Kejari Bireuen Periksa Eks Sekretaris TPAK Terkait Korupsi Penyertaan Modal BPRS Juang

ACEH - Penyidik Kejaksaan Negeri Bireuen, Aceh, memeriksa eks Sekretaris Tim Anggaran Pemerintah Kabupaten (TAPK) Bireuen terkait pengusutan dugaan tindak pidana korupsi penyertaan modal Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) Kota Juang.

Kajari Bireuen Munawal Hadi mengatakan, pemeriksaan yang bersangkutan sebagai saksi. Pemeriksaan ini untuk melengkapi bukti dan keterangan penyidikan.

"Yang bersangkutan berinisial KH dimintai keterangan terkait penyertaan modal Pemerintah Kabupaten Bireuen kepada BPRS tahun anggaran 2019 sebesar Rp1 miliar dan tahun anggaran 2021 senilai Rp500 juta," kata Munawal Hadi di Banda Aceh, Antara,  Selasa, 28 Maret. 

Pengusutan dugaan tindak pidana korupsi penyertaan modal BPRS sudah ditingkatkan ke tahap penyidikan. Namun, penyidik belum menetapkan siapa saja yang menjadi tersangka.

Mantan Kepala Bagian Tata Usaha Kejaksaan Tinggi Jambi itu mengatakan, pemeriksaan saksi guna melengkapi berkas perkara serta memperkuat alat bukti, sehingga perkara tersebut menjadi jelas.

"Sampai saat ini, penyidik sudah memeriksa lebih dari 22 saksi, termasuk eks Sekretaris TAPK Bireuen. Pemeriksaan saksi akan terus berlanjut guna memperkuat dugaan tindak pidana korupsi tersebut," katanya.

Sebelumnya, Pemerintah Kabupaten Bireuen mengalokasikan penyertaan modal di BPRS Kota Juang pada tahun anggaran 2019 sebesar Rp1 miliar dan tahun anggaran 2021 Rp500 juta.

Berdasarkan hasil penyelidikan dan penyidikan, kata Munawal, diduga ada permainan dari awal hingga pelaksanaan penyertaan modal di bank tersebut, sehingga patut diduga menimbulkan kerugian negara.

"Selain itu, juga ditemukan dalam proses penyertaan modal tidak tertib administrasi. Dimana seharusnya ada beberapa surat yang harus dipenuhi, namun syarat tersebut tidak pernah dipenuhi," katanya.

Menurut dia, syarat yang tidak dipenuhi tersebut mulai dari penyusun hingga pelaksanaan anggaran. Dalam pelaksanaan anggaran oleh BPRS juga tidak menerapkan prinsip kehati-hatian, seperti pembiayaan yang menyebabkan bank tersebut mengalami kerugian.

"Dana penyertaan modal pemerintah daerah tersebut merupakan uang negara, yang semestinya dikelola dengan prinsip kehati-hatian. Dalam pengelolaannya, penyidik menemukan uang negara tersebut diperuntukkan tidak sesuai mekanisme," kata Munawal Hadi.