Strategi Ganjar Pranowo Atasi Inflasi di Jateng dengan Cara Ini
SEMARANG - Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menyiapkan strategi dengan mengatur pola tanam untuk mengontrol suplai dan ketersediaan stok komoditas pangan. Khususnya terkait komoditas penyebab inflasi seperti beras.
Hal itu disampaikan Ganjar usai Rapat Koordinasi Evaluasi Produk Tanaman Pangan dan Hortikultura di Kantor Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi Jawa Tengah, Ungaran, Kabupaten Semarang, Selasa 14 Februari. "Masalah pertama yang berhasil kami identifikasi adalah luas panennya memang tidak merata," kata Ganjar.
Strategi
Hadir dalam rapat tersebut, antara lain Kepala Perwakilan BI Jawa Tengah, Rahmat Dwisaputra, Kepala Distanbun Supriyanto dan Kepala Dinas Ketahanan Pangan Diyah Lukisari. Selain itu juga hadir perwakilan Bulog dan BUMD terkait.
Gubernur Jateng dua periode itu menyiapkan strategi dengan cara mengatur pola tanam. Cara ini menurut Ganjar bisa memudahkan pemerintah untuk memetakan luas lahan, berapa jumlah petani, hingga masa tanam dan panennya.
"Sehingga kami bisa prediksi, kelak kemudian seandainya terjadi situasi yang buruk, maka kami sudah bisa mengatur dengan baik, dan ini saya minta agar didigitalisasi. Kartu tani itu sebenarnya sudah bisa mendata berapa jumlah petani dan berapa luasannya, dan tinggal sebenarnya kita olah," ujarnya.
Adapun saat ini sebaran produktivitas juga belum merata di kabupaten kota. Ganjar mengatakan, produktivitas padi di Jawa Tengah rata-rata di angka 56,37 kw/ha atau sekitar 5,6 ton per hektare.
"Ini kecil, terlalu kecil. Penyebabnya ada dua, satu benihnya kurang bagus, dua pupuknya kurang," ucapnya.
Distanbun mencatat alokasi pupuk bersubsidi terdiri dari pupuk urea, pupuk NPK, dan NKP (+) di Jateng sebesar 1.165.609 ton. Sementara kebutuhannya mencapai 2.011.477,66 ton.
Selain itu, tantangan produktivitas juga dipengaruhi perubahan iklim. Faktor ini, kata Ganjar, membikin situasi pertanian berubah dan tanaman terserang Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) sehingga menurunkan produktivitas.
"Maka apa yang mesti kita lakukan, di beberapa tempat mulai kami dorong untuk menggabungkan dengan apa namanya pupuk organik," tegasnya.
Persoalan pupuk menjadi perhatian. Ganjar mengatakan, tak hanya daerah namun pemerintah pusat juga harus segera mengambil kebijakan. Di antaranya dengan intervensi membeli hasil pertanian.
"Tidak mungkin produk pertanian khusus pangan tidak diintervensi oleh pemerintah, tidak mungkin, pemerintah harus turun soal ini," ungkapnya.
Baca juga:
- Bahas Rencana Perpres Soal Masa Depan Industri Media Nasional, Jokowi: 60 Persen Belanja Iklan Diambil Platform Asing, Sedih Loh Kita
- Jokowi: Media Mainstream Sangat Dibutuhkan untuk Rumah Penjernih Informasi dan Membangun Optimistisme
- Ucapan Selamat Hari Pers dari Sri Mulyani: Jurnalisme Kekal Abadi
- Hari Pers Nasional, Ketua DPR Puan Maharani Ajak Insan Pers Kedepankan Jurnalisme Sehat dan Berkualitas
Ganjar mengatakan, strategi pola tanam ini akan dikomunikasikan dengan para petani. Menurutnya, upaya mengatasi persoalan kelangkaan beras juga membutuhkan dukungan dari para petani.
"Kami coba komunikasikan pola tanam, ini akan kami komunikasikan dengan petani, agar mau dan di hilirnya pedagang beras juga kita ajak komunikasi agar kita jaga bareng-bareng karena panen kita pertama juga terserap ke provinsi lain," ungkapnya.
Selain pola tanam, Ganjar juga akan mendorong pengembangan benih unggul, dengan menggandeng lembaga riset yang ada seperti BRIN. Ganjar yakin, Indonesia mampu mewujudkan kemandirian pangan dengan benih unggul.
"Ada banyak lembaga riset yang ada di kementerian pertanian cukup banyak, ada BRIN gitu ya. Yuk kita bikin benih unggul. Indonesia untuk tanaman pangan harus punya benih unggul sendiri. Kalau itu bisa terjadi maka beres," ujarnya.