Wamenkes: SatuSehat Atasi Keberagaman Versi Laporan Data Kesehatan
JAKARTA - Kementerian Kesehatan sedang memproses integrasi data kesehatan melalui platform SatuSehat untuk mengatasi keberagaman versi laporan data yang sampai di tingkat pemerintah pusat.
"Ini gunanya sistem transformasi kesehatan, kami akan gunakan one account number dari data Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai salah satu yang akan direkam dalam sistem kesehatan," kata Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono di Jakarta dilansir ANTARA, Kamis, 23 Februari.
Pernyataan itu disampaikan Dante menyikapi banyaknya versi data pendukung program kebijakan pemerintah di bidang kesehatan yang dilaporkan secara berbeda dari sejumlah kementerian/lembaga, pemerintah daerah, hingga organisasi profesi.
Dia mengatakan, situasi itu muncul akibat penyusunan data bertingkat mulai dari layanan primer hingga provinsi yang menggunakan beragam aplikasi dengan akurasi yang berbeda.
"Jadi yang tadinya menyusun rencana dengan banyak aplikasi, sehingga keluar angka macam-macam, yang satu aplikasi minta keluar data secara bertingkat dari puskesmas ke dinas kesehatan dan seterusnya," katanya.
Dalam perjalanan pelaporan data tersebut, kata Dante, muncul berbagai koreksi di setiap tingkatan pelayanan kesehatan, sehingga angka yang sampai di pusat jadi tidak seragam.
"Sekarang dengan one account number (SatuSehat) diproses dari entry number langsung ke pusat data nasional, sehingga bisa lihat kesamaan data, yang semula berjenjang dan ada potensi perubahan data, menjadi lebih seragam," ujarnya
Dalam acara yang sama Ketua Komisi IX DPR Felly Estelita Runtuwene mengemukakan kebijakan percepatan penurunan stunting perlu didukung data akurat agar tepat sasaran.
"Kami beri perhatian pada data stunting Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) dan Elektronik Pencatatan Gizi Berbasis Masyarakat (EPGBM). Kami dorong penyelarasan data stunting agar penjelasan kepada pemda dapat tergambar akurat," katanya.
Baca juga:
Sementara itu, Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB-IDI) Adib Khumaidi mendorong dilakukan penyelarasan data jumlah profesi dokter di Indonesia.
Hal itu dilatarbelakangi jumlah dokter dan dokter spesialis versi IDI berkisar 204.492 orang, versi KKI 214.878 orang. Jumlah itu berbeda dengan laporan Kemenkes yang berjumlah 145.913 orang.
Adib khawatir jika kebijakan akselerasi produksi dokter di Indonesia, justru berimplikasi pada penambahan angka pengangguran intelektual profesional di Indonesia.
Jika merujuk pada data IDI dan KKI dengan jumlah dokter spesialis yang ada berkisar 44.753 orang, maka kebutuhan dokter spesialis yang perlu ditambah berkisar 67.000 orang untuk memenuhi rasio WHO 1:1.000 di Indonesia.