Jaksa Temukan Indikasi Gratifikasi di Kasus Korupsi RSUD Sumbawa

MATARAM - Penyidik kejaksaan menemukan adanya indikasi gratifikasi di kasus dugaan korupsi pengelolaan dana Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) pada Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, pada tahun anggaran 2022.

"Dalam kasus ini bukan hanya dugaan mark-up harga, tetapi ada juga muncul dugaan gratifikasi," kata Kepala Kejari Sumbawa Adung Sutranggono di Mataram dilansir ANTARA, Senin, 29 Mei.

Dugaan baru yang muncul dalam penyidikan tersebut, kata Adung, kini masuk dalam agenda pengembangan penanganan kasus.

“Untuk dugaan itu (gratifikasi) masih harus kami dalami," ujarnya.

Pendalaman tersebut, kata dia, berkaitan dengan pemenuhan alat bukti yang mengarah pada unsur perbuatan pidana gratifikasi, yakni Pasal 11 dan/atau Pasal 12e UU Pemeberantasan Tindak Pidana Korupsi.

"Akan tetapi, untuk saat ini kami masih terapkan Pasal 2 dan Pasal 3. Nantinya, kalau cukup bukti, baru kita terapkan Pasal 12e dan Pasal 11," ucap dia.

Adung menegaskan penanganan kasus ini pun sudah mendapatkan atensi dari Kepala Kejati NTB. Bahkan, dalam penanganan, pihaknya sudah melakukan gelar perkara bersama Kejati NTB.

"Kami gelar bersama untuk mematangkan penanganan," katanya.

Dalam kasus ini, kata dia, belum terungkap peran tersangka. Namun, dia optimistis hal itu akan terungkap usai penyidik merampungkan alat bukti, salah satunya berkaitan dengan angka kerugian negara.

“Tunggu saja waktunya," ujar Adung.

Dalam penyidikan, jaksa mengungkap adanya dugaan penyelewengan dana BLUD dari 883 item pekerjaan, salah satunya terkait dengan pembayaran jasa pelayanan kesehatan (jaspelkes).

Khusus untuk jaspelkes dalam periode 3 bulan, mulai Oktober sampai Desember 2022, tercatat adanya tunggakan pembayaran sebesar Rp10,5 miliar.

Karena itu, potensi kerugian negara yang sebelumnya telah disampaikan dengan nilai Rp1,6 miliar tersebut berpeluang naik.

Untuk hal tersebut, Kepala Seksi Intelijen Kejari Sumbawa Juliartana mengatakan bahwa pihaknya masih harus menunggu hasil audit dari ahli. Dalam hal ini dari lembaga yang punya akreditasi dalam menghitung kerugian negara.