Kementerian PPPA Adakan Dialog Publik 'Langkah dan Aksi Pemimpin Perempuan di Sektor Keuangan'

JAKARTA - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak bersama organisasi nirlaba Women’s World Banking mengadakan Dialog Publik berjudul 'Langkah dan Aksi Pemimpin Perempuan di Sektor Keuangan', Kamis 9 November. Kegiatan ini bertujuan untuk mendorong aksi dan praktik yang konkret dalam mendorong kepemimpinan perempuan di sektor perbankan dan fintech di Indonesia.

Kegiatan ini dibuka oleh Deputi Kesetaraan Gender Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Lenny N. Rosalin. Selain itu, pembicara kunci yang hadir adalah Kepala Grup Pengembangan UMKM dan Keuangan Inklusif, Bank Indonesia Elsya MS Chani dan Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Perumusan Kebijakan Fiskal Sektoral Titik Anas, Ph.D.

Sementara itu, sesi diskusi panel dimoderatori oleh Wakil Direktur untuk Advokasi Kebijakan Asia Tenggara Women’s World Banking, dan menghadirkan Wakil Direktur Utama Bank Mandiri Alexandra Askandar, Komisioner DANA Indonesia Chrisma Albandjar, dan Founding Partner SSEK Law Firm Ira Eddymurthy.

Lenny Rosalin mengatakan bahwa dari 543 kursi direksi di seluruh bank yang beroperasi di Indonesia, hanya 19 persen yang diisi oleh perempuan. Tantangan yang dihadapi perempuan untuk menapaki jalur kepemimpinan beragam, baik karena adanya beban ganda yang dialami perempuan bekerja maupun tantangan institusional di lembaga tempat perempuan bekerja.

"Untuk mencapai kesenjangan gender sebagaimana target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan di tahun 2030, upaya untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas pemimpin perempuan perlu dilakukan. Sektor keuangan, perbankan dan keuangan, adalah titik masuk strategis untuk mencapai ini termasuk mendorong pertumbuhan ekonomi," ujarnya.

Sementara itu, Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Perumusan Kebijakan Fiskal Sektoral Titik Anas, Ph.D. mengatakan bahwa dibutuhkan upaya baik dari sisi kebijakan maupun praktik industri untuk mendukung perempuan yang bekerja.

"Saat ini pemerintah sedang membahas Rancangan Undang-Undang tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak. RUU ini berdampak penting bagi bagaimana perempuan mendapatkan akses dan dukungan sebelum dan sesudah proses melahirkan. Misalnya, akses terhadap pengasuhan anak yang mudah dan terjangkau akan membantu perempuan untuk kembali ke pasar kerja," ujar Titik.

Berdasarkan catatan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan Kementerian Keuangan, tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan mengalami stagnasi di bawah tingkat partisipasi angkatan kerja laki-laki. Dibandingkan dengan negara-negara ASEAN, Indonesia berada pada peringkat rendah di bawah Singapura, Thailand, Kamboja, Laos, dan Vietnam.

Riset yang dilakukan oleh Women’s World Banking menemukan bahwa partisipasi perempuan di peran-peran kepemimpinan di sektor perbankan relatif rendah di bandingkan laki-laki. Hal ini disimpulkan berdasarkan hasil wawancara dengan 17 pemimpin di industri keuangan, wawancara mendalam terhadap 32 tenaga kerja laki-laki dan perempuan sektor perbankan dan fintech, serta kajian pustaka dan dokumen tahunan perusahaan.

"Riset kami menemukan bahwa kendati tenaga kerja perempuan banyak berpartisipasi di sektor perbankan. Namun, persentasenya semakin kecil dengan semakin tingginya posisi. Di tingkat yunior, persentasenya masih tinggi yakni 50,7 persen, lebih besar dibandingkan laki-laki. Namun semakin ke atas, semakin berkurang, di posisi menengah sebesar 42 persen, dan di tingkat senior 32,8 persen," ujar Research Lead Asia Tenggara Women’s World Banking Agnes Salyanty.

Paparan dari Managing Director Asosiasi Fintech Indonesia Aries Setiadi juga menemukan kesenjangan proporsi perempuan dan laki-laki dari hasil Survei Tahunan Anggota 2023.

"Mendorong kepemimpinan perempuan menjadi penting karena dengan partisipasi perempuan, perusahaan fintech juga dapat memacu kinerja, profitabilitas dan inovasi," ujarnya.

Dukungan kerangka hukum dan kelembagaan

Dalam sesi diskusi, praktisi hukum Ira Eddymurthy selaku founding partner SSEK Law Firm mengatakan bahwa Indonesia telah memiliki basis hukum yang lengkap yang menjamin keseteraan akses dan kesempatan kerja bagi perempuan. Konstitusi Indonesia juga memastikan tidak ada diskriminasi berdasarkan gender.

"Sekarang bagaimana memastikan praktisi sumber daya manusia di perbankan dan fintech bisa memahami basis hukum ini dan memastikan perempuan dapat bekerja dan mendapatkan dukungan," ujarnya.

Wakil Direktur Utama Bank Mandiri Alexandra Askandar mengatakan bahwa dukungan institusi akan mendorong kepemimpinan dan pengembangan karier perempuan.

"Secara institusional, kita membangun lingkungan kerja yang nyaman dan aman, serta menyediakan mentorship untuk perempuan. Ini tugas bersama dan bukan hanya tugas satu institusi saja," ujarnya.

Upaya untuk mendorong kepemimpinan perempuan tidak dapat dilakukan secara reaktif. Komisioner DANA Indonesia Chrisma Albandjar mengatakan bahwa praktik dan kebijakan perlu dirancang dari awal untuk memastikan aksi yang diambil memang berdampak nyata dan positif untuk perempuan.

"Perempuan dan laki-laki berbeda dan memiliki kebutuhan yang berbeda. Tempat kerja memang harus by design merancang langkah yang tepat untuk memastikan partisipasi dan kepemimpinan perempuan. Misalnya di DANA, 35 persen dari 900 tenaga kerja adalah perempuan, sementara dari 600 programmer hanya 10 persen perempuan. Menyadari hal ini, perusahaan memang perlu secara sadar membuat strategi untuk mendorong perempuan mengisi peran-peran yang selama ini diidentikkab sebagai sektor laki-laki," ujarnya.

Diskusi publik ini dihadiri oleh 75 peserta dari berbagai pihak, termasuk kementerian, 22 penyedia jasa keuangan terbesar di Indonesia dan asosiasi terkait industri keuangan. Adapun riset Women’s World Banking “Mempercepat Kemajuan Perempuan dalam Peran Pengambilan Keputusan di Sektor Perbankan dan Fintech Indonesia” dapat diunduh di  https://www.womensworldbanking.org/insights/report-catalyzing-womens-advancement-into-decision-making-roles-in-indonesias-banking-and-fintech-sectors/.