Dianggap Meresahkan, Nabi Palsu di Donggala Sulteng Akhirnya Diusir Warga
PALU - Kepolisian Resor (Polres) Kabupaten Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah mengatakan Pria mengaku nabi yang menetap sementara di kabupaten itu telah diusir warga karena dinilai meresahkan.
"Informasi kami terima bahwa orang yang mengaku nabi telah diusir warga, dan informasi ini berada di wilayah hukum Polsek Labuan," kata Kapolres Donggala AKBP Efos Satria yang dikutip ANTARA, Jumat 17 Maret.
Kapolsek Labuan AKP Syarif dihubungi terpisah membenarkan ada seorang pria mengaku utusan atau nabi di wilayah Desa Nupa Bomba, Kecamatan Tanatovea.
Kejadian itu pada Rabu 8 Maret 2023, lima orang pria tinggal sementara di salah satu mushala Dusun 5 atau wilayah Kebun kopi, Desa Nupa Bomba, dan kelima orang itu bukan warga Kabupaten Donggala.
"Dari lima orang ini satu diantaranya mengaku nabi, dan empat orang lainnya sebagai pengikutnya," ujar Syarif.
Atas pengakuan mereka, katanya, Bhabinkamtibmas bersama kepala desa, kepala dusun, tokoh agama dan puluhan warga setempat menemui lima pria tersebut, yang mana kelima orang tersebut berasal dari daerah berbeda.
Tiga orang berasal dari Medan Provinsi Sumatera Utara, satu orang berasal dari Batam Provinsi Kepulauan Riau dan satu orang lainnya berasal dari Bitung Provinsi Sulawesi Utara.
"Waktu di temui kelimanya tidak mau menyebutkan nama," ucapnya.
Baca juga:
- Antisipasi Cuaca Ekstrem, Seluruh Daerah di Sulteng Masih Rawan Bencana
- Ungkap Duka Cita Mendalam, Wapres Ma'ruf Amin Takziah ke Kediaman KH Ali Yafie
- Kabar Duka, Ketua MUI 1990-2000 Meninggal Dunia, Dimakamkan Hari Ini di TPU Tanah Kusir
- Waspada! Hingga 20 Februari, 7 Daerah di Palu Berpotensi Terjadi Bencana Hidrometeorologi
Dari laporan diterima pihaknya, lima orang ini meyakini bahwa ada wali/utusan (orang tak berdosa) dari Allah yang kini hadir untuk umat manusia dalam mempersiapkan kiamat yang sudah dekat, dengan wajib berikan tumbal.
"Dari penjelasan itu, maka kepala desa dan warga setempat berinisiatif mengusir mereka karena dianggap sesat dan dikhawatirkan bisa jadi korban amukan warga. lima orang itu sudah pergi, meski begitu tetap dilakukan pemantauan dan tentunya pengakuan mereka berpotensi meresahkan warga," demikian Syarif.