Mampukah Budi Gunadi Redam Sentimen Negatif Terawan Soal Karut-marut Urusan Pandemi?
JAKARTA - Tidak disangka, seorang bankir kini menjabat sebagai Menteri Kesehatan yang baru. Kemarin, Presiden Joko Widodo memanggil Budi Gunadi Sadikin ke Istana Negara untuk memberi jabatan Menkes menggantikan Terawan Agus Putranto yang berlatar belakang dokter militer.
"Bapak Budi Gunadi Sadikin, beliau pernah menjadi Dirut Bank Mandiri, kemudian menjadi Dirut PT Asahan Inalumunium dan Jadi Wamen BUMN, dan sekarang kita berikan tanggung jawab memimpin Kemenkes," kata Presiden Jokowi di Istana Negara, Selasa, 22 Desember.
Budi mulai malang-melintang di dunia perbankan ketika bergabung di Bank Bali sebagai General Manager Electronic Banking wilayah Jakarta dan Chief General Manager Human Resources hingga 1999.
Kemudian melompat ke ABN Amro Bank Indonesia sampai menjabat Direktur Consumer dan Commercial Banking untuk ABN Amro Bank Indonesia dan Malaysia sampai 2004. Kemudian Budi melanjutkan karirnya di Bank Danamon sebagai Executive Vice President Consumer Banking dan Direktur di Adira Quantum Multi Finance.
Pada 2006, Budi menjabat Direktur Micro & Retail Banking di PT Bank Mandiri (Persero). Sampai pada 2013, barulah ia diangkat menjadi Direktur Utama Bank Mandiri sampai 21 Maret 2016.
Di tahun yang sama, Budi mulai merapat ke pemerintah menjadi Staf Khusus Menteri BUMN. Selain itu ia juga aktif sebagai Anggota Dewan Penasehat Asosiasi Fintech Indonesia kala itu.
Setahun kemudian, Budi diangkat menjadi Komisaris Utama PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero) atau Inalum sebelum efektif menjadi Direktur Utama pada 14 September 2017.
Mempertanyakan kemampuan Budi Gunadi Sadikin
Diangkatnya Budi Gunadi Sadikin menjadi Menkes tentu suatu tanggung jawab yang berat. Sebab, saat ini dunia termasuk Indonesia tengah menghadapi pandemi COVID-19.
Saat ini, lonjakan kasus COVID-19 masih belum bisa dikendalikan. Malangnya, Menkes Terawan sebagai penanggung jawab terbesar dalam penanganan pandemi tak menunjukkan kinerja yang baik selama menjabat.
Ahli epidemiologi dari Griffith University, Dicky Budiman menyebut, PR berat yang menanti Budi Gunadi adalah melandaikan kurva kasus COVID-19 ke depan, menurunkan angka reproduksi serendah mungkin, dan meningkatkan cakupan penanganan.
"Tentu, PR besarnya sebetulnya kita harus memiliki program pengendalian pandemi secara komprehensif, baik jangka pendek maupun jangka panjangnya. Sebab, ini yang belum dimiliki secara tepat oleh Menkes sebelumnya," kata Dicky kepada VOI.
Baca juga:
Tanpa latar belakang di bidang kesehatan, tentu akan menjadi pertanyaan publik soal kecakapan Budi Gunadi dalam mengemban jabatannya. Oleh sebab itu, menurut pakar komunikasi politik Universitas Telkom, Dedi Kurnia Syah menyebut Budi punya beban ganda.
"Budi Gunadi sendiri sudah punya persoalan dalam menghadapi citra Menkes selama ini. Ia punya dua agenda, yakni memperbaiki kepercayaan publik terhadap kondisi kesehatan nasional dan meyakinkan publik bahwa ia adalah sosok yang tidak masalah dengan linieritas bidang kesehatan," tutur Dedi saat dihubungi VOI.
Selama ini, kata dia, pangkal masalah kinerja Terawan adalah disharmoni dengan organisasi kesehatan nasional, kisruh dalam instruksi penanganan pandemi, hingga sering membuat pernyataan blunder.
Maka, menurut Dedi, Budi Gunadi harus mampu mengomunikasikan seluruh internal stakeholder kesehatan untuk betul-betul bekerja berdasarkan satu instruksi agar semua sistematis.
"Sebagai insinyur, Budi Gunadi sangat pandai membaca angka. Hal ini bisa ia pegang dalam memperhatikan laju penyebaran pandemi dan mengambil keputusan dalam kebijakan. Dengan ketertiban koordinasi, akan sangat membantu kinerja Kemenkes jadi lebih baik," jelas Dedi.
Setahun Terawan dan gagapnya hadapi pandemi
"Kamu (orang yang sehat) kalau ke mana mana enggak usah maskeran, nanti dikira kamu yang sakit. Yang pakai masker hanya yang sakit supaya tidak menularkan. Yang sehat perlindungannya ya imunitas."
Pernyataan itu dituturkan oleh Terawan di RSPI Sulianti Suroso, Jakarta Utara, Senin, 2 Maret. Kala itu, kasus pertama COVID-19 baru masuk ke Indonesia. Seorang warga Depok tertular virus corona oleh WNA dari Jepang.
Mungkin, maksud Terawan kala itu adalah mengimbau warga yang sehat untuk tak mengenakan masker Demi memudahkan orang sakit dalam mencari stok masker di pasaran. Sebab, kebutuhan masker di Indonesia meningkat setelah informasi virus corona muncul di Wuhan, China. Masker sempat jadi langka dan harganya melesat.
Namun, ungkapan Terawan ini dikritik banyak pihak. Maksud hati menenangkan publik terkait pandemi baru ini, Terawan malah dianggap terlalu santai dan tidak mementingkan kesehatan masyarakat.
Terlebih, sebelum ada kasus COVID-19 di Indonesia pada Februari, Terawan sempat jemawa dengan menyebut bahwa corona tidak masuk ke Tanah Air berkat doa.
Setelah beberapa kali blunder, Jokowi akhirnya menunjuk juru bicara khusus penanganan pandemi COVID-19, yang saat itu ditugaskan kepada Achmad Yurianto, sebelum juru bicara Satuan Tugas Penanganan COVID-19 kini diemban Wiku Adisasmito.
Kinerja Terawan sebagai Menkes jadi semakin tak terlihat. Kecakapan kerja Terawan makin dipertanyakan oleh publik. Hingga akhirnya Terawan dicopot oleh Jokowi dan jabatannya digantikan dengan Budi Gunadi Sadikin.