Angin Kencang dan Gelombang Tinggi, KM Sabuk 80 Batal Berangkat ke Pulau Laut Natuna

NATUNA - Kapal penumpang KM Sabuk Nusantara 80 batal melayani penumpang dengan tujuan Pulau Laut, Natuna, Kepulauan Riau (Kepri), akibat angin kencang dan gelombang tinggi.

"Kapal tidak berangkat ke Pulau Laut, hanya diberangkatkan ke Sedanau karena angin kencang," kata Kepala Syahbandar Ranai, Liber Fery Hutahayan, di Natuna dilansir ANTARA, Sabtu,, 18 Februari.

Sebelumnya KM Sabuk Nusantara 80 dijadwalkan pada hari ini berada di Pulau Laut dengan rute Selat Lampa - Pulau Laut - Sedanau, dan seterusnya, hingga ke Pelabuhan Kijang, Pulau Bintan.

"Kapal batal berangkat, terpaksa harus turun di sini Pelabuhan Selat Lampa, baru dikabarkan tadi malam, kapal tidak ke Pulau Laut angin masih kencang," kata Edi Lim salah satu penumpang lanjutan dari Pelabuhan Kijang, Bintan tujuan Pulau Laut.

Sementara Badan Meteorologi Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melalui surat edaran yang diterima di Natuna meminta masyarakat yang tinggal di daerah pesisir untuk mewaspadai adanya potensi gelombang tinggi hingga empat meter pada periode 18-19 Februari 2023.

“Dimohon kepada masyarakat yang tinggal dan beraktivitas di pesisir sekitar area yang berpeluang terjadi gelombang tinggi agar tetap selalu waspada,” kata Kepala Pusat Meteorologi Maritim BMKG Eko Prasetyo dalam surat tersebut.

Eko menuturkan adanya pola angin di wilayah Indonesia menyebabkan gelombang tinggi terjadi, seperti di bagian utara dominan bergerak dari Barat Laut-Timur Laut dengan kecepatan angin berkisar 5-25 knot.

Sedangkan di wilayah Indonesia bagian selatan dominan bergerak dari Barat Daya-Barat Laut dengan kecepatan angin berkisar 5-20 knot. Kecepatan angin tertinggi terpantau di Laut Natuna Utara, Selat Makassar bagian selatan, Laut Flores, dan Laut Banda.

Kondisi tersebut menyebabkan peningkatan gelombang setinggi 1,25 hingga 2,5 meter berpeluang terjadi di Selat Malaka bagian utara, perairan utara Sabang, perairan barat Aceh-Lampung, Samudra Hindia Barat Aceh-Lampung, perairan utara Sabang, Selat Sunda bagian barat dan selatan, perairan selatan Banten-Sumbawa, Selat Bali-Lombok-Alas bagian selatan, perairan selatan NTT, Laut Sawu, Samudra Hindia Selatan Banten, Samudra Hindia Selatan Jawa Barat, Samudra Hindia Selatan NTT, perairan selatan Kepulauan Anambas-Natuna, Laut Natuna dan perairan timur Kepulauan Bintan-Kepulauan Lingga.

Kondisi serupa juga terjadi di Laut Jawa bagian tengah dan timur, perairan utara Jawa Timur, perairan selatan Kalimantan, Selat Makassar bagian tengah-selatan, Laut Flores, perairan selatan Baubau, perairan Wakatobi, Selat Sape bagian selatan, Selat Sumba bagian barat - Laut Sulawesi, perairan utara Sulawesi Utara, perairan Kepulauan Sitaro, perairan Bitung-Likupang, Laut Maluku bagian selatan, perairan timur Halmahera, perairan utara Banggai-Sula, Laut Banda, perairan Kepulauan Sermata-Kepulauan Tanimbar, perairan Kepulauan Kai-Kepulauan Aru, perairan utara Papua Barat-Papua dan Samudra Pasifik Utara Papua.

Sedangkan gelombang yang lebih tinggi di kisaran 2,50 hingga 4,0 meter, berpeluang terjadi di Samudra Hindia Selatan Jawa Tengah, Samudra Hindia Selatan Jawa Timur, Samudra Hindia Selatan Bali-NTB, Laut Natuna Utara, perairan utara Anambas-Natuna, perairan utara Subi-Serasan, perairan Kepulauan Talaud-Sangihe, Laut Maluku bagian utara, perairan utara Halmahera, perairan Morotai, Laut Halmahera, perairan Raja Ampat bagian utara, serta Samudra Pasifik Utara Halmahera-Sorong.

Eko meminta setiap pihak memperhatikan betul risiko tinggi bagi keselamatan para pelayar, misalnya bagi perahu nelayan (kecepatan angin lebih dari 15 knot dan tinggi gelombang di atas 1,25 meter), kapal tongkang (kecepatan angin lebih dari 16 knot dan tinggi gelombang di atas 1,5 meter), kapal ferry (kecepatan angin lebih dari 21 knot dan tinggi gelombang di atas 2,5 meter).Termasuk bagi kapal ukuran besar seperti kapal kargo atau kapal pesiar (kecepatan angin lebih dari 27 knot dan tinggi gelombang di atas 4,0 meter).