Amerika Serikat Kecam Aksi Pembakaran Al Quran oleh Warga Irak di Swedia saat Iduladha 2023
JAKARTA - Amerika Serikat pada Rabu mengatakan bahwa membakar kitab suci adalah perbuatan "kurang ajar" setelah aksi pembakaran Al Quran di Swedia pada hari pertama perayaan Iduladha 2023.
"Kami telah mengatakan berulang-ulang bahwa membakar kitab suci adalah kurang ajar dan menyakitkan, dan apa yang mungkin legal bukan berarti sesuai," kata juru bicara Deputi Departemen Luar Negeri AS Vedant Patel saat menjawab pertanyaan mengenai aksi provokasi tersebut.
"Jadi saya akan membiarkan pemerintah Swedia dan penegak hukum setempat berbicara secara khusus atau lebih terutama tentang insiden ini secara luas, kami terus mendorong Hongaria dan Turki untuk meratifikasi protokol bergabungnya Swedia (ke NATO) tanpa penundaan, sehingga kami dapat menyambut Swedia ke dalam aliansi secepatnya," ujar dia seperti dikutip Antara.
Sebelumnya seorang warga Irak, Salwan Momika membakar kitab suci umat Islam di depan sebuah masjid di Stockholm, pada hari pertama perayaan keagamaan Islam, yang dikenal dengan Perayaan Kurban.
Kejadian itu terjadi di depan Masjid Stockholm Medborgarplatsen, di mana Momika pertama kali melemparkan Al Quran ke tanah sebelum membakarnya dan menghina Islam.
Pada 12 Juni, pengadilan banding Swedia menguatkan keputusan pengadilan yang lebih rendah untuk membatalkan larangan pembakaran Al Quran, dengan memutuskan bahwa polisi tidak memiliki dasar hukum untuk mencegah dua aksi pembakaran Al Quran yang terjadi pada awal tahun ini.
Baca juga:
Pada Februari, polisi menolak izin untuk upaya pembakaran dua Al Quran, dengan alasan keamanan, setelah politisi sayap kanan Rasmus Paludan membakar Al Quran di depan Kedutaan Besar Turki di Stockholm pada Januari.
Setelahnya, kedua orang yang berupaya melakukan aksi provokatif di depan kedutaan Irak dan Turki di Stockholm mengajukan banding atas putusan tersebut.
Pada April, Pengadilan Administrasi Stockholm membatalkan putusan pengadilan yang lebih rendah tersebut dan menyatakan bahwa risiko keamanan tidak cukup untuk membatasi aksi demonstrasi.