Pengadaan Satelit Kemhan Rugikan Negara Rp453,09 Miliar
JAKARTA - Penuntut koneksitas yang terdiri dari jaksa penuntut umum (JPU) dan oditur militer menyebutkan pengadaan satelit slot Orbit 123 derajat Bujur Timur (BT) pada Kementerian Pertahanan periode 2012--2021 mengakibatkan kerugian negara senilai Rp453.094.059.540,68.
"Terdakwa I Laksamana Muda TNI Purnawirawan Agus Purwoko selaku Direktur Jenderal Kekuatan Pertahanan pada Kementerian Pertahanan RI (Kemenhan) periode Agustus 2012--September 2016 bersama-sama dengan terdakwa II Arifin Wiguna dan terdakwa III Surya Cipta Witoelar dan Thomas Anthony Van Der Heyden melakukan perbuatan secara melawan hukum yang merugikan keuangan negara sebesar Rp453.094.059.540,68," kata penuntut koneksitas di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta dilansir ANTARA, Kamis, 2 Maret.
Arifin Wiguna adalah Komisaris Utama PT Dini Nusa Kusuma (DNK), Surya Cipta Witoelar merupakan Konsultan Teknologi PT Dini Nusa Kusuma (DNK) periode 2015 - 2016 dan Direktur Utama PT DNK periode 2016 - 2020.
Sedangkan Thomas Anthony Van Der Hyeden adalah warga negara Amerika Serikat yang menjadi Senior Advior PT DNK periode 2015 - 2018.
Awalnya Satelit Garuda-1 mengalami keadaan yang tidak normal (thruster anomalies) dan bahan bakar (hydrazine) juga telah habis sehingga satelit tidak dapat bermanuver untuk menjaga stasiun (station keeping) tetap di slot orbitnya, sehingga direkomendasikan penonaktifan (decommission) Operasi Satelit Garuda-1.
Arifin Wiguna yang mengatahui Satelit Garuda-1 mengalami deorbit dari Slot Orbit 123 derajat BT kemudian mengirimkan surat atas nama PT DNK ke Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) saat itu Rudiantara untuk pengembangan slot orbit.
Namun, Rudiantara menyatakan pengelolaan Slot Orbit 123 derajat BT telah diserahkan kepada Kemhan.
Kemudian Arifin Wiguna bersama Surya Cipta Witoelar dan Thomas Anthony menemui Laksma Agus Purwoto selaku Dirjen Kekuatan Pertahanan Kementerian Pertahanan RI (Kuathan) dan menjelaskan langkah PT DNK untuk penyelamatan Slot Orbit 123 derajat BT dan dukungan konsultan ahli satelit dan para investor, dengan pembagian 40 persen untuk kepentingan Kemenhan dan sisanya 60 persen untuk kepentingan komersial.
Agus Purwoto menyatakan tidak mampu dan tidak berencana untuk pengadaan satelit pada Slot Orbit 123 derajat BT karena Kemenhan tidak mempunyai anggaran dan tidak memiliki tim yang memahami mengenai satelit namun Arifin Wiguna tetap meyakinkan Agus Purwoto untuk mengelola slot orbit 123 derajat BT demi menyelamatkan kedaulatan negara.
"Sehingga terdakwa I Laksma AGus Purwoto bersedia untuk mengelola slot orbit 123 derajat BT bersama dengan PT DNK," tambah penuntut koneksitas.
Ketiganya juga mengatakan slot Orbit 123 derajat BT akan hilang apabila tidak diperjuangkan oleh Kemhan sebagai operator tidak berfungsi apabila tidak memiliki spektrum yang pembagian-nya diatur dalam Operator Review Meeting (ORM).
Agus Purowo lalu menetapkan menjadikan Ali Reza Shoamenesh dari perusahaan operator sateli Telesat di Ottawa, Kanada dan Randy S Segal dari Kantor Hukum Hogan Lovells di Virginia, Amerika Serikat sebagai peserta ORM.
"Sesuai hasil pertemuan ORM 17-1 yang tidak mensyaratkan untuk dilakukan penyewaan Satelit Floater, namun Arifin Wiguna, Surya Cipta Witoelar dan Thomas Anthony Van Der Heyden memaparkan tentang 'DNK siap untuk meluncurkan satelit MSS L-Band baru di Orbital 123 derajat BT dan apabila dibutuhkan satelit sementara sambil menunggu peluncuran satelit permanen' dengan cara meminta Agus Purwoto melakukan penyewaan satelit Artemis," ungkap penuntut konksitas.
