Menhub Budi Singgung Keberanian Jokowi Soal Eropa-AS yang Jegal Hilirisasi Nikel, Jadi Cerminan di Kementeriannya
JAKARTA - Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mengatakan, Uni Eropa dan Amerika Serikat (AS) kerap mencampuri larangan ekspor nikel Indonesia.
Budi menyebut, Indonesia selalu dianaktirikan oleh dunia. Namun, saat ini Indonesia mampu membuktikan diri menjadi negara ketiga dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di antara anggota G20.
Menurut dia, kini Indonesia mulai diperhitungkan di mata dunia.
Salah satunya karena keteguhan kepemimpinan atau leadership yang dimiliki Presiden Joko Widodo (Jokowi), termasuk dalam melarang ekspor bijih nikel dan menggarap hilirisasi di Tanah Air.
Nikel sendiri merupakan salah satu bahan baku baterai kendaraan listrik, utamanya yang digunakan dalam motor maupun mobil listrik.
"Dulu namanya nikel ore itu dibawa dari Sulawesi ke luar dengan bahan mentah, tidak diapa-apakan sehingga kita enggak dapat apa-apa gitu," kata Budi dalam Seminar Nasional bertajuk "Strategi Green Financing Sektor Transportasi untuk Daya Saing Perkeretaapian Berkeadilan" dipantau secara daring di Jakarta, Rabu, 20 September.
"Saat kita mau pintar sedikit bayangin terlepas itu dari negara tertentu (pemain hilirisasi di Indonesia) sudah ada development nikel ore menjadi aluminium, baterai, dan sebagainya. Fair enggak kalau Eropa atau AS men-judge kita enggak boleh bangun (hilirisasi) sendiri, gitu? Kan, anak SD juga tahu itu enggak benar," tambahnya.
Budi mengeklaim, keberanian tersebut menjadi cerminan untuk mengambil berbagai keputusan penting, khususnya di kementeriannya, meskipun berisiko.
"Negara lain men-judge kita salah, mereka double standard, itu enggak benar. Ini tugas yang berat bagi kita untuk melaksanakan itu semuanya," ujarnya.
Di samping itu, Budi turut menyinggung soal pendanaan hijau (green financing) untuk transportasi yang berkeadilan.
Menurut dia, dua hal tersebut saling tarik-menarik. Sebab, green financing pasti mahal.
Sementara, transportasi yang berkeadilan berarti mengharuskan pemerintah memberikan subsidi.
Baca juga:
Selama ini, kata Budi, sebanyak 30 persen dari APBN yang diterima kementeriannya digunakan untuk subsidi transportasi, baik di darat, laut, udara, hingga kereta api.
Oleh karena itu, dia meminta kerja sama banyak pihak, termasuk para pakar dalam pengembangan transportasi massal.
"Kita harus yakin inilah konsep ultimate yang harus dimiliki minimal para pakar dulu dan juga pengamat. Kalau kita bikin transportasi massal jangan komentar-komentar (buruk) gitu," pungkasnya.