bisa memiliki keterampilan untuk bekerja.
"Prakerja ini menyiapkan orang siap bekerja di job market serta Prakerja ini mendorong di marketplace yang selama ini lebih banyak digunakan untuk menjual barang. Dengan Prakerja ini membuat transformasi marketplace untuk services tentang pelatihan," kata Teguh Dartanto.
Sementara itu, Turro Selrits Wongkaren berharap ke depan Prakerja tak hanya diperuntukan bagi para pekerja di usia muda tetapi juga bisa mengakomodir para pekerja di usia jelang pensiun agar mereka bisa terus berkarya.
"Di masa depan jumlah penduduk lansia itu akan meningkat, tapi kan sebelum ke situ harus ke usia menuju tua dulu artinya usia 40-50 tahun, jadi kalau ke depan program ini mau langgeng harus juga melihat kebutuhan dari pekerja Indonesia yang usianya agak senior," katanya.