Setelah mendengarkan paparan tersebut, Agus Purwoto sepakat melakukan penyewaan satelit Artemis milik Perusahaan Avanti Communications Limited dari London, Inggris.
Perusahaan Avanti Communications Limited setuju akan menandatangani kontrak apabila Kemenhan yang diwakili Agus Purwoto bersedia untuk membayar lebih dahulu biaya pemindahan Satelit Artemis dari Slot Orbit 23.5 derajat E ke Slot Orbit 123 derajat BT sebesar 2,5 juta dolar AS.
"Terdakwa I Agus Purwoto menyadari bahwa penandatanganan kontrak penyewaan satelit Artemis akan menimbulkan masalah di kemudian hari," ungkap penuntut.
Menurut penuntut koneksitas, kontrak penyewaan Satelit Artemis itu tidak memberikan manfaat bagi Operator Indonesia masuk dalam "Working Group" SSA.
Selain itu, usia satelit Artemis milik Perusahaan Avanti Communications Limited pada 2014 sudah tidak layak untuk digunakan (retired) sehingga wilayah cakupan layanan Satelit Artemis tidak sesuai dengan filing Satelit Garuda-2 di Slot Orbit 123 derajat BT dan spesifikasi Satelit Artemis milik Perusahaan Avanti Communications Limited tidak sesuai dengan spesifikasi Satelit Garuda-1.
Dengan mengorbit-nya Satelit Artemis pada slot orbit 123 derajat BT pada 12 November 2016, justru tidak dapat memperpanjang masa suspensi filing Garuda-2 di slot orbit 123 derajat BT untuk 300 MHz filing C-Band.
Namun, Kemhan tetap melakukan pembayaran kontrak sewa satelit Artemis kepada Avanti Communication Limited sebesar 2.252.187,83 dolar AS pada 22 April 2016.
Avanti Communication Ltd kembali menagih pembayaran ke Kemenhan sebesar 10.000.506,69 dolar AS pada Agustus 2016 tapi karena Kemhan tidak ada anggaran maka Kemenhan menggunakan Dana Pembiayaan Luar Negeri (BIALUGRI) untuk membayarnya pada 31 Agustus 2016 atau setara Rp133.676.772.925,23.
Kemhan kembali mengeluarkan sewa satelit pada 5 Desember 2016 sebesar Rp134.266.802.820 namun uang pembayaran tersebut dibuat seolah-olah dibayarkan kepada Avanti Communication Limited, padahal kenyataannya disetorkan ke rekening dana BIALUGRI, dan sisa anggaran sebesar Rp20.255.408.347 dibayarkan kepada Kantor Hukum Hogan Lovells selaku Konsultan Satelit Kemenhan.
Baca juga:
Seluruh pembayaran sewa kontrak sewa satelit Artemis termasuk pembayaran masa sewa kontrak satelit Artemnis untuk periode II dari 9 Mei 2017 - 9 Mei 2018, namun kenyataannya satelit Artemis telah keluar dari slot orbit 123 derajat BT pada 1 Nopember 2017.
Sejak 9 Juli 2018, Kemenhan tidak lagi membayar sewa satelit Artemis melalui DIPA Kemenhan, sehingga Kemenhan digugat ke Arbitrase International London dan diputuskan wajib membayar Avanti Communications Limited sebesar 19.862.485 dolar AS atau Rp289.654.624.442 sehingga Kemenhan menganggarkan kembali pembayaran sewa satelit senilai Rp289.654.624.442 dan dibayarke Avanti Communication Ltd sebesar Rp453.094.059.540,68.
Perbuatan para terdakwa mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp453.094.059.540,68 berdasarkan Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara atas Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi Proyek Pengadaan Satelit Slot Orbit 123 derajat BT pada Kementerian Pertahanan tahun 2012-2021 oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Nomor: PE.03.03/SR-607/D5/02/2022 pada 12 Agustus 2022.
Para terdakwa didakwa berdasarkan Pasal 2 ayat 1 atau pasa 3 Jo pasal 18 UU No. 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.