Kain Endek Sekar Jepun, Kain Tenun Asli Kota Denpasar Bali

DENPASAR - Indonesia memiliki keragaman suku bangsa dan budaya, termasuk kesenian, tradisi, adat istiadat. Kekayaan budaya bangsa itu, antara lain berupa produk kain tenun.

Sama halnya dengan daerah lain di Indonesia, Pulau Bali memiliki kain tenun tradisional yang dikenal luas di masyarakat, yakni kain endek.

Dikutip dari Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Bali dan Nusa Tenggara, kain tenun endek merupakan warisan budaya kreatif masyarakat Bali yang telah dicatatkan sebagai Kekayaan Intelektual Komunal Ekspresi Budaya Tradisional di Direktorat Kekayaan Intelektual, Kementerian Hukum dan HAM pada 22 Desember 2020.

Khusus di Kota Denpasar, kerajinan kain tenun tradisional yang cukup terkenal adalah kain tenun endek "Sekar Jepun".

Keberadaan kain tenun endek Sekar Jepun masih terjaga hingga saat ini. Pasalnya Gubernur Bali I Wayan Koster resmi memberlakukan "Penggunaan Pakaian Berbahan Kain Tenun Endek Bali Setiap Hari Selasa" yang tertuang dalam Surat Edaran Gubernur Bali Nomor 4 Tahun 2021 tentang Penggunaan Kain Tenun Endek Bali/Kain Tenun Tradisional Bali.

“Jaman sekarang kan sudah digalangkan untuk memakai endek oleh pemerintah, jadi banyak pegawai maupun anak-anak muda banyak yang pakai kain endek sekar jepun ini,” kata Etmy Sukarsa, pemilik rumah produksi kain tenun Endek Sekar Jepun dilansir ANTARA, Jumat, 3 Maret.

Kain tenun endek Sekar Jepun ini memiliki daya tarik tersendiri karena hanya diproduksi di Kota Denpasar.

Kalau orang yang biasa memakai kain endek itu, tahu pasti karena motif sekar jepun itu tidak beredar di pasar, soalnya cuma diproduksi di sini.

Etmy Sukarsa menjual kain tenun endek Sekar Jepun, dengan harga Rp800 ribu hingga Rp1,3 juta per helai ukuran panjang 2,5 meter. Kain tersebut dapat dibeli dengan mendatangi rumah produksi yang berada di Jalan Sekar Jepun 1 No. 6, Kesiman Kertalangu, Kota Denpasar, atau melalui media dalam jaringan.

“Yang beli dari luar negeri juga banyak, biasanya buat oleh-oleh. Mereka itu suka dengan karya seni yang ada di Bali,” kata Etmy Sukarsa.

Uniknya lagi, akses jalan utama menuju rumah produksi kain tenun tersebut menggunakan nama Jalan Endek Sekar Jepun.

“Jadi saya duluan yang di sini. Di sini dulunya itu sawah luas, belum ada rumah seperti sekarang, sekar jepun kan dibangun pada tahun 1985 dan jalan sekar jepun yang memberi nama itu suami saya Ketut Sukarsa,” kata Etmy Sukarsa.

Proses pembuatan

Kain tenun endek diproduksi dengan cara menganyam dua benang yang saling tegak lurus. Proses produksi kain endek Sekar Jepun memerlukan dua jenis benang yang berbeda, yaitu jenis lusi yang digunakan sebagai dasar dengan ukuran 80/2 dan benang pakan yang digunakan untuk motif menggunakan ukuran 64/2. Meskipun demikian, juga bisa menggunakan benang sutra dan katun dengan ukuran yang sama sebagai motif.

“ini kan benangnya dari India dan China, soalnya di Indonesia tidak ada. Sekarang benang sutra haganya bisa sampai Rp4 juta lebih per pak. Jadi kami ikuti arus saja dan sekarang belinya seperlunya saja,” kata dia.

