Distanbun Petakan 5 Daerah di Aceh Rawan Kekeringan Dampak El Nino

BANDA ACEH - Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Aceh menyebut ada lima kabupaten di provinsi itu yang diperkirakan rawan kekeringan seiring fenomena El Nino dan Indian Ocean Dipole (IOD) pada tahun ini, sehingga berdampak pada musim tanam padi.

Kepala Distanbun Aceh Cut Huzaimah mengatakan hasil pemetaan yang dilakukan terdapat 6.443 hektare lahan sawah yang tersebar di 175 desa, 33 kecamatan dalam lima kabupaten yang rawan mengalami kekeringan pada musim taman gadu tahun ini.

“Yaitu Kabupaten Nagan Raya, Aceh Besar, Aceh Utara, Bireuen, dan Pidie,” katanya dilansir ANTARA, Jumat, 9 Juni.

Pihaknya juga telah menyiapkan rencana solusi untuk mengantisipasi kekeringan sawah akibat perubahan iklim ekstrem itu, dengan menyediakan  93 sumur suntik dan 83 pompa air di lima kabupaten itu.

“Kita juga sedang berupaya mencari solusi agar perusahaan di Aceh bisa menggunakan dana CSR untuk membangun sumur suntik. Bantuan pompa air juga ada, cuma tetap butuh bahan bakar sehingga juga butuh bantuan dari pihak lain,” ujarnya.

Dia merinci di Kabupaten Nagan Raya terdapat 20 hektare sawah yang rawan kering dengan rencana solusi menyiapkan satu unit sumur suntik. Kemudian 893 hektare lahan rawan kekeringan di Aceh Besar dengan solusi 16 sumur suntik dan 11 pompa air.

Selanjutnya, seluas 1.830 hektare lahan sawah yang rawan kekeringan di Aceh Utara dengan solusi 26 sumur suntik dan 11 pompa air, 459 hektare di Bireuen dengan solusi 20 sumur suntik, dan 3.241 hektare lahan di Pidie dengan solusi 30 sumur suntik serta 61 pompa air.

Sebelumnya BMKG menyebut fenomena El Nino semakin menguat dengan adanya IOD menuju positif yang dapat memicu kekeringan di Indonesia pada musim kemarau.

Fenomena El Nino dipengaruhi oleh suhu muka air laut di Samudra Pasifik dan IOD yang dipengaruhi suhu di Samudra Hindia, dimana keduanya terjadi bersamaan pada musim kemarau tahun ini.

Kondisi ini diprediksikan terjadi pada semester dua tahun 2023 yang berdampak terhadap semakin berkurangnya curah hujan di sebagian wilayah Indonesia selama periode musim kemarau ini.

Cut Huzaimah menerangkan luas tanam padi Aceh pada musim tanam gadu atau April-September seluas 170 ribu hektare. Kondisi perubahan iklim ini juga menyulitkan petugas dan petani memprediksikan jadwal tanam yang tepat.

Musim kering berkepanjangan ini menyebabkan debit air sungai berkurang sehingga diperlukan sarana penampungan air seperti waduk, embung, pipanisasi, dan pompanisasi.

“Untuk antisipasi kekeringan pada luasan kecil, telah disediakan pompa. Namun untuk operasional dibutuhkan BBM dan perlu dukungan semua pihak,” ujarnya.

Di sisi lain, juga dibutuhkan asuransi usaha tani untuk mengurangi risiko gagal panen. Tahun ini sebanyak 4.000 hektare lahan telah diikutkan asuransi dengan 80 persen premi ditanggung pemerintah pusat dan 20 persen ditanggung Pemerintah Aceh.