Kepala UNHCR: Rusia Langgar Prinsip Perlindungan Anak di Ukraina
JAKARTA - Rusia melanggar "prinsip dasar perlindungan anak" di masa perang, dengan memberikan paspor Rusia kepada anak-anak Ukraina dan menyerahkan mereka untuk diadopsi, kata kepala badan pengungsi PBB (UNHCR) kepada Reuters dalam sebuah wawancara.
Berbicara di kantor UNHCR di Kyiv setelah tur enam hari, Filippo Grandi mengatakan Presiden Ukraina telah meminta badannya untuk "berbuat lebih banyak" guna membantu anak-anak dari wilayah pendudukan yang mengalami hal ini.
"Memberi mereka kewarganegaraan (Rusia) atau mengadopsi mereka, bertentangan dengan prinsip dasar perlindungan anak dalam situasi perang," kata Grandi, melansir Reuters 27 Januari.
"Ini adalah sesuatu yang terjadi di Rusia dan tidak boleh terjadi," tambahnya.
Presiden Volodymyr Zelensky, berbicara setelah pertemuannya dengan Grandi pada Hari Rabu, menyerukan mekanisme yang akan dibentuk untuk "membela serta mengembalikan" anak-anak dan orang dewasa yang dideportasi ke Rusia, serta untuk menghukum mereka yang bertanggung jawab.
Grandi mengatakan, agensinya tidak dapat memperkirakan jumlah anak yang telah diberi paspor atau disiapkan untuk diadopsi, karena akses di Rusia sangat terbatas.
"Kami mencari akses sepanjang waktu, aksesnya agak jarang, sporadis dan bukannya tidak terbatas, jika Anda mengerti maksud saya," ujarnya.
Sementara itu, Rusia mengatakan tuduhan penculikan anak-anak Ukraina adalah salah.
"Kami dengan tegas menolak tuduhan tidak berdasar bahwa pihak berwenang Rusia menculik anak-anak," kata diplomat Rusia di PBB Dmitry Polyansky pada Bulan Juli, menurut kantor berita TASS.
Lebih jauh, Grandi menyoroti dua potensi tren masa depan dalam krisis pengungsian Ukraina, yang membuat delapan juta warga Ukraina melarikan diri ke luar negeri dan beberapa juta lainnya mengungsi secara internal, setelah invasi Moskow pada 24 Februari tahun lalu.
Kepala UNHCR mengatakan, lebih banyak pengungsi dapat kembali ke Ukraina di musim panas, seperti yang terjadi pada tahun 2022 ketika badan tersebut mengamati "ratusan ribu" pengungsi yang kembali pada akhir musim panas, meskipun pergerakan itu terhenti karena cuaca dingin.
Musim dingin yang biasanya sedingin es di Ukraina, menjadi lebih parah tahun ini akibat serangan rudal Rusia terhadap infrastruktur energi, menyebabkan pemadaman listrik, air dan pasokan pemanas di kota-kota besar.
Grandi juga memperingatkan bahwa eskalasi pertempuran dapat memicu gelombang pengungsi baru, meskipun kemungkinan besar pengungsi internal.
"Apa yang telah kita lihat dalam beberapa hari terakhir tidak terlalu menjanjikan dalam hal ini, semua orang memperkirakan bahwa akan ada peningkatan permusuhan, eskalasi… dan ini kemungkinan akan menghasilkan lebih banyak pengungsian," terangnya.
Baca juga:
- Jenderal Peshmerga Musuh Saddam Hussein Peringatkan Pasukan AS Harus Tetap di Irak Jika Tidak Ingin Jadi Afghanistan
- Minta Pasokan Lebih Banyak dari Sekutu, Presiden Zelensky: Agresi Rusia hanya Bisa Dihentikan dengan Senjata Memadai
- Serangan Berdarah Israel di Jenin Terburuk Dalam Dua Dekade, Indonesia: Persulit Perdamaian Timur Tengah
- Pria Bersenjata Serang Kedutaan Besar Azerbaijan di Teheran: Kepala Keamanan Tewas, Dua Luka-luka
Grandi melukiskan pandangan global yang suram, memprediksi bahwa jumlah orang terlantar, saat ini mencapai 103 juta, akan "hampir pasti" tumbuh di tahun-tahun mendatang jika Dewan Keamanan PBB terus terpecah dalam isu-isu utama.
"Jika badan tertinggi dunia untuk menjaga perdamaian dan keamanan tidak dapat melakukan tugasnya karena perpecahan internasional, maka konflik akan terus berlanjut... meluas, berlanjut, tidak terselesaikan," tandasnya.
Kepala UNHCR juga mendesak negara-negara untuk memproses calon pencari suaka lebih cepat, untuk menghentikan klaim suaka yang tidak berdasar menyumbat sistem.