Etmy Sukarsa juga menjelaskan bahan pewarna kimia yang digunakan untuk mewarnai kain endek berasal dari Pulau Jawa, karena di Bali sering kehabisan stok barang.

Untuk membuat satu kain dengan panjang 2,5 meter membutuhkan waktu selama lima hingga enam hari. Dalam menjalankan produksinya, saat ini Etmy Sukarsa memiliki 10 orang perajin yang sudah mahir karena telah berkarya selama puluhan tahun untuk membuat kain Endek Sekar Jepun. Para perajin tersebut menenun setiap hari dari jam 09.00 pagi hingga 16.00 sore.

Untuk proses produksinya, Etmy Sukarsa hingga saat ini masih menggunakan alat-alat tradisional melalui lima tahap pemprosesan.

Tahap pertama, pemintalan benang yang dilakukan untuk mengubah bentuk gulungan benang menjadi satu benang kuat yang akan digunakan untuk membuat kain tenun endek.

Lalu dilanjutkan dengan proses pencelupan benang dasar yang diinginkan menggunakan pewarna kimia.

Setelah itu dilakukan pewarnaan motif (ngani). Dalam proses ini benang yang telah dicelup menggunakan warna dasar kemudian dikeringkan. Setelah benang kering, kemudian benang kembali diwarnai sesuai motif yang diinginkan dengan menggunakan alat seperti sikat gigi yang digosok pada benang.

“Jadi benang lusinya dicelup dulu dengan warna apa yang kita mau. Warnanya itu ada banyak seperti hijau, merah, biru, kuning. Setelah dicelup benangnya dikeringkan,” kata Etmy Sukarsa.

Proses selanjutnya adalah pencucian benang pakan yang sudah melalui proses pewarnaan motif dengan air bersih lalu kemudian dikeringkan.

Terakhir adalah proses menenun kain (dicucuk) dengan menyusun anyaman benang lusi dan benang pakan secara tegak lurus menggunakan alat tradisional.

Seorang perajin menenun kain endek di rumah produksi Kain Endek Sekar Jepun di Kota Denpasar, Bali, Jumat (3/3/2023). ANTARA FOTO/Pungkas Dwitanto/wsj.    

Diminati Ibu Negara

Tempat produksi kain tenun endek Sekar Jepun ini pernah mendapatkan kunjungan dari Ibu Negara Iriana Joko Widodo bersama jajaran menteri Kabinet Kerja pada Oktober 2019 dalam agenda kunjungan kerjanya di Pulau Bali untuk melaksanakan berbagai kegiatan.

Dalam kunjungannya tersebut, ibu negara menyempatkan untuk membeli beberapa helai kain tenun Endek Sekar Jepun.

“Dulu Ibu Iriana belinya empat kain, katanya bagus. Belinya itu kain yang motif patra, kain endek sekar jepun, kain motif tiga dimensi, dan endek katun biasa,” ungkap Etmy Sukarsa.

Sejak awal bisnisnya dibuka Etmy Sukarsa mengaku menerima pesanan dari berbagai hotel yang ada di Bali. Hingga suatu saat dia diajak untuk mengikuti pameran oleh Dinas Perindustrian Kota Denpasar.

“Dari awal berdiri saya memang sudah ada hubungan dengan Dinas Perindustrian, saya sering diajak untuk mengikuti pameran dan memperkenalkan kain yang saya produksi. Jadi mungkin ini memang jalan saya dalam usaha kain endek sekar jepun ini,” kata Etmy Sukarsa.

Selain itu, tempat produksi kain endek Sekar Jepun juga kerap dijadikan sebagai lokasi kunjungan industri dari berbagai sekolah ataupun universitas.

“Saya ingin sekali anak saya bisa melestarikan sekar jepun, jangan sampai mandek, kalau bisa usahakan biar tetap eksis karena ini kan salah satu warisan seni Bali,” pungkas Etmy Sukarsa.