Kemitraan ASEAN-UE Harus Bisa Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Nasional
JAKARTA - Hubungan baik yang dijalin negara-negara ASEAN dan Uni Eropa telah memasuki tahun ke-45. Hubungan ini dinilai menjadi momentum Indonesia untuk mendorong kerja sama dengan ASEAN-Uni Eropa guna meningkatkan pertumbuhan nasional. Apalagi, pada 2023 Indonesia akan menjadi ketua ASEAN.
Pakar perdagangan ekonomi dunia dan politik internasional UGM, Riza Noer Arfani mengatakan ini adalah momen bagi Indonesia untuk meningkatkan kerja sama ASEAN-Uni Eropa lebih dari sekadar seremonial belaka.
Riza menilai agenda Kekuatan Indonesia di ASEAN 2023 dapat didorong untuk menghubungkan antar industri juga manusianya.
"Selama ini hubungan kemitraan yang dijalin ASEAN dengan Uni Eropa, sebatas hanya hubungan diplomatik, seremonial, kalau itu menguntungkan akan dijalankan," kata Riza, pada Kamis, 15 Desember.
Rizal menilai masih ada beberapa hal yang mengganjal dari hubungan ASEAN-Uni Eropa. Misalnya, masalah di komoditas sawit yang mendapatkan kampanye negatif dari negara-negara Uni Eropa.
Kemudian, lanjut Rizal, tentang gugatan Uni Eropa terhadap Indonesia di WTO atas kasus Nikel. Pemerintah Indonesia melarang ekspor bahan mentah bijih nikel untuk mengembangkan hilirisasi produk dalam negeri.
"Kepentingan Indonesia melarang ekspor bijih nikel untuk kepentingan kesejahteraan dalam negeri tidak dipertimbangkan. Sebagai gantinya mereka malah berperkara ke WTO," ungkap Riza.
Untuk itu, Riza kembali menegaskan, dalam Keketua-an Indonesia di ASEAN perlu ditegaskan kemitraan yang akan dilanjuti, kemitraan yang aktual, kepentingan bersama antara negara negara ini.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan hubungan baik yang dijalin oleh negara-negara ASEAN dan Uni Eropa harus terus dilanjutkan kebermanfaatannya.
Tahun ini, kata Airlangga, hubungan bilateral ASEAN dan Uni Eropa telah memasuki tahun yang ke-45. "Hubungan yang sudah berjalan baik ini harus dimanfaatkan dengan terus menjaga kolaborasi yang erat antara dua kawasan. Ekonomi Digital, Energi Hijau, serta sektor Usaha, Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan beberapa contoh sektor potensial yang bisa dikembangkan," kata Airlangga, Rabu kemarin.
Baca juga:
- Prediksi IHSG 2023 di Level 7.880, Mirae Sekuritas: Ditopang Sektor Consumer non-Cyclical dan Financial
- Sektor Investasi Dinilai Jadi Satu-satunya Harapan Pemerintah Dongkrak Pertumbuhan Ekonomi di Tengah Ancaman Krisis Global
- 235 Usaha Besar dan 421 UMKM Catat Kerja Sama Rp4,46 Triliun, Kementerian Investasi Rilis Fitur Kemitraan OSS
- Kurangi Impor LPG, Pertamina Genjot Produksi Kilang Badak Bontang hingga 780.000 MT
Kemudian, Airlangga mengatakan Ke-ketua-an Indonesia di ASEAN 2023 dan Presidensi Swedia di Uni Eropa 2023 diharapkan dapat membangun dan mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan di kedua kawasan.
"Kedua pihak tentunya ingin melakukan langkah sinergi yang strategis, memanfaatkan peran penting Indonesia dan Swedia yang memegang Ke-ketua-an (Chairmanship) di kawasan masing-masing pada tahun 2023 mendatang," ujar Airlangga.
Jadi Jembatan
Sementara itu, Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Sugiyono Madelan Ibrahim mengungkapkan Indonesia akan mampu memainkan peran besar sebagai Ketua ASEAN pada 2023. Sugiyono memprediksi Indonesia mampu menjadi jembatan dalam bidang perekonomian antara Asean dan Uni Eropa.
"Biasanya itu berperan positif," ujar Sugiyono.
Menurut dia, kondisi ekonomi ASEAN yang masih stabil akan sangat membantu memperlancar kerja sama dengan Uni Eropa. Belum lagi, kondisi Uni Eropa yang kini menghadapi krisis energi akibat perang Rusia-Ukraina.
"Negara-negara lain di Asean pun mendapat manfaat dari itu. Apalagi ketika sekarang ini pada tahun depan perkiraan ekonomi dunia melemah. Di Asia Tenggara kan tidak, termasuk utamanya Indonesia," ujarnya.
Selain itu, Indonesia juga dinilai punya pengalaman sebagai Ketua Asean dan menjalin hubungan bilateral dengan Uni Eropa. Sebagai contoh, kata Sugiyono, Indonesia mampu menghadapi persoalan menyangkut ekspor CPO yang dinilai Uni Eropa tidak menganut prinsip berkelanjutan.
"Saya yakin seperti itu. Memang Indonesia sangat berpengalaman dalam hal itu, sebagai Ketua ASEAN," pungkasnya.