Masalah Kelengkapan Dokumen dan Terlibat Kasus Kriminal, 163 PMI Dideportasi dari Malaysia Hari Ini
BATAM - Sebanyak 163 Pekerja Migran Indonesia (PMI) non prosedural dideportasi dari Malaysia hari ini. Jumlah PMI bermasalah tersebut diungkapkan Kepala Balai Pelayanan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Kombes Amingga M Primastito.
“Hari ini, Sabtu (10/6) Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Johor Bahru, Malaysia memfasilitasi deportasi 163 PMI, karena masalah kelengkapan dokumen dan terlibat kasus kriminal,” ujar Amingga saat dihubungi di Batam Kepulauan Riau, Sabtu.
Dia menyebutkan, 163 PMI non prosedural yang dideportasi itu dipulangkan dalam dua jadwal keberangkatan melalui Pelabuhan Pasir Gudang, Malaysia tujuan pelabuhan Sri Bintan Pura, Tanjungpinang.
"Mereka dikirim dalam dua rombongan. Rombongan pertama berjumlah 55 orang tiba pukul 11.00 WIB. Untuk rombongan kedua berjumlah 108 orang pada pukul 13.00 WIB tiba di Tanjungpinang," kata dia dikutip ANTARA, Sabtu, 10 Juni.
Amingga menjelaskan, ratusan PMI non prosedural yang dideportasi Malaysia itu diketahui berangkat melalui berbagai pelabuhan internasional dan bandara di wilayah Sumatera dan Jawa.
Rata-rata dari mereka, banyak yang mengelabui petugas dengan berpura-pura menjadi pelancong ke Malaysia. Namun, setelah sampai di negara tujuan, mereka malah bekerja tanpa dokumen resmi yang dikeluarkan Pemerintah Indonesia.
"Mereka banyak yang berpura-pura sebagai pelancong. Sesampai di Malaysia bekerja di sana tanpa dokumen resmi. Berangkatnya tidak semua dari Batam, tapi ada juga yang dari Bandara Juanda Surabaya, Bandara Soekarno Hatta, Bengkalis, Dumai dan Tanjung Balai Asahan," ucapnya.
Baca juga:
Ada juga sebagian PMI yang masuk menggunakan jalur resmi ke Malaysia, tapi sesampainya di sana, mereka membuat masalah. Sehingga mereka akhirnya kemudian menjadi PMI non prosedural.
"Ada beberapa orang yang pergi secara resmi, namun saat di negara penempatan mendapatkan bujuk rayu dari temannya sehingga kabur dari majikan untuk pindah kerja di tempat lain, hal tersebut akhirnya menjadi ilegal," pungkas Amingga.