Jaksa Tuntut Eks Kepala UPTD PUPRKim Bali 15 Tahun Penjara

DENPASAR - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Bali menuntut mantan Kepala UPTD PAM Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Perumahan dan Kawasan Pemukiman(PUPRKim) Provinsi Bali Raden Agung Sumarsetiono dengan pidana penjara selama 15 tahun.

Jaksa Ni Wayan Yusmawati dalam tuntutan yang dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Denpasar, Bali, menyatakan terdakwa Raden Agung Sumarsetiono telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang menyebabkan kerugian negara mencapai Rp23,9 miliar.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa R. Agung Sumarsetiono oleh karenanya dengan pidana penjara selama 15 tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan," kata JPU dilansir ANTARA, Jumat, 27 Oktober.

Dalam surat tuntutan, jaksa juga menjatuhkan pidana denda terhadap terdakwa Raden Agung Sumarsetiono sebesar Rp500 juta subsider enam bulan kurungan.

Selain itu, JPU menuntut pidana tambahan kepada terdakwa R. Agung Sumarsetiono untuk membayar uang pengganti sebesar Rp23.851.476.794 dengan ketentuan jika terdakwa tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu satu bulan sesudah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.

"Dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka diganti dengan pidana penjara selama tujuh tahun enam bulan," kata JPU.

Jaksa menuntut terdakwa RAS dengan pasal berlapis yakni kesatu primair Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 ayat (1) huruf a dan b Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Dakwaan kedua, Pasal 12 huruf e jo. Pasal 18 ayat (1) huruf a dan b, Pasal 12 huruf i jo. Pasal 18 ayat (1) huruf a dan b Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No. 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Majelis Hakim yang diketuai Gede Putra Atmaja memberikan waktu satu minggu bagi terdakwa RAS dan kuasa hukumnya untuk mengajukan nota pembelaan. Sidang pembacaan eksepsi pun akan digelar pada Jumat 3 November 2023.

Sebelumnya, JPU I Wayan Genip dan kawan-kawan dalam surat dakwaan menyatakan terdakwa RAS bersama-sama dengan saksi Made Ardikosa Satrya Wibawa antara tahun 2018 sampai dengan 2020 telah membuat pertanggungjawaban kegiatan pengadaan barang dan jasa yang tidak sebenarnya (fiktif).

Dalam laporan fiktif tersebut, tetdakwa RAS menggunakan nama perusahaan CV. Nusada Karya milik saksi I Wayan Kawidana , CV Prasada Utama milik saksi I Gede Kosala Putra dan CV Berlya Jaya milik saksi I Made Dwika Arjana dalam kegiatan pengadaan barang dan jasa pemeliharaan jaringan air pada Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) serta menggunakan nama CV Mitra Abadi Teknik milik saksi Ketut Rasmita untuk kegiatan belanja pakaian kerja, pada UPT PAM Dinas PUPR/ UPTD PAM Dinas PUPRKIM) Provinsi Bali tahun 2018 sampai dengan tahun 2020.

Terdakwa membuat seolah-olah perusahaan tersebut telah mengerjakan kegiatan pengadaan barang dan jasa tersebut padahal perusahaan tersebut tidak pernah mengerjakannya.

Terdakwa juga melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi sehingga dinilai dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp18.354.209.094.

Pada tahun 2018 sampai dengan tahun 2020, dalam kegiatan pengadaan barang/jasa yakni kegiatan pemeliharaan jaringan air pada Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) pada UPT PAM Dinas PUPR / UPTD PAM Dinas PUPRKIM Provinsi Bali, terdakwa selaku pimpinan BLUD UPT PAM Dinas PUPR / UPTD PAM Dinas PUPRKIM Provinsi Bali yang seharusnya menunjuk penyedia untuk melaksanakan kegiatan tersebut, namun terdakwa tidak menunjuk penyedia melainkan terdakwa memerintahkan pegawai pada Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Petanu dan Penet untuk mengerjakan pekerjaan tersebut.

Kemudian untuk pencairan anggaran terhadap pekerjaan pemeliharaan jaringan air pada SPAM Petanu dan Penet, terdakwa meminjam beberapa perusahaan yakni CV. Nusada Karya dan CV Prasada Utama yang dipergunakan seolah-olah perusahaan tersebut yang telah mengerjakan kegiatan pengadaan barang/jasa pemeliharaan jaringan air.

Padahal perusahaan-perusahaan tersebut tidak pernah melakukan penawaran dan mengerjakan atau melaksanakan kegiatan dimaksud.

Selain meminjam sendiri beberapa perusahaan, terdakwa juga telah memerintahkan Made Ardikosa Satrya Wibawa meminjam perusahaan untuk membuat pertanggungjawaban terhadap beberapa pekerjaan yang tidak pernah dilaksanakan oleh perusahaan-perusahaan tersebut.