IPO Pertamina Geothermal Energy Dinilai Sudah Tepat, Pengamat: Lebih Strategis Dibanding Pendanaan melalui Perbankan

JAKARTA - Pengamat BUMN Toto Pranoto mengatakan bahwa penawaran saham perdana atau "initial public offering" (IPO) PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) memiliki nilai penting dan strategis bagi perusahaan.

"Tidak hanya untuk penambahan modal, IPO juga bisa meningkatkan kinerja perusahaan agar lebih baik lagi," kata Toto dalam keterangan tertulis, dikutip dari Antara, Kamis 23 Februari.

Nilai strategis tersebut, kata dia, dikarenakan sebagai cucu perusahaan Pertamina, PGE merupakan pemain besar pada sektor energi panas bumi sehingga PGE tentu membutuhkan modal usaha atau "capital expenditure" (capex) cukup besar untuk membangun kekuatan.

Apalagi, ia mengatakan terdapat rencana penggabungan bisnis BUMN geothermal di mana PGE merupakan kandidat terkuat sebagai "holding".

"Makanya, IPO ini penting dan strategis buat PGE," kata Toto.

Menurutnya, pendanaan melalui IPO juga cocok untuk PGE lantaran ekuitas melalui IPO bersifat jangka panjang, sesuai dengan karakteristik proyek panas bumi yang juga bersifat jangka panjang.

"Dengan karakteristik seperti itu lah, IPO dinilai lebih sesuai dibandingkan pendanaan lewat perbankan," ujarnya.

Toto juga menyakini masuknya PGE ke lantai bursa akan memberikan dampak positif bagi kinerja perusahaan. Selain pendanaan, perusahaan publik juga dituntut untuk meningkatkan kinerja.

"IPO ini bukan hanya untuk 'fund raising' saja tetapi juga dengan status terbuka, diharapkan kinerja perusahaan bisa lebih baik karena tuntutan 'good corporate governance' (GCG) yang lebih besar," ujar Toto.

Sebagai perusahaan publik, lanjut dia, PGE bisa menjadi perusahaan yang lebih sehat dan bersih dari praktik-praktik ilegal dan melawan hukum karena terdapat pengawasan dari regulator dan investor publik.

Ia juga optimistis mengenai prospek PGE setelah menjadi perusahaan terbuka. Menurut dia, minat investor seharusnya tinggi karena PGE merupakan bagian dari perusahaan yang mengembangkan energi terbarukan. Sektor tersebut sejalan dengan tren dunia yang semakin gencar melaksanakan transisi energi sehingga potensinya bagus.

Selain itu, Toto juga menilai IPO PGE bukan privatisasi sebab saham yang dilepas ke publik hanya sekitar 25 persen. Dengan demikian, Pertamina masih memegang kendali dalam kebijakan maupun operasional perusahaan.

"IPO PGE merupakan aksi korporasi yang lazim dilakukan oleh perusahaan, baik swasta maupun BUMN," ungkap dia.

Ia pun mencontohkan BUMN yang sukses ketika menjadi perusahaan publik, yakni penjualan saham emiten SMGR atau Semen Indonesia yang ternyata berlipat kali dari saat awal IPO. Tak hanya SMGR, kata dia, sejumlah BUMN juga berhasil mencapai "market capitalization".

"Bahkan, beberapa saham BUMN itu sudah menjadi 'blue chip' di bursa efek Indonesia seperti Telkom, Bukit Asam, Aneka Tambang, BRI, dan lainnya," ucap Toto.