Anjuran Dokter RSPAD Jadi Pegangan KPK Saat Periksa Lukas Enembe

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan pemeriksaan Gubernur Papua nonaktif Lukas Enembe pada Kamis, 12 Januari, sesuai anjuran dokter. KPK tak akan memaksa pemeriksaan tersangka dugaan suap dan gratifikasi tersebut.

"Yang dapat menyatakan kesehatan seseorang adalah tim medis dan hal ini yang menjadi pegangan KPK," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Jumat, 13 Januari.

Ali mengatakan setiap prosedur dalam upaya pengusutan dugaan korupsi akan dilakukan. KPK tak akan sembarangan karena pihak dokter dari RSPAD Gatot Soebroto telah memberikan izin.

"Tim medis menyatakan yang bersangkutan dapat dilakukan pemeriksaan dalam rangka penyelesaian proses hukumnya," tegasnya.

"Kami patuhi segala prosedur hukum yang berlaku," sambung Ali.

Lukas Enembe dibantarkan ke RSPAD Gatot Soebroto setelah dia ditangkap pada Selasa, 10 Januari kemarin. Pembantaran itu dilakukan karena dia dalam keadaan sakit berdasarkan pengamatan dokter dan perlu dirawat sementara.

Setelah dibantarkan satu hari, Lukas kemudian dibawa ke Gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan pada Kamis, 12 Januari. Dia dinilai tim medis RSPAD Gatot Soebroto mampu menjalani pemeriksaan.

Sebagai informasi, KPK telah menetapkan Lukas Enembe sebagai tersangka dugaan suap dan gratifikasi. Dalam kasus ini, dia diduga menerima uang dari Direktur PT Tabi Bangun Papua Rijantono Lakka agar perusahaan tersebut mendapat proyek.

Selain Lukas, diduga kongkalikong ini juga dilakukan dengan pejabat di Pemprov Papua. Adapun kesepakatan di antara mereka yakni pemberian fee 14 persen dari nilai kontrak. Fee harus bersih dari pengurangan pajak.

Setidaknya, ada tiga proyek yang didapatkan Rijantono atas pemufakatan jahat itu. Pertama yakni peningkatan Jalan Entrop-Hamadi dengan nilai proyek Rp14,8 miliar.

Rehabilitasi sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp13,3 miliar. Terakhir, proyek penataan lingkungan venue menembang outdoor AURI dengan nilai proyek Rp12,9 miliar.

Setelah proyek itu benar dimenangkan, Rijantono menyerahkan uang sebesar Rp1 miliar kepada Lukas. Selain itu, Lukas juga diduga menerima gratifikasi hingga miliaran rupiah.