Protein Hewani Disebut Ahli Penting untuk Cegah Gizi Buruk
JAKARTA - Orang tua diminta untuk meningkatkan kualitas makanan pengganti air susu ibu (MPASI). Asupan gizi, utamanya protein hewani harus diberikan untuk mencegah terjadinya gizi buruk atau stunting.
"Konsumsi protein hewani penting untuk pertumbuhan anak," kata Dr. Nur Aisiyah Widjaja, Sp.A dalam webinar nasional bertajuk 'Asupan Hewani untuk Tata Laksana Stunting' yang dikutip pada Senin, 18 September.
Nur Aisiyah yang akrab disapa Nuril ini kemudian mengatakan pemberian protein hewani ini bisa dilakukan setelah anak menginjak usia 6 bulan. Sebab, pemberian ASI saja tidak cukup.
"Ketika anak berusia 6-8 bulan kandungan gizi ASI berkurang 30 persen. Lalu pada usia 9-11 bulan berkurang lagi hingga 50 persen dan selanjutnya terus berkurang hingga 70 persen," tegasnya.
Meski begitu, Nuril menyebut konsumsi protein hewani di Tanah Air masih sangat rendah. "Yaitu hanya 9,58 gram untuk kelompok ikan, udang, cumi, atau kerang (dan, red) 4,79 gram untuk kelompok daging, dan 3,37 gram untuk kelompok telur atau susu," tegasnya.
Kondisi ini yang membuat Nuril mengingatkan orang tua harus memberikan MPASI yang dilengkapi dengan protein nabati maupun hewani. Ada takaran yang perlu diikuti, misalnya bagi anak dalam kondisi sehat berusia 6-11 bulan kebutuhan protein yang harus dipenuhi mencapai 15 gram dan bisa didapat dengan mengonsumsi telur dan ikan lele.
Selain itu, orang tua juga bisa memperhatikan protein energy ratio (PER). Panduan ini dianggap mampu mengoptimalkan kekurangan sehingga anak bisa mengejar pertumbuhan.
"Dengan berpedoman pada PER, dapat diketahui untuk menaikkan berat badan dengan cepat yaitu antara 10-20 gram perkilogram berat badan perhari diperlukan asupan makanan dengan rasio protein energi sebesar 8,9-11,5 persen. Sedangkan untuk penambahan berat badan yang lebih besar, bisa diberikan makanan dengan PER 10-15 persen," ujarnya.
Sedangkan untuk anak yang sudah mengalami kekurangan gizi atau stunting ada beberapa hal yang harus dilakukan, seperti melakukan deteksi penyakit bawaan hingga memberikan pangan olahan untuk keperluan medis khusus (PKMK). Jenisnya bisa berupa susu dengan kandungan kalori yang tinggi.
"Pemberian PKMK sifatnya individual yang membutuhkan penilaian dan pemantauan dokter karena harus disesuaikan dengan kondisi status gizi anak," pungkas Nuril.