Pekerjaan Rumah yang Harus Diselesaikan Duet Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka
JAKARTA – Sosok Gibran Rakabuming Raka disebut bakal membantu mendulang Prabowo Subianto pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Tapi di satu sisi, mereka punya PR besar yaitu menghilangkan tudingan politik dinasti yang tengah dibangun Jokowi.
Keinginan Prabowo meminang Gibran akhirnya terwujud setelah mendapat lampu hijau dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai gugatan batas usia Capres dan Cawapres.
Putra sulung Presiden Joko Widodo itu diizinkan maju dalam kontestasi Pilpres 2024 setelah MK mengabulkan gugatan yang diajukan Almas Tsaqibirru ReA.
Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang dimohonkan Almas meminta MK mengubah syarat pencalonan Capres dan Cawapres menjadi berusia paling rendah 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
Isu Politik Dinasti Bakal Dikapitalisasi
Isu politik dinasti disebut bisa menjadi beban bagi pasangan Bacapres Prabowo-Gibran saat mereka bertarung di Pilpres. Hal ini dituturkan Direktur Eksekutif Indonesian Public Institute (IPI) Karyono Wibowo.
Karyono memprediksi isu politik dinasti ini sedikit banyak bisa memengaruhi elektabilitas Prabowo-Gibran.
“Sebelumnya isu politik dinasti sudah masif dibicarakan di ranah publik, di media sosial, di mana-mana. Dan isu tersebut makin kuat pasca-putusan MK, di mana MK dituding memberikan karpet merah untuk Gibran,” kata Karyono kepada VOI.
“Wacana politik dinasti mengarah pada image Jokowi. Isu ini akan dikapitalisasi sehingga bisa menjadi beban Prabowo-Gibran pada kontestasi Pilpres,” Karyono menambahkan.
Sementara itu, pandangan sedikit berbeda diungkapkan Pengamat Politik dari Universitas Al Azhar Indonesia Andriadi Achmad. Ia mengatakan ada perbedaan antara politik dinasti dengan sistem demokrasi yang dianut di Indonesia.
Mengutip laman Kemendagri, demokrasi adalah pemerintahan rakyat atau bentuk atau sistem pemerintahan yang seluruh rakyatnya turut serta memerintah dengan perantara wakilnya.
Indonesia mulai memberlakukan Pemilu langsung sejak 2004, di mana para pemilih dapat memilih langsung presiden dan wakil presiden pilihan mereka. Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla menjadi presiden dan wakil presiden Indonesia pertama yang dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilu.
Sejak saat itu, pilpres selalu digelar secara langsung setiap lima tahun sekali.
Sementara sebelum Pilpres 2004, presiden dipilih secara tidak langsung, yaitu melalui musyawarah mufakat anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). MPR berwenang memilih karena merupakan lembaga tertinggi negara yang anggotanya terdiri dari seluruh anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
“Politik dinasti identik dengan konteks kerajaan, dengan keturunan, sehingga yang menjadi raja-raja atau pemimpin adalah keturunannya sendiri, secara langsung tanpa ada pemilihan. Sementara dalam demokrasi tidak ada politik dinasti,” tutur Andriadi kepada VOI.
“Dalam demokrasi yang paling berkuasa adalah rakyat, suara rakyat yang paling menentukan. Instrumen paling penting dalam demokrasi adalah pemilu, karena dari sinilah tercipta estafet kepemimpinan dan ini semua dipilih oleh rakyat,” jelas Andriadi panjang lebar.
Baca juga:
Namun, Andriadi tak memungkiri pemilihan Gibran sebagai Bacawapres Prabowo karena faktor Jokowi sebagai presiden saat Pilpres berlangsung tahun depan. Ia yakin, keberadaan Gibran bakal membuat para pendukung Jokowi mengalirkan dukungan mereka pada pasangan dari Koalisi Indonesia Maju ini.
“Gibran ini identik dengan Jokowi. Prabowo menginginkan Jokowi’s effect, menginginkan pengaruh Jokowi karena saat Pilpres nanti ia masih jadi presiden dan memiliki kuasa untuk mengendalikan,” Andriadi menambahkan.
Kemampuan Gibran Diragukan
Walau terus digoyang dengan isu politik dinasti, elektabilitas Prabowo-Gibran masih tinggi.
Lembaga Survei Indonesia (LSI) menyebut duet Prabowo-Gibran masih lebih tinggi dibandingkan dua pasangan lainnya, Ganjar Pranowo-Mahfud MD serta Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.
Bahkan setelah putusan MK, simulasi yang dilakukan LSI mencatat pasangan Prabowo-Gibran unggul dengan elektabilitas 35,9 persen. Sementara Ganjar-Mahfud dengan elektabilitas sebesar 26,1 persen dan Anies-Cak Imin dengan 19,6 persen.
Meski demikian, Prabowo-Gibran memiliki PR besar pada Pilpres nanti. Selain meredam isu politik dinasti, duet ini juga mesti menjawab keraguan publik mengenai kemampuan Gibran dalam pemimpin.
Sebagaimana diketahui, Gibran tak memiliki banyak pengalaman di arena politik. Ia bahkan baru menjadi kader PDIP per 2019 setelah lebih dulu terjun ke dunia bisnis.
Gibran Rakabuming Raka kemudian terpilih sebagai Wali Kota Surakarta pada 2020. Artinya, sampai saat ini pria 36 tahun itu baru memiliki pengamanan kurang dari tiga tahun memimpin Surakarta.
“Selain persepsi publik soal politik dinasti, adanya keraguan masyarakat terhadap Gibran juga harus dibenahi,” Karyono menjelaskan.
“Masyarakat meragukan kematangan, pengalaman, dan kemampuan Gibran dalam memimpin Indonesia. Karena yang akan dipimpin ini Indonesia, dari Sabang sampai Merauke dengan 275 penduduk di dalamnya.
“Pengalaman Gibran di Solo dianggap belum cukup untuk memimpin Indonesia. Dua hal ini, dinasti politik dan pengalaman menjadi perbincangan publik sekarang,” Karyono mengimbuhkan