Pemerintah Diminta Fokus Jaga Daya Beli untuk Mitigasi Risiko Ekonomi 2023
JAKARTA - Pengamat Ekonomi dari Universitas Indonesia (UI) Yusuf Wibisono, menilai pemerintah perlu melakukan sejumlah langkah untuk memitigasi risiko di tahun 2023, salah satunya dengan menjaga daya beli masyarakat.
“Menjadi krusial bagi pemerintah untuk berkonsentrasi pada menjaga daya beli rakyat dengan penguatan bansos dan jaring pengaman sosial, serta menjaga ketahanan pangan dan energi," ujar Yusuf, Sabtu, 24 Desember.
"Pemerintah sebaiknya segera berfokus pada perekonomian domestik kita yang besar, beralih dari export-led growth menuju ke domestic demand-led growth," sambungnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, menyebut tantangan ekonomi Indonesia ke depan terus berdatangan dan Indonesia telah belajar menghadapi ketidaktahuan dan ketidakpastian ekonomi, terutama ketika menghadapi pandemi COVID-19.
Sejumlah lembaga internasional pun memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2023. Menurut Menko Perekonomian, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih berada di kisaran 4,7-5 persen. Hal ini menjadi pembelajaran untuk penanganan berbagai ketidakpastian resiko.
Yusuf menilai, meski perekonomian Indonesia relatif less connected dengan perekonomian global, namun keterkaitan dan dampak perekonomian global ke perekonomian nasional tidak bisa dipandang kecil. Terutama melalui jalur ekspor-impor dan jalur aliran modal asing.
"Komponen ekspor-impor dalam perekonomian kita berkontribusi sekitar 20 persen, resesi global dipastikan akan melemahkan ekspor sebagai salah satu mesin utama pertumbuhan dan menjadi penyelamat di masa pemulihan pasca pandemi ini," jelas Yusuf.
Baca juga:
- Rektor UIII Anggap Politik Cenderung Jadi Penyebab Radikalisme
- Dibawa Heli ke RS yang Jauh karena Kontraksi Hebat, Belum Mendarat Sang Ibu Malah Sudah Melahirkan
- Polsek Sawah Besar Kerahkan 90 Personel, 1 Kompi Brimob dan Sabhara untuk Pengamanan Natal 2022
- Korut Kecam Laporan Media Jepang Soal Pasokan Senjata ke Rusia: Pengalih Perhatian Paling Absurd
Melemahnya ekspor yang diikuti melemahnya aliran modal asing baik FDI maupun investasi portofolio, menurut Yusuf, juga akan melemahkan nilai tukar rupiah. Terlebih aliran modal keluar berpotensi meningkat seiring kenaikan bunga acuan di negara-negara maju.
Untuk kebijakan moneter, Yusuf menyarankan, untuk menjaga nilai tukar rupiah sebaiknya tidak lagi mengandalkan suku bunga. Namun beralih dari pendekatan suku bunga tinggi ke pendekatan pengelolaan devisa yang efektif, terutama melalui repatriasi DHE (devisa hasil ekspor), SDA dan menukarnya secara efektif ke rupiah.
"Pemerintah harus bersikap tegas kepada eksportir yang tidak melakukan repatriasi DHE ke dalam negeri, termasuk dengan melakukan penyesuaian terhadap rezim devisa bebas," pungkasnya.