Kejari Periksa Mantan Bupati Bireuen terkait Korupsi BPRS

BANDA ACEH - Penyidik Kejaksaan Negeri Bireuen, Aceh, memeriksa mantan Bupati Bireuen terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi penyertaan modal Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) Kota Juang.

Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Bireuen Munawal Hadi mengatakan pemeriksaan yang bersangkutan sebagai saksi. Pemeriksaan ini untuk melengkapi bukti dam keterangan penyidikan.

"Yang bersangkutan berinisial MAG. Dia dimintai keterangan terkait dengan penyertaan modal Pemerintah Kabupaten Bireuen kepada BPRS pada tahun anggaran 2019 sebesar Rp1 miliar dan pada tahun anggaran 2021 Rp500 juta," kata Munawal Hadi dilansir ANTARA, Selasa, 11 April.

Munawal Hadi mengatakan MAG merupakan Bupati Bireuen periode 2020—2022 dan juga Wakil Bupati Bireuen periode 2017—2020. MAG juga merupakan penanggung jawab Tim Anggaran Pemerintah Kabupaten (TAPK) Bireuen 2019 dan Pembina TAPK Bireuen 2020.

"Pemeriksaan terhadap yang bersangkutan kurang lebih 3 jam. Penyidik menyodorkan 50 pertanyaan yang berkaitan dengan dugaan tindak pidana korupsi BPRS Kota Juang pada tahun anggaran 2019 dan 2021," kata Munawal.

Pengusutan dugaan tindak pidana korupsi penyertaan modal BPRS sudah ditingkatkan ke tahap penyidikan. Namun, penyidik belum menetapkan siapa saja yang menjadi tersangka.

Dijelaskan, pemeriksaan saksi guna melengkapi berkas perkara serta memperkuat alat bukti sehingga perkara tersebut menjadi jelas.

"Sampai saat ini, penyidik sudah memeriksa lebih dari 23 saksi, termasuk mantan Bupati Bireuen. Pemeriksaan saksi akan terus berlanjut guna memperkuat dugaan tindak pidana korupsi tersebut," kata Munawal.

Sebelumnya, Pemerintah Kabupaten Bireuen mengalokasikan dana untuk penyertaan modal di BPRS Kota Juang pada tahun anggaran 2019 sebesar Rp1 miliar dan pada tahun anggaran 2021 Rp500 juta.

Berdasarkan hasil penyelidikan dan penyidikan, kata Munawal, diduga ada permainan dari awal hingga pelaksanaan penyertaan modal di bank tersebut sehingga patut diduga menimbulkan kerugian negara.

"Selain itu, juga ditemukan dalam penyertaan modal tidak tertib administrasi.  Seharusnya ada beberapa surat yang harus dipenuhi, namun syarat tersebut tidak pernah dipenuhi," katanya.

Menurut dia, syarat yang tidak dipenuhi tersebut mulai dari penyusun hingga pelaksanaan anggaran. Dalam pelaksanaan anggaran oleh BPRS, juga tidak menerapkan prinsip kehati-hatian, seperti pembiayaan yang menyebabkan bank tersebut mengalami kerugian.

"Dana penyertaan modal pemerintah daerah tersebut merupakan uang negara, yang semestinya dikelola dengan prinsip kehati-hatian. Dalam pengelolaannya, penyidik menemukan uang negara tersebut diperuntukkan tidak sesuai dengan mekanisme," katanya.