Harga Tiket Pesawat Mahal, Ketua Komisi V DPR Minta Menhub Budi Karya Awasi Maskapai
JAKARTA - Ketua Komisi V DPR RI Lasarus mengaku mendapat banyak keluhan mengenai harga tiket pesawat rute domestik yang mahal.
Kata dia, penyebab mahalnya harga tiket karena terbatasnya jumlah pesawat sehingga supply and demand di sektor penerbangan tidak seimbang.
“Memang soal tiket ini kami banyak mendapat keluhan. Ini tugas Kemenhub menjaga lapangannya supaya situasi dunia penerbangan kita ini tetap kondusif dan cepat tumbuh kembali,” katanya dalam rapat kerja Komisi V DPR RI dengan Menteri Perhubungan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu, 18 Januari.
Kata Lasarus, berkurangnya jumlah pesawat Garuda Indonesia sekitar 100 unit, di mana saat ini hanya sekitar 30 unit, sangat berdampak pada industri penerbangan di Tanah Air.
Lebih lanjut, Lasarus menjelaskan, kondisi tersebut membuat maskapai lain yang bertahan memanfaatkan momentum untuk menaikan harga tiket.
Apalagi beberapa maskapai BUMN mengalami berbagai permasalahan masing-masing.
Misalnya, kata Lasarus, Merpati Nusantara Airlines yang sudah dinyatakan pailit pada tahun lalu.
Sementara Pelita Air diketahui hanya memiliki sedikit unit pesawat.
Alhasil, pemerintah sulit untuk mengintervensi harga tiket pesawat di pasaran.
Keterbatasan jumlah unit juga terjadi di pesawat ATR. Harga tiket pesawat ini juga menjadi tinggi.
“Harga tiket pesawat untuk rute penerbangan Pontianak-Sintang lebih mahal daripada rute Pontianak-Jakarta. Padahal durasi penerbangannya lebih pendek, yaitu 40 menit. Sedangkan penerbangan dari Pontianak ke Jakarta memakan waktu 1 jam 10 menit,” ujarnya.
Lasarus berharap, Kementerian Perhubungan segera melakukan pengawasan terhadap para pengusaha maskapai.
Pasalnya, hal tersebut sangat penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
“Ini harus kita urus. Bagaimana orang gampang bergerak ke mana-mana, sehingga kemudian baik perpindahan manusia maupun barang mudah. Kita ini kan ngomongnya mau bangkit dari keterpurukan akibat pandemi COVID-19,” katanya.
Diketahui, dari total 142 unit pesawat Garuda per 2019, jumlahnya berkurang, menjadi 34 unit per Juni 2022 lalu.
Setelah Garuda lolos penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU), manajemen mulai memulihkan jumlah pesawatnya, hingga Per Desember 2022, jumlah pesawat yang dioperasikan Garuda bertambah menjadi 53 unit.
Baca juga:
Sebelumnya diberitakan, Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan perseroan memproyeksikan akan memaksimalkan sejumlah outlook rencana strategis korporasi diantaranya melalui penambahan kapasitas alat produksi.
“Di tahun 2023, perseroan menargetkan dapat mengoperasikan sedikitnya 66 armada di luar armada yang dimiliki sebanyak enam armada,” ucapnya kepada wartawan, Selasa, 3 Januari.
Selain itu, Irfan mengatakan perseroan juga akan terus memaksimalkan strategi pengembangan jaringan berbasis hub strategis, dengan memperkuat konektivitas penerbangan menuju destinasi penerbangan dengan demand penumpang yang tinggi dari sejumlah hub penerbangan strategis di Indonesia di antaranya Jakarta, Denpasar, Makassar hingga Kualanamu (Medan).
“Upaya tersebut yang turut kami optimalkan dengan memaksimalkan pengoperasian pesawat berbadan besar pada rute penerbangan dengan kinerja positif,” terangnya.