Bos Perusahaan Syaratkan Karyawati Tidur Bareng demi Perpanjang Kontrak Dinilai Langgar HAM

JAKARTA - Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar menegaskan tindakan oknum pimpinan perusahaan yang mensyaratkan karyawati menginap di hotel atau "staycation" bersamanya agar kontrak kerja diperpanjang merupakan pelanggaran hak asasi manusia alias HAM.

Timboel menyebut masifnya pemberitaan tentang tindakan tersebut sangat memprihatinkan, karena pekerja kontrak memang selama ini sangat lemah posisi tawarnya dalam hubungan industrial.

"Para karyawan tersebut lebih sering dihadapkan pada penilaian subjektif majikan atau pimpinan yang menentukan diperpanjang atau tidaknya kontrak kerja," katanya dalam keterangan pers, Jumat 5 Mei, disitat Antara.

Selama ini banyak pelanggaran hak normatif pekerja kontrak, karena memang posisi tawarnya sangat rendah, seperti pelanggaran upah minimum, jaminan sosial, K3, tunjangan hari raya (THR), hingga pembayaran kompensasi kontrak kerja ketika kontrak kerja jatuh tempo.

Ketika ada protes tentang pelanggaran-pelanggaran hak normatif tersebut, menurut dia, tidak jarang para pekerja diputus kontraknya, tidak diperpanjang lagi sehingga hal ini menjadi ketakutan bagi pekerja. Para pekerja takut menganggur karena diputus hubungan kerjanya.

"Menurut saya tindakan oknum atasan yang mensyaratkan 'staycation' (menginap di hotel) kepada karyawati sebagai syarat agar kontrak kerja diperpanjang merupakan hal yang sangat mungkin terjadi, dan menurut informasi dari beberapa teman hal ini memang terjadi," ujar Timboel.

Menurut dia, kejadian tersebut harus dihentikan, termasuk pelanggaran hak-hak normatif pekerja lainnya. Seluruh persoalan ini harus segera direspons dan ditindaklanjuti oleh pihak kepolisian dan pengawas ketenagakerjaan. Polisi harus membuka tabir jahat oknum atasan yang memang memanfaatkan kekuasaannya untuk melakukan pelecehan dan kejahatan seksual terhadap pekerja perempuan.

"Pihak kepolisian harus cermat merespons hal ini, jangan sampai polisi akan menghentikan penyelidikan dan penyidikan perbuatan jahat ini karena adanya pengakuan 'suka sama suka' dari kedua pihak. Faktanya pekerja perempuan mengalami tekanan yang sangat kuat karena mereka takut tidak diperpanjang kontraknya. Saya berharap pekerja perempuan berani mengungkap masalah ini, dan polisi segera memproses hukum kepada oknum atasan yang melakukan tindakan ini," ujar dia.

Selain itu, polisi dan pengawas ketenagakerjaan harus menjamin pekerja perempuan yang berani bersuara atas masalah "staycation" ini untuk tetap bisa bekerja di perusahaan. Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan polisi harus memberikan perlindungan bagi pekerja perempuan yang berani mengungkap masalah ini.

"Momentum kasus ini pun harus digunakan oleh pengawas ketenagakerjaan untuk merespons pelanggaran hak-hak normatif pekerja yang selama ini terjadi di perusahaan. Pihak pengawas ketenagakerjaan harus menjamin kerahasiaan pekerja pelapor atas laporan yang disampaikan," kata dia.

"Dengan pemberitaan ini tentunya Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB) pun harus lebih responsif atas persoalan ini, dan berani mengungkap bila ada dugaan terjadinya masalah ini di perusahaan. Pekerja perempuan harus diedukasi dan diberdayakan oleh SP/SB untuk berani mengadukan bila ada persyaratan 'staycation' sebagai syarat perpanjangan kontrak kerja," tandasnya.