Anggota DPR F-Gerindra Habiburokhman Minta Polda Lampung Setop Proses Laporan Soal Kritik Bima Yudho

JAKARTA - Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Gerindra, Habiburokhman, mengingatkan pihak kepolisian untuk menghentikan proses penyelidikan terhadap Bima Yudho Saputro, karena mengkritik kondisi jalan rusak di Lampung. Menurutnya, tidak ada masalah hukum terkait kritikan anak muda Lampung yang bersekolah di Australia itu. 

"Saya akan terus ingatkan Polda Lampung agar tidak menindaklanjuti laporan ini secara hukum, karena memang enggak ada masalah hukumnya," ujar Habiburokhman kepada wartawan, Senin, 17 April. 

Pernyataannya ini, lanjut Habiburokhman, bukan ingin mengintervensi pihak kepolisian. Namun, legislator Jakarta Timur itu hanya mengingatkan aparat agar tak memaksa persoalan yang bukan masalah hukum ditarik-tarik ke ranah hukum.

"Saya tidak intervensi, tapi saya mengingatkan. Jangan sampai masalah yang sebetulnya bukan masalah hukum dibawa ke masalah hukum," jelas Wakil Ketua MKD DPR itu.

Waketum Gerindra itu juga meminta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) lebih proaktif guna memastikan keamanan Bima dan keluarganya. 

Seharusnya, sambung Habiburokhman, pemangku kepentingan lebih bijak menanggapi kritik. Jangan sampai, kata dia, demokrasi di Indonesia dibungkam gara-gara mengkritik jalan rusak.

"Saya minta LPSK juga proaktif memberikan perlindungan kepada Bima ini. Kita harus jaga iklim demokrasi ini jangan sampai suara-suara kritis itu justru dilarikan ke arah kriminal," tegas Habiburokhman. 

"Maju terus Bima, jangan khawatir, jangan takut, kami bersamamu," imbuh dia. 

Sebelumnya, Kabid Humas Polda Lampung Kombes Zahwani Pandra, mengatakan pihaknya mengedepankan asas praduga tak bersalah terhadap setiap laporan masyarakat yang masuk. Dia menjelaskan, laporan yang sudah diterima polisi harus dilakukan penyelidikan sampai gelar perkara. 

"Kita ini kan negara hukum berdasar asas praduga tak bersalah, presumption of innocence. Kewenangan penyidik Polri itu adalah sebagai penyidik. Nah penyidik itu tidak bisa menerima atau menolak laporan tanpa dilakukan penyelidikan," kata Pandra, Minggu, 16 April. 

"Itu namanya asas equality before the law, baik itu terlapor dan pelapor memiliki hak yang sama, harus dilindungi. Dalam hal ini tentu adanya laporan dan pengaduan itu kita wajib melakukan penyelidikan," imbuhnya. 

Bila dalam gelar perkara tidak ditemukan adanya unsur pidana terkait laporan tersebut, tambah Pandra, maka kasus dihentikan dengan menerbitkan surat perintah penghentian penyelidikan (SP3). 

Namun jika sebaliknya, maka akan dilakukan pemanggilan untuk permintaan keterangan.