ICC Selidiki Dugaan Kejahatan Perang Usai Penemuan Kuburan Massal di Sudan
JAKARTA - Jaksa Karim Khan penuntut mengatakan Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) tengah menyelidiki dugaan kejahatan perang dan kejahatan kemanusiaan di Sudan, seiring dengan penemuan kuburan massal di Darfur.
Pertempuran antaran pasukan pemerintah dengan paramiliter Rapid Support Forces (RSF) telah meluas ke Darfur, kata Khan kepada Dewan Keamanan PBB.
Sedikitnya 87 mayat etnis Masalit dan lainnya, termasuk perempuan dan anak-anak telah ditemukan di sebuah kuburan massal di Darfur, kata Kantor HAM PBB pada Hari Kamis.
PBB mengatakan memiliki "informasi yang dapat dipercaya" jika paramiliter memerintahkan pembunuhan tersebut.
"Saya mengutuk dengan sekeras-kerasnya pembunuhan warga sipil dan individu-individu hors de combat, dan saya lebih terkejut dengan cara yang tidak berperasaan dan tidak sopan terhadap orang mati, bersama dengan keluarga dan komunitas mereka, diperlakukan," kata Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia Volker Turk, melansir The National News 14 Juli.
PBB juga mengatakan, penduduk setempat "dipaksa" untuk membuang mayat di kuburan massal.
"Kami sedang menyelidiki tuduhan itu," kata Khan kepada dewan.
"Dengan analisis apa pun, kami tidak berada di jurang bencana manusia, tetapi di tengah-tengahnya," lanjutnya.
"Ada perempuan dan anak-anak, anak laki-laki dan perempuan, tua dan muda, dalam ketakutan akan nyawa mereka, hidup dalam ketidakpastian di tengah konflik dan rumah mereka dibakar," papar Khan.
"Banyak orang yang kita bicarakan tidak akan tahu apa yang akan terjadi malam itu dan nasib apa yang menanti mereka besok," tandasnya.
Lebih lanjut Khan mengatakan, ICC juga menyelidiki tuduhan lain di Darfur Barat termasuk penjarahan, pembunuhan di luar hukum dan pembakaran rumah, serta dugaan kejahatan di Darfur Utara.
Dia mengatakan, siapa pun di dalam atau di luar Sudan yang membantu atau bersekongkol melakukan kejahatan di Darfur akan diselidiki.
Jaksa menambahkan, dia telah menginstruksikan kantornya untuk memprioritaskan kejahatan terhadap anak-anak dan kekerasan seksual dan berbasis gender.
"Kita harus bertindak segera, secara kolektif, untuk melindungi yang paling rentan jika frasa 'tidak pernah lagi' yang sering diulang ini berarti apa-apa," seru Khan.
Diketahui, setidaknya 37 jenazah dimakamkan pada 20 Juni di kuburan massal sedalam satu meter di area terbuka yang disebut Al Turab Al Ahmar (Tanah Merah), kata PBB.
Mereka ditemukan 2-4km barat laut dari markas Polisi Cadangan Pusat di barat El Geneina.
"50 jenazah lainnya dimakamkan di tempat yang sama pada 21 Juni. Jenazah tujuh wanita dan tujuh anak termasuk di antara mereka yang dikuburkan," kata PBB.
Dikatakan, para korban dibunuh sekitar waktu yang sama ketika Gubernur Darfur Barat Khamis Abbaker dibunuh pada 14 Juni, setelah berbicara menentang kejahatan yang dilakukan oleh RSF di sana.
Turk meminta RSF untuk mengizinkan "pencarian korban yang meninggal, pengumpulan dan evakuasi mereka tanpa pembedaan, termasuk berdasarkan latar belakang etnis - seperti yang diwajibkan oleh hukum internasional".
Di wilayah konflik Sudan, mayat-mayat warga sipil dan pejuang dibiarkan tergeletak di tanah selama berminggu-minggu, karena kamar mayat telah penuh dan paramedis tidak dapat merawat mereka yang membutuhkan karena situasi keamanan.
Diketahui, perang pecah antara RSF dan tentara Sudan pada tanggal 15 April tahun ini dan terus berlanjut, meskipun telah dilakukan berbagai upaya gencatan senjata oleh PBB, Amerika Serikat, Arab Saudi, Uni Afrika, Mesir dan lainnya.
Baca juga:
- Sebut ASEAN Tidak Boleh Menjadi Ajang Persaingan, Presiden Jokowi: Mari Jadi Pemenang Tanpa Merendahkan yang Lain
- Presiden Putin Sebut Tank Asing Jadi Target Prioritas Pasukan Rusia di Ukraina, Tidak Khawatir Rudal Jarak Jauh
- Pembakaran Al-Qur'an Tidak Dapat Tempat di Eropa, Pejabat UE: Manifestasi Rasisme, Xenofobia dan Intoleransi
- Calon Kepala NSA Pilihan Presiden Biden Nilai Pengumpulan Data Perorangan Penting untuk Antisipasi Ancaman
PBB mengatakan, satu keluarga harus menunggu selama 13 hari di Darfur Barat sebelum diizinkan untuk mengambil jenazah anggota keluarganya yang terbunuh sekitar tanggal 9 Juni oleh RSF.
"Kepemimpinan RSF dan milisi sekutunya serta semua pihak yang terlibat dalam konflik bersenjata, harus memastikan bahwa orang yang tewas ditangani dengan baik dan martabat mereka dilindungi," tegas Turk.
"RSF harus mencatat, atau mengizinkan pekerja bantuan untuk mencatat, semua informasi yang tersedia terkait dengan korban tewas, termasuk mengambil foto yang tepat dari mayat dan menandai lokasi kuburan, dengan tujuan untuk identifikasi guna memfasilitasi pengembalian jenazah kepada keluarga atas permintaan mereka," tandas PBB.